Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Rabu, 31 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 31 Desember 2014 (Konferensi Peramal 2015)

Kang Maman Konferensi Peramal 2015

2014 tak lama lagi melintas. Saudara-saudara kita di Indonesia timur, sesaat lagi menapakkan jiwanya di 2015.

2014 menggurat banyak suka, juga menggores sejumlah luka. Dan semua panelis di penghujung tahun ini mengajak kita menatap masa depan dengan caranya masing-masing. Bellieve it or not; percaya atau tidak, tapi satu sama lain memiliki kesamaan: Menatap masa depan sebagai pengharapan. Terus melangkah, tak terjebak dan terjerat dalam letih dan luka masa lalu.

2015; 2+0+1+5=8. “Kambing,” kata Feri Purwo, “shio kedelapan, dan lambang, adalah lambang infinity; angka yang garisnya membentuk lengkung anggun yang tak pernah berakhir dan terputus.” White star dalam fengsui; bintang kekayaan pembawa keberuntungan ekstra. Itulah 8.

Karenanya, di penghujung tahun, doa tak putus kami panjatkan. Ya Tuhan, jangan jadikan tanah air kami tanah yang bersimbah air mata. Jadikan tanah air kami, mata air penuh kasih sayang, kebahagiaan, negeri yang kaya, dan selalu untung. Jadikan kami orang-orang yang mengedepankan hati daripada lidah; karena kami tahu, lidah orang berakal ada di belakang hatinya, dan hati orang yang dungu ada di belakang lidahnya.

Dan meski 2015 adalah “tahun kambing”, kata Ronal, “Jangan jadikan kami orang yang mudah mengambinghitamkan orang lain, tetapi menjadi orang yang ikhlas mengulurkan tangan dan pikiran untuk orang lain dan tanah air tercinta.”

Terakhir, di dalam kata ‘peramal’ ada kata ‘amal’. Jadikan 2015 sebagai tahun untuk berlomba beramal agar 2015 tidak menjadi tahun penuh sesal. Karena, kata Fitrop [Fitri Tropica], “Masa depan bukan tentang apa yang akan terjadi, tapi apa yang akan kamu perbuat.”

Selamat tahun baru, pemirsa ILK; selamat tahun baru, negeriku tercinta, INDONESIA. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 30 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 30 Desember 2014 (Liburan)

Kang Maman Liburan

Jika kata-kata kita tulis sambung-menyambung tanpa spasi, ia menjadi kalimat tak sempurna, susah dipahami, dan kehilangan arti. Harus ada spasi antar-kata, juga ada tanda koma agar kita bisa berhenti sejenak, menarik napas sesaat, lalu melanjutkannya. Membaca kembali hingga akhirnya bertemu tanda titik.

Demikian pula dengan kehidupan ini. Bekerja tanpa liburan adalah perjalanan sukses yang panjang, membosankan, dan penuh penderitaan.

Berlibur pun teramat dibutuhkan jika ingin menikmati kehidupan ini. Menarik napas sejenak, merasakan jeda, memberikan kesempatan kepada raga dan jiwa untuk rehat; berlibur sesaat.

Rutinitas harian kita membuat mata kita “buta” dalam melihat keindahan hidup. Liburan sesaat menyadarkan kita tentang indahnya hidup ini.

Libur, kebutuhan semua orang, kaya maupun tak berpunya. Libur bukan kebutuhan mewah dan mahal—seperti kata Pak Jarwo, kata Okky tadi—sehingga siapa pun bisa melakukannya.

Libur tidak harus jauh, tidak harus di tempat istimewa. Cukup bersama dengan orang-orang tercinta, keluarga, kekasih dan permata hati, di tempat yang sederhana dengan cinta yang melimpah, dengan senyum dan tawa yang lebar.

Percayalah dengan pernyataan orang-orang tua kita, “Di mana pun kita berada, selalu ada tempat unik dalam radius 10 kilometer untuk dijadikan tempat liburan yang sederhana.”

Terakhir, saya melihat banyak ibu-ibu di sini. Di dalam kata ‘libur’, hilangkan ‘l’ dan ‘r’, maka tersisa kata ‘ibu’. Di dalam kata ‘libur’ ada kata ‘ibu’. Berlibur itu seperti pulang ke rumah ibu; ke indung kita saat kita terlahir ke dunia.

Di mana pun kita bisa merasakan kembali hangatnya surga, seperti saat kita berada dalam pelukan hangat, penuh kasih sayang, perempuan tercinta di dunia kita ketika kita masih kecil, tanpa beban, tanpa pikiran tentang hal-hal yang bersifat duniawi, tanpa pikiran tentang Wild World yang dinyanyikan tadi. Hanya ada keriangan dan kebahagiaan.

Berlibur adalah tidur di pangkuan ibu, diayun gelombang samudra cinta ibu, dan ketika terbangun, kita kembali mendapatkan energi besar untuk menata, menatap, dan menghadapi kehidupan dunia lebih tenang dan terang.

Berlibur adalah menemukan energi dan cahaya ibu. Selamat berlibur, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, selamat menikmati samudra cinta ibu. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 29 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 29 Desember 2014 (Pemberi Harapan Palsu)

Kang Maman Pemberi Harapan Palsu

Dari pembicaraan tadi, ada 3 tipe pelaku PHP:

Yang pertama: Tidak tegas. PHP baginya adalah diplomasi; semata-mata basa-basi. Cuma sebatas suka, tidak cinta, namun demi menjaga hubungan baik, gak enak untuk bilang sejujurnya. Apalagi korbannya sudah terlanjur geer [gede harapan].

Tipe kedua: Manipulatif. Melakukan karena berharap sesuatu. Memberi harapan palsu karena ingin memeras korbannya; entah hartanya, entah untuk mendapat pelayanan seksual secara gratis.

Dan yang ketiga: Oportunistik. Berpikir calon korbannya mau sama dia, jadi, kenapa tidak?
Ia tidak merasa bersalah memberi harapan palsu karena yang dikasih harapan pun mau—dalam bahasa Fitrop [Fitri Tropica], “SaRiPaTi; SAlah sendiRI kenapa PAke haTI.”

Jadi, supaya tidak jadi korban PHP, seperti kata Ronal, saya Indonesiakan saja, “Jangan percaya terlalu berlebih, cinta terlalu berlebih, jangan berharap terlalu berlebih. Karena semua yang berlebih mudah bikin perih.”

Dan buat si jago PHP: Stop beri harapan semu karena bukan cuma korbanmu yang merana, tapi harga dirimu juga bakal sirna.

Dan untuk semuanya, ingat satu kalimat: “Cinta tidak butuh alasan, tapi cinta butuh balasan.” (Maman Suherman)
Share:

Jumat, 26 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 26 Desember 2014 (Berita-Berita Terhangat Minggu Ini)

Kang Denny:

10 tahun yang lalu, tepat tanggal 26 Desember 2004, sebuah bencana besar melanda bumi Serambi Mekah, Aceh.

Bencana hebat berupa gempa bumi dengan kekuatan 9,1 sampai dengan 9,3 SR, gempa tersebut kemudian disusul dengan bencana tsunami yang menyapu sebagian besar wilayah Aceh. Menewaskan lebih dari 230 ribu orang saudara-saudara kita, dengan korban terbanyak berasal dari Aceh, Indonesia.

Dan malam hari ini, duka yang sangat mendalam tentu saja, dan juga untuk saudara-saudara kita di Aceh juga yang masih terkena musibah banjir, Banjarnegara yang terkena longsor, dan juga saudara-saudara saya di Baleendah, teman-teman saya di Dayeuhkolot atau di Bandung Selatan yang juga sudah hampir seminggu ini terkena yang namanya banjir yang sangat luar biasa.

Itu 30 tahun yang lalu, saya sekolah di sana, di SMA Baleendah itu, saya masih merasakan yang namanya menenteng sepatu untuk ujian karena memang banjir yang melanda pada saat itu, tetapi harus tetap ujian.

Jadi, sampai sekarang, 30 tahun yang lalu, dan sekarang masih terulang lagi. Moga-moga di kemudian hari, ada selalu perbaikan—tentu saja—karena ini adalah, kesadarannya adalah kembali lagi kepada masyarakat dan tentu saja peran serta dari pemerintah.

Dan teman-teman di sini, saudara-saudara kita semuanya di sini, tentu saja sangat berduka, moga-moga kita bisa bersama-sama mendoakan saudara-saudara kita supaya bisa lepas dari bencana tersebut. Silakan, Kang Maman.

Kang Maman Berita-Berita Terhangat Minggu Ini

Minggu, 26 Desember 2004, jam menunjukkan angka 7.58.53 WIB. Hanya dalam hitungan 500 hingga 600 detik, ratusan ribu saudara kami di Banda Aceh, tersaput gempa dan gelombang dahsyat tsunami 9,3 SR. Ratusan ribu sekejap meregang nyawa, dan juga puluhan ribu hilang tak ditemukan jasadnya.

Teringat pada Bedu Saini, seorang fotografer yang teguh mengabadikan detik-detik yang teramat mencekam itu, termasuk saat ia memotret seorang laki-laki hebat yang nekat terjun ke sungai untuk selamatkan seorang bayi yang mengambang di tumpukan sampah. Tetapi setibanya di rumah, Bedu Saini tidak lagi menemukan ibunya, putrinya yang berusia 16 tahun dan 4 bulan karena ikut tersaput gelombang.

Juga, teringat bocah pesisir pantai desa Tibang, Syiah Kuala, yang menggunakan kostum Timnas Portugal nomor 10 “RUI COSTA”, Martunis namanya. Setelah 21 hari tersaput gelombang, tubuhnya ditemukan dalam keadaan masih hidup; tersangkut di pohon bakau, dan kemudian menimbulkan simpati dunia. Martunis pun bertemu pesepak bola-pesepak bola ternama, Presiden SBY [Susilo Bambang Yudhoyono], Celine Dion, hingga diangkat anak oleh Cristiano Ronaldo. Tapi semua itu tak bisa mengembalikan ibundanya yang hilang tak ditemukan hingga kini bersama Salwa, Nurul A’la, dan Annisa, saudari-saudarinya; hilang tersaput gelombang di antara 128 ribuan nyawa yang melayang dan 90 ribu jasad yang hilang entah ke mana.

Jerit kematian dan keperihan itu masih menari di depan mata kami hingga hari ini, tepat 10 tahun setelah kejadian itu. Tapi hidup harus terus berjalan. Saudara-saudaraku di ujung barat negeriku tetap tegar berdiri hingga kini, menata dan menatap hidupnya bersama saudara-saudaranya di seluruh Indonesia, tidak melulu terserap ke masa lalu yang penuh seduh sedan dan berlinang air mata.

Saudara-saudara kami rakyat Aceh dan sejumlah warga dunia lainnya yang juga tersaput tsunami, adalah orang-orang terpilih untuk menjadi syuhada. Berpulang bersama-sama ke haribaan-Nya karena Allah telah berjanji tak akan memberi cobaan yang melebihi kemampuan hambaNya. Dan putra-putri Serambi Mekah mampu menghadapinya.

Ada yang pergi, ada yang datang, itulah kodrat kehidupan. Seperti juga keluarnya personel Noah, dan akan datang pengganti barunya.

Saudaraku di Aceh, zikir dan doa kami tak putus bertalu-talu untukmu selalu. Badai pasti berlalu, dan damai insya Allah pasti bersamamu. Tapi doa ini tidak untuk pemilik rekening gendut yang berasal dari uang haram. Resolusi 2015 kami, Indonesia yang damai, Aceh negeriku yang damai, dan tidak ada toleransi terhadap sampah masyarakat: Para KORUPTOR!

Terima kasih. (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 25 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 Desember 2014 (Spesial Natal)

Kang Maman Spesial Natal

Kata kunci malam ini diungkapkan oleh Regina dan juga Cici Panda, “Yang terpenting bukan kado, tapi makna Natalnya.”

Jadi, bagi saudara-saudara kami, umat kristiani, sangat meyakini Isa Almasih datang untuk membuat manusia berharga, mulia, selamat, dan sejahtera. Dan mereka meyakini, Isa masuk ke dalam hidup orang-orang yang membuka pintu hatinya lebar-lebar saat ia [Isa] mengetuknya.

Natal pun dimaknai sebagai momentum untuk terus memperbaiki diri dalam kehidupan. Lahir kembali untuk mengubah hidup menjadi lebih baik, dan berharap untuk hidup kekal di jalan Tuhan. Karenanya, setiap Natal disambut umat kristiani dengan gembira, diwarnai dengan pemasangan pohon terang (pohon natal), berkumpulnya keluarga dalam suka-cita, bernyanyi, bertukar kado, dan berdoa—meminta kekuatan untuk dimampukan terus memperbaiki diri.

Saudara-saudara kami, umat kristiani, selamat Natal, teruslah menebar kado terindah di muka bumi: Damai. (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 24 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 Desember 2014 (Harga oh.. Harga)

Kang Maman Harga oh... Harga

Kita hidup dengan inflasi. Jadi, inflasi itu bukan sesuatu yang harus terlalu ditakuti dan ditanggapi secara berlebihan, namun jelas, harus dikendalikan.

Tentu perlu peran serta berbagai pihak; pemerintah, itu sudah kewajibannya. Dan tentu juga, kita masyarakat, mesti berperan. Jangan malah memanfaatkan dengan menjadi spekulan gila-gilaan dan penimbun yang makin menyengsarakan sesama insan.

Inflasi mungkin bikin nyeri. Dan agar tidak bikin “kurang gizi”, mesti pandai mengatur diri. Jangan semata demi harga diri, lalu asal beli dan lupa menabung dan investasi. Tetap peduli antara selisih pemasukan dan pengeluaran, tidak besar pasak dari tiang.

Tersirat betul dari pernyataan Cak Lontong tadi, “Kalau makin kebanyakan gaya, akan makin mendapat banyak tekanan.”

Dan terakhir: Kalau kita bisa lepas dari jajahan penjajah di masa lalu, sekarang pun kita HARUS MAMPU lepas dari lilitan jajahan jajanan dan kebiasaan utangan. Kata kuncinya satu: Bijak dalam bertindak.

Dan kalau semua peduli: Harga terjaga, rakyat sejahtera. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 23 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 23 Desember 2014 (Dari Kelahiran Selebriti hingga Great Sale)

Kang Maman Kelahiran Selebriti, Tren Mewarnai Bulu Ketiak, Miras Oplosan, dan Great Sale

Orang ternama, masuk TV karena melahirkan. Orang biasa, masuk TV karena miras [minuman keras] oplosan. Sebuah tragika.

Kita tidak pernah bisa memilih, terlahir dari orang tua biasa yang jauh dari sorot kamera, atau orang tua ternama (pesohor) yang tidak perlu undang media, tapi medialah yang menghampirinya—seperti laron berebut mendekati lampu di musim hujan.

Toh, kalaupun masuk dalam sorotan, bayi mungil itu tentu belum mengerti apa-apa; tentu belum tahu, apakah kelahirannya boleh diliput dan masuk media, yang menggunakan frekuensi publik atau tidak.

Dan setelah besar nanti; setelah bisa memahami mana yang boleh mana yang tidak, barulah anak memilih jalannya sendiri. Akan mewarnainya dengan putih, hitam, hijau, biru, kuning, atau merah—seperti tren mewarnai bulu ketiak saat ini. Terserah anak itu sendiri. Yang pasti, kata teman-teman tadi, belajarlah dari bulu ketiak; meski terjepit, tetap bisa tumbuh.

Namun, apakah dalam pertumbuhan, dalam perjalanan hidup nanti akan berakhir bahagia atau tidak, kita juga tidak tahu. Hanya bisa berharap, berharap bisa pulang kepada-Nya dalam sebaik-baiknya pulang. Dan kita, tentu tak pernah berharap hidup kita, usia kita, akan terdiskon besar-besaran oleh “great sale” ulah kita sendiri: Mati muda karena miras oplosan.

Mana ada orang yang berharap bisa masuk TV saat meregang ajal lewat miras oplosan?

Doa kita sebenarnya sama: Lahir dari cinta dan karena cinta, hidup bertabur cinta dan berpulang dilepas dengan penuh cinta untuk menghadap Sang Maha Pencipta.

Dan, oh iya, persoalannya satu: Akankah diliput media atau tidak saat meninggal kelak? Saya masih percaya, belum ada manusia yang mengikat kontrak dengan stasiun TV, minta dibuatkan reality show tentang kematiannya.

Terakhir, kita bisa tawar dan beli dunia, tak cuma frekuensi publik bernama televisi, cukup dengan modal ‘3-ta’ di belakang; harta, tahta, dan selebrita. Nulis ‘selebrita’nya: ‘SALE BeRITA’, beritanya gampang di-sale.

Jika memilih ketiganya, syukurilah dengan penuh kerendahan hati, tapi ingat, itu belum cukup untuk mendapat kebahagiaan yang lebih hakiki. Ada satu ‘ta’ yang penting, dan ‘ta’ itu di depan: Takwa. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 22 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 22 Desember 2014 (Kasih Ibu: Cinta yang Tanpa Syarat)

Kang Maman Kasih Ibu: Cinta yang Tanpa Syarat

Perang, mempertaruhkan nyawa dengan cara membunuh lawan. Ibu, mempertaruhkan nyawanya justru demi hadirnya nyawa baru: anak. Agar kehidupan tetap hidup dan berlanjut.

Seandainya laki-laki lebih hebat dan kuat daripada perempuan, tentu tugas melahirkan yang penuh pertaruhan nyawa dibebankan-Nya kepada laki-laki. Maka, alasan apa lagi untuk mengatakan, “Kemampuan perempuan di bawah laki-laki”?

Dan di negeri ini, itu tergores sejak 22 Desember 1928, oleh para perempuan hebat dalam Kongres Perempuan. Dengan inisiator seorang perempuan lajang berusia 21 tahun: Soejatin.

“Ibu pembohong,” kata Komeng. Betul, seorang ibu dalam hidupnya membuat banyak kebohongan. Saat makan; jika makanan kurang, ia akan berikan makanan itu kepada anaknya dan berkata, “Cepatlah makan, Ibu tidak lapar.” Waktu tersisa hanya ikan dan daging, ia pun berkata, “Ibu tidak suka daging, makanlah, Nak!” Tengah malam saat dia sedang sakit, menjaga anaknya yang sakit, ia akan berkata, “Istirahatlah, Nak, Ibu masih belum mengantuk.” Saat anak sudah lulus, bekerja dan mengirim uang untuk ibu, ia berkata, “Simpanlah untuk keperluanmu, Nak, Ibu masih punya uang.”

Saat anak sudah sukses, menjemput ibunya untuk tinggal di rumah besar, ia selalu berkata, “Rumah tua kita sangat nyaman. Ibu tidak terbiasa tinggal di sana.”

Saat menjelang tua, ibu sakit keras, anak akan menangis, ibu masih tetap bisa tersenyum sambil berkata, “Jangan menangis, Ibu tidak apa-apa.”

Itulah kebohongan terakhir yang akan dibuat oleh ibu. Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa dewasanya kita, ia selalu menganggap kita anak kecilnya; mengkhawatirkan diri kita, tapi tidak perlu dan tidak mau anak-anak mengkhawatirkannya.

Semoga semua anak di dunia bisa menghargai setiap kebohongan ibunya.

Dan saya tahu, saya tahu dan percaya: 

(Di doa ibuku, namaku disebut 
Di doa ibuku kudengar, ada namaku disebut) 

Di dalam doa ibu, namaku disebut. Ibu, percayalah, di dalam doa kami, anak-anakmu, namamu pun tak pernah putus kami sebut. 

We are born of love, love is our mother. Kami terlahir dari cinta, dan cinta itu: Ibu.

Selamat Hari Ibu. (Maman Suherman)
Share:

Jumat, 19 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 19 Desember 2014 (Inikah Jalan Pintas yang Sah?)

Kang Maman Inikah Jalan Pintas yang Sah?

Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Karenanya, menuntut ilmu itu wajib. Dan pada umumnya setelah menuntut ilmu, seseorang mendapatkan gelar sarjana dan selembar ijazah.

Dari hasil diskusi, ternyata sejalan dengan pernyataan seorang pengamat perilaku: Ijazah dan gelar saat ini sudah mengalami pergeseran makna; dari makna sebagai manifestasi kualitas kepandaian pemilik, menjadi sekadar manifestasi tanda kelulusan, menjadi manifestasi status sosial, feodalisme modern, dan manifestasi narsisme. Ditandai dengan dijentrengnya deretan-deretan gelar di semua tempat; dari kartu nama, brosur, spanduk, baliho, koran, blog, website, Twitter, KTP, SIM, di mana saja.

Saya justru melihat Pak Aggi, 12 gelar, tidak ada satu pun yang dia pasang. Itu contoh saja, misalnya.

Kemudian, juga ada yang bergeser menjadi manifestasi egosentrime dan ngeyelisme; punya gelar sarjana, sudah merasa paling pintar dan benar sendiri. Lalu, manifestasi tumpulnya logika dan kebodohan permanen.

Bayangkan, sebagai contoh, orang 'kan kalau sudah jenderal nggak usah lagi nulis gelar ‘letnan’, ‘kapten’, ‘mayor’, ‘brigjen’ di belakangnya. Tapi banyak orang yang gelar-gelar di bawahnya tetap dipajang walaupun sudah punya gelar yang paling tinggi.

Dan yang paling parah, ijazah menjadi manifestasi psikopat karena pemilik ijazah bukannya makin berilmu, tapi malah mengalami kelainan kepribadian; suka bohong, manipulatif, berhati tumpul karena ijazahnya tidak sesuai kemampuannya. Dan salah satu dari golongan ini adalah pelaku pembeli gelar dan ijazah palsu.

Orang biasa, melupakan Tuhan di tengah tumpukan gelar dan ijazah-ijazahnya. Dan orang luar biasa, akan menemukan Tuhan di tengah tumpukan-tumpukan ilmunya.

Jadi, kata kunci malam ini, ingat: Ijazahmu, kemampuanmu, raih dengan jalan pintar, bukan dengan jalan pintas. Kalau ijazahmu saja hasil beli dan palsu, kemampuan dan kualitas nuranimu palsu, dan di mana pun kamu saat ini dan di posisi mana pun kamu saat ini, hanya satu gelar yang berhak kamu pasang: PENIPU! (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 18 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 Desember 2014 ('90-an)

Kang Maman '90-an

Inilah gaya ABG [anak baru gede] '90-an:

Sepatu Docmart [Dok Mart]; jam tangan G-Shock; Korban Celana Bergaris [KCB] merek MAMBO; cowoknya motong rambut belah tengah ala Andy Lau atau Jimmy Lin, atau jambul ala Tintin, dan yang perempuan ala Demi Moore.

Main Ding-Dong pake koin; istirahat sekolah main gimbot—yang diikat pake aki yang mainnya sambil jongkok; ngoleksi kartu basket, kartu Dragon Ball; main Tamiya; ngemil Anak Mas, Coklat Superman, Choki-Choki, Coklat Ayam, permen karet Yosan; makan Jagoan Neon biar lidahnya berwarna; dan ngumpulin Tazos.

Nggak pernah ngelewatinSi Doel Anak Sekolahan”; pake kacamata 3D nontonLika-Liku Laki-Laki” dan “Gara-Gara”; nonton serial abad 21: Tersanjung, Bella Vista, Noktah Merah Perkawinan, Si Komo, Knight Rider, MacGayver, Beverly Hills, Melrose Place, dan Friends; mantengin: Kuis Rahasia Keluarga bersama Iszur Muchtar, Tak-Tik Boom [bersama] Dede Yusuf, Apa Ini Apa Itu bareng Jefri Woworuntu, Piramida [bersama] Roni Sianturi, Kata Berkait [bersama] Nico Siahaan, dan berusaha nelpon Jari-Jari [baca: jare jareeee] bersama Om Pepeng.

Bintang ciliknya: Bondan Prakoso, Enno Lerian, Maissy, Chiquita Meidy, Cindy Cenora, Trio Kwek-Kwek, dan Agnes Monica.

Kalimat paling sering diucapkan ABG-nya: EGePe [emang gue pikirin], au aaah elaaaap, dan suka ganggu penjaga pintu tol [dengan ngomong], “Xon-Ce-nya mana?”

Dan idola anak muda di dunia musik: Coboy, Cool Color, ME, dan P-Project.

Dan yang ditunggu-tunggu tiap malam Minggu: Spontan... Uhuuuuyyy... Komeng. 

Itulah sekilas tahun '90-an, dan yang pasti, belajarlah dari teman-teman P-Project dan Project Pop; waktu boleh berlalu, kebersamaan tidak ikut berlalu. Tertuang dalam lirik Project Pop:

“...
Ketika kesepian menyerang diriku
Gak enak badan, resah tak menentu
Ku tahu satu cara sembuhkan diriku
Ingat teman-temanku
...”

Indahnya persahabatan bila dibina dengan hati, bukan dengan belati. (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 17 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 Desember 2014 (Mengatasi Masalah Tanpa Emosi)

Kang Maman Mengatasi Masalah Tanpa Emosi (Anger Management)

Dikisahkan, seorang bijak dihina, namun tetap senyum dan tenang, tidak atau sedikit pun ia menjawab atau balas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan penghinanya.

Ketika sahabat-sahabatnya bertanya, “Ya, Guru, kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina? Malah sebaliknya, menjawab dengan kebaikan dan senyum?”

Sang guru menjawab, “Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan keburukan. Dan kalau yang kita memiliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia.”

Jadi, jika J. B. Watson menyebut emosi itu ada 3 jenis; amarah, ketakutan, dan cinta, maka jika ingin melihat dunia dan sekelilingmu damai penuh cinta, kendalikan emosi angkara murkamu, gunakan emosi takutmu untuk berbuat jahat, dan nafkahkan serta tebarkan emosi cintamu di bumi ini kepada sesama. Maka kamu akan menuai kata-kata dan sifat mulia, yang akan membuat hidupmu lebih indah, dan tidak tergerus angkara murka yang menenggelamkan diri. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 16 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 16 Desember 2014 (Fenomena Batu Akik)

Kang Maman Fenomena Batu Akik

Indonesia adalah pasar batu permata terbesar di dunia setelah Tiongkok. Sekaligus produsen berbagai batu permata terbaik dunia, yang potensinya belum tergarap dengan optimal.

Potensi pasar dan industri batu permata di Indonesia mencapai triliunan rupiah per tahun. Di Indonesia saja, berdasarkan survei Indonesian Gemstone, terdapat 12 juta pencinta batu permata yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan, banyak batu mulia Indonesia yang sudah menembus pasar internasional; karena warna, kemilau, kejernihan, dan dimensinya sangat bagus.

Alhasil, di Jepang, misalnya, batu mulia Kalimaya Black Opal dari Banten, dijadikan sebagai mahar perkawinan. Dan tokoh-tokoh ternama, banyak yang mengenakan batu asli Indonesia, di antaranya: Pangeran Charles menggunakan batu Agate Panca Warna, yang dikenal dengan sebutan ‘garut edong’, asal Garut, Jawa Barat. Presiden Barack Obama menggunakan batu Bacan Doko dari Maluku, dan mantan presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono, yang punya batu Sungai Dareh dari Solok Selatan, Sumatera Barat.

Jadi, semoga batu permata dan batu akik Indonesia semakin mendunia, dan potensi pasarnya semakin besar. Dan di balik semua itu, di tubuhmu boleh bertaburan permata, tetapi jangan pernah lupa untuk tetap menjadi permata keluarga, yang membuat orang-orang di sekitarmu bahagia.

Di jarimu boleh terselip batu mulia, tapi jangan pernah lupa untuk selalu berhati mulia.

Dan satu terakhir, seperti tadi dikatakan Cak Lontong, “Mengapa batu akik dan permata tidak ada yang murah? Karena dijual mahal.” Jadi, teringat ajaran lama:

Setia itu mahal, karenanya tidak dimiliki oleh orang yang murahan. (Maman Suherman)
Share:

Jumat, 12 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 12 Desember 2014 (Road to 13th Karya Gemilang Trans Media)

Kang Maman Road to 13th Karya Gemilang Trans Media

Bekerja bersama, bahu membahu antara sosok-sosok hebat di belakang layar, dengan para komedian dan panelis di depan layar, adalah kata kunci lahirnya sebuah karya kreatif.

13 tahun ‘karya gemilang’ Trans Media pun terwujud dan tersaji tiga hari lagi. Trans Media, teruslah berbagi, selamat menjalankan “ibadah” menghibur, menginformasikan, membagi cahaya pengetahuan yang sehat, mencerahkan, mencerdaskan, dan memperkaya raga, batin dan alam pikir pemirsa. Juga mencerahkan, mencerdaskan, dan memperkaya raga, batin dan alam pikir seluruh orang-orang yang telah bekerja keras di belakang layar, bahu membahu bersamamu. Teruslah bermakna untuk orang lain karena itulah inti dari kebagahiaan, jauh melampaui sekadar menyenangkan diri semata.

Terinspirasi puisi “Dalam Doaku” – Sapardi Djoko Damono, kami dari keluarga besar Indonesia Lawak Klub, mempersembahkan bait ini:

Kami mencintaimu, Trans Media
Itu sebabnya kami takkan pernah selesai mendoakan kesuksesanmu
Selamat ulang tahun ke-13 Trans Media
Teruslah memberikan karya-karya gemilangmu!

(Maman Suherman)
Share:

Kamis, 11 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 Desember 2014 (Pantai atau Gunung?)

Kang Maman Pantai atau Gunung?

Hari ini, 11 Desember, adalah “Hari Gunung Sedunia”. Dan alam terkembang menjadi guru. Benar kata Kang Denny, “Jika ingin tahu lebih jelas sifat asli orang-orang, ajaklah mendaki gunung.” Di atas sana, tak ada yang bisa sembunyikan karakter aslinya; jika egois akan egois, penakut akan banyak diam, pengeluh akan berhenti berkeluh kesah sepanjang perjalanan.

Dari situlah kita akan semakin tahu kekurangan dan kelebihan diri masing-masing, dan kemudian bisa saling introspeksi diri.

Mendaki, tak jauh beda dengan kehidupan. Lewati tanjakan terjal yang bisa bikin menyerah, berhati-hati susuri tepi jurang jika tak hendak terpeleset. Dan jika terpeleset, mampukah melanjutkan perjalan? Atau, memilih mundur dan turun untuk selanjutnya pulang? Atau, berhenti untuk sejenak melepas lelah dari perjalanan panjang?

Sesekali kita butuh orang lain untuk berpegangan tangan saat lewat titian. Bahkan, harus percayakan nyawa kepada teman ketika perlu memanjat bagian tebing curam.

Menatap lautan juga penuh dengan filosofi hidup. Seperti kata Riani, “Laut dipisahkan pasir yang meredam air laut.” Apa pun kejadian di laut, laut tak akan menggempur daratan, kecuali bencana sebesar tsunami. Yang bermakna: Sebisa apa pun yang terjadi dengan kita, jangan sampai membuat orang lain mengalami dampak negatifnya. Tetap melakukan dan berbuat yang terbaik tanpa ada yang harus tersakiti, terzalimi, dan teraniaya.

Laut juga mampu tanggulangi sampah yang menyesakinya; dengan dihempaskan ke pantai, atau memendamya di kedalaman sehingga menjadi sedimen. Begitu juga kehidupan. Ada hal yang harus kita lakukan, dan ada hal yang harus kita pendam; supaya tidak keluar ke mana-mana supaya tidak menjadi fitnah atau sejenisnya.

Laut, punya lapisan yang berbeda-beda pada kedalaman-kedalamannya. Tetapi dia tetap laut. Kita boleh berbeda satu sama lain, tapi kita harus tetap bersatu padu.

Bumi, sangat dipengaruhi laut. Tapi laut tidak memengaruhi dirinya, dan makhluk di dalamnya juga tetap menjaga dirinya masing-masing tanpa harus dipengaruhi oleh air laut. Lihat ikan laut; walau airnya asin, rasanya tetap tawar. Artinya, walau di belahan mana pun berada, kita harus tetap menjadi diri sendiri yang bijak dan mampu membuat perubahan yang baik untuk sekeliling.

Dan filosofi tertinggi, sendiri di puncak bukit atau sendiri di tengah samudra, semakin meyakinkan kita bahwa sungguh kita teramat kecil. Ibarat sebutir pasir di pegunungan; sebulir air di samudra, tak pantas untuk pongah.

Sekali lagi, laut atau gunung? Asam di gunung, garam di laut, bertemu dalam belanga. Kamu suka gunung, aku suka laut, mari bersatu dalam “bejana cinta”. Cinta alam, cinta sesama, adalah wujud mencintai kehidupan. (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 10 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 Desember 2014 (Warisan)

Kang Maman Warisan

Siapa tak mau dapatkan warisan? Tetapi Ust. Subki tadi sudah ingatkan, “Agar warisan berkah, ikuti aturannya; ikuti hukum dan syariatnya.” Karena jika tidak, di dalam kata ‘warisan’ ada penggal kata ‘war’. War (perang).

Dan, ‘warisan’ jika diucapkan sekilas, terdengar seperti tangisan. Karena warisan, kerap sekali berujung pada perang saudara, antar-anggota keluarga, perpecahan kerabat, dan tak jarang bahkan saling bunuh dan berakhir dengan tangis penyesalan.

Teringat, suatu hari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pergi ke pasar, dilihat orang-orang asyik masuk tenggelam dalam aktivitas bisnis. Ia ingin ingatkan agar tidak terjebak. Lalu ia berkata, “Wahai penghuni pasar, alangkah lemahnya kalian.”

Orang-orang pasar bertanya, “Apa maksudmu, wahai Abu Hurairah?”

“Itu, warisan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa sallam] sedang dibagikan, sementara kalian di sini. Mengapa kalian tidak pergi ke sana untuk mengambil jatah kalian?”

“Di mana?” tanya orang-orang.

Abu Hurairah menjawab, “Di masjid.”

Orang-orang itu pun lari bergegas ke masjid, dan Abu Hurairah menjaga di tempat. Tapi tidak lama, orang-orang itu kembali lagi.

“Ada apa dengan kalian?”

Mereka menjawab, “Wahai Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, kami masuk ke dalamnya, tapi tidak ada yang dibagi.”

“Apa kalian melihat orang-orang di masjid?”

“Ya, kami lihat. Mereka sedang salat, mereka sedang membaca Al-Qur’an, dan mempelajari apa itu halal haram.”

Abu Hurairah menjawab, “Celaka kalian, itulah warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

***

Kata Fitrop [Fitri Tropica], “Harta membutakan mata, tapi ilmu membukakan pikiran.”

Jadi, warisan teragung bukan harta segunung, tapi ilmu yang bermanfaat, keluhuran budi, dan akhlak yang mulia. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 09 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 9 Desember 2014 (Fengshui, Logis atau Mistis?)

Kang Maman Fengsui, Logis atau Mistis?

Pertanyaan paling mendasar: “Mistis atau logis?”

Saya teringat pada film animasi Avatar the Legend of Aang, yang berbasis budaya dan kearifan timur, tentang peradaban yang dibentuk oleh empat bangsa: Suku Air, Negara Api, Kerajaan Bumi, dan Pengembara Udara. Dan masing-masing memiliki ‘bender’ atau ‘pengendali’, yang mampu mengendalikan unsur alam. Inilah yang dikenal sebagai empat elemen alam: Air, api, bumi, dan udara.

Kembali ke pertanyaan, “mistis atau logis?”

Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dan pengobatan kuno di Yunani, keempat elemen ini juga dikenal mewakili realitas di alam semesta. Empedocles, seorang filsuf, menyebutnya sebagai empat akar; empat dasar. Hipokrates, bapak kedokteran menggunakan empat elemen untuk pengobatan, yaitu teori bahwa penyakit timbul akibat ketidakseimbangan empat cairan dalam tubuh yang dikenal sebagai ‘humorism’. Aristoteles, menjelaskan empat elemen ini dalam buku “Physics”. Elemen udara memiliki arti: basah dan panas; api: panas dan kering; air itu: dingin dan basah; dan bumi yang berarti: kering dan dingin. Dan Archimedes, menambahkannya dengan elemen ke lima: ‘ether’ atau ‘esensi’.

Jadi, mistis atau ilmiah, kembali kepada Anda. Bukan mempercayainya, tapi kata Erwin Yap, “Bagaimana mengaplikasikannya.” Dan yang pasti, dengan memiliki kemampuan mengendalikan empat elemen alam saja; dengan berilmu tinggi, tidaklah cukup bila tidak memiliki elemen ke lima: aether, yang sangat esensial, yaitu harkat kemanusiaan kita, kemampuan mengendalikan diri, dan keluhuran budi pekerti.

Jadi, menguasai ilmu apa pun tidak cukup, tanpa keluhuran budi, ketundukan, dan ketaatan kepada Sang Maha Luhur.

Kembali ke fengsui, tegas di awal ditekankan: “ITU BUKAN KEPERCAYAAN,” jadi, tidak untuk dipercayakan. Tetapi jika ingin mengaplikasikannya sebagai ilmu, silakan! (Maman Suherman)
Share:

Senin, 08 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 8 Desember 2014 (Kenangan Masa Kecil)

Kang Maman Kenangan Masa Kecil

Jutaan cerita tercipta dalam kenangan kita sejak kecil. Cerita membahagiakan, menyakitkan, memalukan, menginspirasi, sampai perjuangan hidup. Seperti lirik lagu Iwan Fals yang tadi dinyanyikan oleh teman-teman – “Sore Tugu Pancoran”, tentang si Budi kecil penjaja koran sore.

Dari cerita-cerita tersebut, kita belajar sehingga kita bisa menulis cerita lain di kemudian hari. Saat kecil, kita belajar banyak hal yang bisa menjadikan kita sekuat sekarang, dan kita mendapatkan butir kebijaksanaan. Jika masa kecilmu pahit, maka jadikan ia alasan untuk memaniskan masa depanmu. Dan jika masa kecilmu manis, jadikan ia alasan untuk menikmati rasa yang sama sekarang dan selamanya.

Juga, masa kecil menjadi masa yang indah. Karena apa? Karena kita terus fokus dalam mencari hal yang menyenangkan. Lihat teman-teman tadi ketika memaparkan masa kecilnya, yang dicari selalu hal yang menyenangkan. Dan jika ingin temukan hal yang menyenangkan, fokuslah dalam mencari hal yang menyenangkan, dan kata kuncinya selalu cuma satu: bahagia.

Dan, bahagia itu sebenarnya sederhana, seperti yang sudah biasa kita lakukan di masa kecil; menikmati kehidupan, mensyukuri apa pun yang diberi. Seperti dalam lirik lagu di awal acara ini, “Waktu ku kecil, hidupku amatlah senang.” Karena apa? Semata-mata karena “dipangku dan dipeluk, serta dicium-cium, dimanjakan” oleh ibu dan bapak kita. Bukan memangku, memeluk, atau mencium mobil mewah atau harta segunung kita.

Dan terakhir, sekali-kali kembalilah bertualang ke dalam masa kecilmu, siapa tahu kamu akan temukan “harta karun” yang pernah terkubur di suatu tempat rahasia dalam kenanganmu. Dan tempat rahasia itu kodenya cuma dua: Kasih ibu dan cinta bapak. (Maman Suherman)

***

“Kenanglah yang mengirimu tumbuh menjadi dewasa, maka kamu akan selalu menghargai setiap hal sederhana yang terdapat di dalam dirimu.” – Kang Denny (Denny Chandra)
Share:

Jumat, 05 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 5 Desember 2014 (Kerja Keras atau Kerja Cerdas?)

Kang Maman – Kerja Keras atau Kerja Cerdas?

Orang yang workaholic adalah orang yang kehidupannya direnggut oleh pekerjaannya. Bahkan, waktu senggangnya pun dihabiskan untuk kantor sampai abai diri sendiri, keluarga, dan teman—yang dalam bahasa Fitrop [Fitri Tropica], “Seperti orang yang kalau tidak bekerja dan tidak ada duit, kayak orang yang mau mati saja.”

Bekerja keras tidak apa-apa asal seimbang, ikhlas, tuntas, dan cerdas—seperti kata Pak Ronal—dan tak terlindas semata oleh urusan office (atau kantor). Karena hidup ini ibarat bermain akrobat, di mana setiap orang mengalunkan ke udara 4 buah bola; bola pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan sahabat.

Kita harus menjaga agar keempat bola itu tetap di udara dan tak boleh jatuh. Tetapi suatu saat jika situasi mengharuskan melepaskan salah satu di antaranya, maka lepaslah bola pekerjaan karena pekerjaan hanyalah bola karet. Kalau ia jatuh, ia masih akan melambung dan memantul lagi; pekerjaan dan uang masih bisa dicari kembali. Tapi kalau menjatuhkan bola lain: keluarga, kesehatan, atau sahabat, akan fatal akibatnya karena ketiganya adalah bola kaca, yang sekali jatuh hancur berantakan.

Jadi, ingat, demi uang dan kerja, gila kerja—kata Cak Lontong—keluarga bisa terkorbankan, kesehatan terabaikan, sahabat terlupakan. Yang sekali hilang hancur berantakan, susah dibentuk kembali.

Jadi, jaga prioritas hidup di atas segala-galanya, persis seperti paduan Jarwo quotes dan pernyataan Pak Ronal, “Daripada workaholic, lebih baik work to holic; seimbang; tuntas; ikhlas; cerdas, yang diridai-Nya sebagai tabungan untuk kehidupan yang lebih panjang dan abadi.” Bukan seperti diungkapkan Fitrop dan Kang Denny, “Semata tabungan untuk biaya rumah sakit.” (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 04 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 4 Desember 2014 (Peraturan Baru untuk PNS)

Kang Maman – Peraturan Baru untuk PNS

Kata kunci sebenarnya: “Makanlah apa yang menjadi hakmu. Jangan masukkan ke dalam kantongmu atau ke dalam perutmu, apa pun yang bukan hakmu”—siapa pun kamu, PNS atau bukan.

Soal penegakan aturan, negeri ini dikenal sebagai pemilik dan pembuat peraturan yang teramat banyak dan baik-baik, masalahnya pada penerapannya. Jika ada yang berniat mau melaksanakan peraturan dengan baik, kita dukung. Jika cuma lips service, kita ingatkan, kritisi, bahkan jewer kalau tak dijalankan atau hanya sekadar pencitraan. Dan jika dilanggar, kita mesti tegas untuk memintanya dibawa ke jalur hukum.

Pagi ini, koran-koran memberitakan tentang tujuh PNS di lingkup pemerintahan Sulawesi Tenggara yang dipecat secara tidak hormat karena telah melakukan kesalahan yang tidak dapat ditoleransi. Enam diturunkan pangkat, satu pemberhentian sementara, satu lagi pembebasan jabatan. Itu contohnya.

Tetapi di balik fenomena itu, kami sangat percaya, masih banyak PNS yang baik. Sebagaimana saya juga percaya, kita juga percaya, ada usahawan atau non-PNS yang culas. Dan, prinsipnya sama: “Kebaikan di mana saja akan berbuah kebaikan, kejahatan akan berbuah kejahatan.” Dan terhadap berbagai peraturan, percayalah, niat baik tidak pernah bisa dikalahkan oleh niat jahat. Ujiannya cuma satu: kesabaran.

Dan terakhir, untuk sahabat-sahabat kami para PNS, yang diakhir 2013 berjumlah 4.467.982 orang: Jadilah abdi negara panutan, jangan jadi beban! (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 03 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 Desember 2014 (Munas, Gubernur Tandingan, dan Asisten Rumah Tangga)

Kang Maman – Munas, Gubernur Tandingan, dan Asisten Rumah Tangga

Di Indonesia Lawak Klub, tema dimungkinkan diganti. Itulah seni kemungkinan.

Politik adalah seni kemungkinan-kemungkinan. Dalam politik, tidak ada yang tidak mungkin, semua serba mungkin. Teman separtai; seiring; sejalan kemarin, hari ini bisa menjadi musuh bebuyutan. Lawan beda partai dan ideologi, bisa menjadi teman berpegangan tangan dan berpelukan karena satu hal. Sesuatu yang kata orang “tak ada yang abadi”, tetapi di politik, ada keabadian itu: kepentingan.

Ideologi sekalipun bisa tenggelam oleh faktor kepentingan. Teringat Vรกclav Havel, seorang sastrawan yang pernah menjadi presiden Ceko. Dia mengatakan, ada tiga dorongan yang menjadikan seseorang berkeinginan kuat menggapai kekuasaan politik. Pertama: Dorongan ideologi, yang kerap cuma menjadi label dagangan politik belaka. Kedua: Dorongan cita-cita. Motivasi untuk membuat dunia lebih baik, yang kerap cuma muncul dalam spanduk, slogan-slogan kampanye, dan iklan-iklan politik. Serta dorongan ketiga: Oportunisme; menggapai berbagai keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan politik.

Dan dorongan ketiga inilah (oportunisme) untuk menggapai berbagai keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan, merupakan hal yang paling sering terlihat dilakukan oleh elite politik yang “dibungkus” dalam ideologi dan cita-cita. Itulah politik, seni kemungkinan. Dan, semuanya serba mungkin. Tandingan bisa jadi bandingan, bisa jadi tendangan, bisa jadi sandingan, bisa jadi bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.

Politik toh hanya soal kepentingan. Tapi ingat, jangan pernah lupakan kepentingan rakyat, mau mendengar keluhan rakyat (termasuk TKI, asisten rumah tangga), dan mencari solusinya. Atau kalau kalian abaikan mereka, maka mereka akan berjingkat, mengganggu mimpimu, dan tiba-tiba berteriak di depan hidung penguasa: LAWAN! 

Dan terakhir, ayo tetap ingat:

“Meski beda, kita tetap harus satu: Hanya dan untuk Indonesia tercinta.” (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 02 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 2 Desember 2014 (Operasi Zebra Jauhi Petaka)

Kang Maman Operasi Zebra Jauhi Petaka

Jalan raya selama ini telah membuat Malaikat Maut bekerja sangat keras. Bayangkan, kecelakaan lalu lintas di Indonesia menjadi pembunuh terbesar ketiga setelah jantung koroner dan TBC.

Dari catatan kepolisian, sebanyak 25.157 jiwa meninggal pada tahun 2013. Artinya, rata-rata korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas: 80 orang per hari, atau 4 orang per jam.

WHO mencatat, di dunia, 1,24 juta orang meninggal dan 50 juta jiwa mengalami luka dan cacat tetap setiap tahun karena kecelakaan lalu lintas—lebih banyak dari korban perang Teluk. Selama 8 tahun perang Teluk, “hanya” 150 ribu per tahun yang meninggal. Di jalan raya, 1,24 juta.

Karenanya, “Hadapi operazi zebra ini bukan dengan ketakutan” kata Ronal, “tapi justru dengan kegembiraan dan kebahagiaan.”

Bayangkan, saat operasi zebra 2013, bisa menekan angka kecelakaan sepeda motor hingga turun 28%. Dan, fatalitas kecelakaan turun 18% dibanding 14 hari sebelum ada operasi. Makanya tadi ada panelis yang bertanya, “Kenapa tidak tiap hari saja karena itu bisa mencegah dan membuat kecelakaan menjadi berkurang?”

Teringat penggal puisi “Kerendahan Hati” – Taufik Ismail:

“...
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil
Tetapi jalan setapak yang
membawa orang ke mata air

Tidaklah semua orang menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya....

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....

Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri.”

Termasuk menjadi pengguna jalan yang sebaik-baiknya, yang membawa orang ke mata air kehidupan yang teratur dan taat hukum. Bukan malah melanggar hukum, apalagi sampai membuat orang lain cacat dan kehilangan nyawa sehinga keluarga berurai air mata duka.

Pak polisi, selamat melaksanakan operasi zebra, dan ingat: Kesadaran kita, keselamatan semua. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 01 Desember 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 1 Desember 2014 (Mak Comblang Penyalur Kasih Sayang)

Kang Maman Mak Comblang Penyalur Kasih Sayang

Menikah itu ibadah. Dan mengawinkan orang-orang yang sendirian di antara kamu, adalah sesuatu yang baik karena melempangkan jalan orang untuk beribadah. Jadi, sekali lagi, mak comblang itu baik, dan juga ada dalam beberapa kebudayaan kita—termasuk dalam kebudayaan Betawi, misalnya, yang dijalankan oleh ‘encang’ dan ‘encing’ dari si pemuda yang sedang mencari jodoh, yang betugas ngedelengin atau memperkenalkan pemuda dan pemudi yang saling taksir, dan bertugas menggantungkan sepasang ikan bandeng di depan rumah seorang gadis bila si gadis itu ada yang naksir.

Asalkan, seperti disinggung Bianca, “Mencomblang itu harus sesuai syariat, bukan dengan tujuan memperjualbelikan cinta.” Karena pada hakikatnya cinta itu indah; karunia Sang Maha Indah; paduan ketulusan dan keihklasan yang diharapkan bermuara dalam sebuah ikrar suci.

Dan, seperti diingatkan Fitri Tropica tadi, “Mak comblang yang terbaik adalah Sang Maha Pengatur.” Jika jodohmu tidak juga datang-datang; jika jodohmu belum juga mendekat, bertanyalah ke hatimu: Apakah kamu sudah dekat dengan Sang Maha Pengatur, lewat doa-doa yang kau panjatkan kepada-Nya?

Tetapi jika jodohmu sudah dipertemukan-Nya, pernikahan bukanlah akhir, justru adalah awal. Dan juga jangan lupa: Jika berdua tanpa keikhlasan; jika berdua cuma membuat luka, maka sendiri bertabur cinta dari keluarga dan sahabat, adalah pilihan yang tak kalah indahnya. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter