Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Minggu, 25 September 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 September 2016 (Artis dan Narkoba)

Kang Maman – Artis dan Narkoba

Dua kalimat. Yang pertama, Bajaj sudah menyinggung.

Data membuktikan, di Indonesia, November 2015, ada 5,9 juta orang Indonesia yang menjadi penyalahguna narkoba. Dan setiap hari, ada 33 orang tewas karena penyalahgunaan narkoba.

Jadi kalau masih tertangkap, Kang Denny, Mas Polo, tegas mengatakan, itu masih beruntung, karena itu cara Dia untuk menyelamatkan kita dari kemungkinan yang lebih mengenaskan: tewas! [segmen 2]

***

[Tetes air mata
mengalir di sela derai tawa
Selamanya kita
tak akan berhenti mengejar ... matahari]

Mengejar Matahari” menyiratkan pesan, mengajak kita untuk terus mengejar cahaya. Tapi bagaimana hendak mengejar matahari, bagaimana hendak menjadi cahaya kalau setiap hari mengalami dampak depresan narkoba?

Tidur sampai tak sadar. Beler sampai teler. Hidup hanya penuh halusinasi; tak ada yang dilihat tapi mengaku ada yang tampak. Kala ada yang tampak, justru merasa tak ada yang terlihat. Otak rusak, kulit keriput, kusut lebih cepat, rugikan negara triliunan rupiah, dan tewas sia-sia karena menyalahgunakan narkoba.

Jadi, seperti yang ditegaskan bapak presiden kita, Pak Jokowi: Tidak ada pilihan lain, PERANG TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA!

Jika kau cinta pada kehidupan, apa pun profesimu (bukan cuma artis), katakan tidak pada penyalahgunaan narkoba!

Narkoba: Neraka KOk coba-coBA?

Beri pelukan, bukan obat-obatan! (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 24 September 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 September 2016 (Kakeksiana)

Kang Maman - Kakeksiana

Mari belajar dari Pak Didi:
Boleh gagap teknologi, tapi tidak gagap moral. Tetap cari nafkah halal meski usia tak muda lagi. Ini berkaitan dengan segmen 1 tadi.

Ada pesan moral yang sederhana tapi sungguh indah dari Pak Kirun:
Jangan rakus! Kalau rakus, semua dimakan—aspal, pasir, tanah, gula, kecil-besar dijaring seperti kapal pukat harimau—maka jangankan usia, karier pun bisa pendek.

Jadi, untuk go to paradise, kata kuncinya satu: halal. [segmen 2]

***

Teringat Charlie Chaplin, maestro komedi dunia di era film bisu yang wafat di umur 88 tahun, dan pernah dua kali berbulan madu ke Hindia Belanda—ke Grand Hotel Ngamplang di Cilawu, Garut, tahun '27; dan '35 di Homann, Bandung.

Di usia 54, dia menikahi Una yang beda 37 tahun darinya, dan dikaruniai 8 anak. Berlangsung lama dan bahagia. Dia cuman bilang satu: “Cinta sudah cukup untuk melakukan semuanya.” Tapi ingat satu pesan Bang Komeng: “Setop pernikahan anak di bawah umur.” [segmen 4]

***

Hidup sungguh sangat melelahkan, sia-sia, dan menjemukan bila hanya menguras pikiran untuk mengurus “bungkus” semata dan mengabaikan “isi”. Maka bedakanlah keduanya;

Rumah yang indah hanya bungkusnya, keluarga bahagia itulah isinya.

Pesta pernikahan hanya bungkusnya, cinta kasih, pengertian, dan tanggung jawab itulah isinya.

Buku hanya bungkusnya, pengetahuan, itulah isinya.

Jabatan hanya bungkusnya, pengabdian dan pelayanan, itulah isinya.

Pergi ke tempat ibadah itu bungkusnya, menjalankan ajaran agama, itu isinya.

Dan usia itu hanya bungkus, keberkahan dan bahagia itu isinya.

Jadi, jangan cuma minta panjang umur, tetapi lebih baik minta usia yang penuh berkah. Utamakanlah isinya, namun rawatlah bungkusnya. (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 18 September 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 September 2016 (Dangdut Masa Kini dan Masa Lalu)

Kang Maman – Dangdut Masa Kini dan Masa Lalu

Yang pertama, dangdut itu bukan jiplakan musik asing. Ia mengalami proses ATM+I (amati, tiru, modifikasi, dan inovasi). Menggabungkan unsur Hindustani, Melayu, dan Arab, yang bercirikan dentaman tabla yang bisa diganti ketipung dan gendang.

Dangdut itu penyebutannya merupakan onomatope—istilahnya. Onomatope dari suara tabla yang didominasi bunyi “dang-dut-dang-dut” tetapi tidak statis—seperti kata Jenita Janet dan Kristina. Mampu berkembang menjadi bermacam-macam genre karena perkawinan dengan warna musik lain.

Yang kedua, siapa bilang lirik lagu dangdut itu jelek? Coba dengar apa yang terpesankan dari lagunya Jaja Mihardja: Cinta itu harus suci, harus setia; tidak boleh seperti sabun mandi, yang makin dipakai makin tak wangi. [segmen 2]

***

Dangdut dulu dan dangdut sekarang bukan dua kutub yang bertentangan. Tapi satu kesatuan yang bersambungan, demikian pula dengan dangdut dan dangdutan. Prestasi telah menembus dunia. Disiplin yang utama, kata Mang Jaja, dan sensasi cuma selingan.

Jadi, mari nikmati goyangan, yuk ajojingan, tapi jangan sambil mabuk dan mudah ngamuk kalau senggolan. Karena seni dan seniman, senang dan cinta damai.

Terakhir, ingat:
Musik dangdut bukan musik kampungan, tapi musik jempolan. Buktinya, begitu tabla, ketipung dan gendang dientak, seruling mengalun, penyanyi bergoyang, jempol siapa pun otomatis bergoyang.

Jadi, dangdut dan dangdutan, sungguh jempolan. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 17 September 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 September 2016 (Problematika Anak Sekolah)

Kang Maman – Problematika Anak Sekolah

Apa yang diakui secara jujur oleh Cici Panda, sejalan dengan hasil penelitian di Inggris dan di Amerika Serikat oleh Wilson, Snyder dan Sickmund. Karena mengalami trauma kekerasan di rumahnya, anak pun terbiasa mengembangkan cara pandang yang salah bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar dan benar.

Orang tua yang bersumbu pendek, akan membuat anak menganggap: memiliki sumbu pendek, mudah meledak, mudah marah—bahkan kepada guru sendiri—adalah sebuah kewajaran.

Jadi, kata kuncinya: siapa sebenarnya yang salah? [segmen 1]

***

Kalau menyimak Undang-Undang Sisdiknas [Nomor] 20 [Tahun] 2003, ada 2 poin yang menarik. Bahwa hukuman itu boleh kok di sekolah, dengan syarat satu: hukuman itu untuk mendisiplinkan, bukan untuk menyakitkan. Itu kata kunci yang pertama.

Kata kunci yang kedua, hukuman terbaik bagi siswa adalah—yang diucapkan Cipan: suri tauladan. Karena TERDIDIK ITU BERADAB, TIDAK BIADAB. [segmen 2]

***

Ada pro kontra soal full day, tapi tersirat: Jangan sampai orang tua yang gagal menjalankan kewajiban, lalu murid dan guru dipenjara lebih lama di sekolah. Apalagi kondisi dan fasilitas sekolah kita belum sama, terlalu bias kota—tadi diistilahkan dengan kalimat “international school”.

Dan kalimat istri Kang Denny menarik:
Rumah adalah sekolah pertama; orang tua adalah guru utama.

Jadi, daripada full day school, lebih baik full day cinta. Anak mendapatkan kearifan di sekolah, mendapatkan kasih sayang di rumah, dan menemukan pengalaman berharga di masyarakat.

Soleh Solihun menutup:
Jangan diwajibkan, biarkan orang bebas memilih mau full day atau tidak. [segmen 4]

***

Sekolah jangan jadi beban, tapi jadikan tempat berbagi pengetahuan yang menyenangkan sekaligus membahagiakan. Karena aku tahu maka aku bahagia. Pengetahuan itu membahagiakan, tidak membebankan, dan tidak menderitakan.

Dan harus diingat, pada setiap kenakalan anak (mohon maaf), lokasi perbaikannya sesungguhnya bukan pada anak, melainkan pada orang tua si anak.

Karenanya, kata Soleh Solihun dan juga Pak Marwoto:
Ing ngarso sung tulodo; suri tauladan adalah kunci. (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 11 September 2016

Selamat Hari Raya Iduladha 1437 H

“Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Hajj : 37)

Selamat hari raya Iduladha 1437 H/2016 M, mudah-mudahan kita menjadi hamba yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Aamiin, yaa Rabbal alamin.. :)

#semoga
Share:

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 September 2016 (Fenomena Dunia)

Kang Maman – Fenomena Dunia

Sekitar [tahun] 600 SM, Pythagoras mengatakan bumi itu bulat. Kala itu pendapatnya terdengar konyol, tapi menjadi langkah pertama yang membuat manusia lebih memahami bumi.

Pendapat ini kemudian terus dipahami berabad-abad lamanya. Sampai pada tahun 1800-an, Samuel Rowbotham mengembalikan pendapat lama; pendapat sejumlah filsuf pra-Socrates bahwa bumi itu sebenarnya datar. Dan hebatnya, diterima oleh sejumlah orang hingga muncullah Flat Earth Society di internet (semacam perkumpulan orang-orang yang percaya bahwa bumi itu datar). Sejumlah klaim mereka ungkapkan tentang “fakta” bahwa bumi itu datar dan selama ini manusia telah dibohongi.

Apakah bumi bulat (bundar) seperti bola dunia (globe) yang kita lihat selama ini di ruang-ruang belajar? Atau datar seperti yang diklaim oleh Flat Earth Society? Atau bulat pipih seperti yang diyakini sejumlah orang lainnya?

Kita tetap harus mengingat dan meyakini, karena juga sudah merasakannya sendiri setiap hari. Seperti tadi disinggung oleh Ratu Anandita dan tertuang dalam Al-Qur’an, misalnya, kalau kita buka ayat surah 39 ayat 5:

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan ....” Jadi, seperti berputar.

Dan ada tugas yang tak kalah penting yang harus kita laksanakan sebagai khalifah di atas bumi—apa pun bentuk bumi itu, yakni: pertama, memakmurkan bumi. Dan [kedua,] memelihara bumi dari upaya perusakan-perusakan (al-imarah dan ar-riayah).

Jadi, mau bundar, bulat pipih, elipsoid seperti telur, atau datar, atau bulat tapi terasa datar, nggak harus bertengkar sampai babak belur. Biarlah ilmuwan dan sains terus-menerus berupaya menguak kebenaran-Nya yang benar-benar benar, dan kita jangan bikin bumi menggelepar kotor.

Tapi, apa pun bentuknya, seperti kata Ronal:
“Puncak peradaban manusia adalah membuat bumi tetap subur dan makin makmur.” (Maman Suherman)
Share:

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 September 2016 (Mukidi, oooh Mukidi)

Kang Maman – Mukidi, oh Mukidi

Salah satu jokes Mukidi itu tentang ngerjain PR. Waktu ditanya sama guru, “Kenapa telat?”

“Saya dicopet, Bu.”

“Terus, kamu nggak apa-apa?”

Nggak apa-apa, Bu.”

“Apa yang hilang?”

Jawab Mukidi, “Buku PR, Bu.”

Ternyata, dari semua pembicara di segmen 1, adalah Mukidi-Mukidi itu sendiri. Jago ngeles semuanya. Semuanya jago twist.

Cuma mau ngingetin aja, The Science of Honesty Project melakukan penelitian mengatakan, orang yang suka ngeles memiliki gangguan kesehatan secara fisik tujuh kali lipat dibanding orang yang jujur. [Segmen 1]

***

Ujian itu untuk naik kelas. Jadi kalau menghadapi ujian, misalnya ada yang berpraduga buruk, jangan langsung jadi sumbu pendek, mudah ngamuk dan main labrak. Hadapi ujian sebagai sebuah cara untuk naik kelas—persis seperti Mukidi.

Dan sederhana—kata Ronal, kata Darto, kata Kang Denny:
“Berpikir positif akan menghasilkan sesuatu yang positif.” [Segmen 2]

***

Kesannya sederhana tapi Mukidi cerdas memilih gajah karena gajah adalah makhluk filosofis dan simbol perubahan. Contohnya patung Ganesa, selalu memegang buku, air suci di bagian depan, sementara tangan di bagian belakang selalu memegang kapak. Artinya, kita harus menghancurkan masa lalu.

Jadi, orang yang mau berubah, menurutnya, harus bersih hatinya—sebersih hati Mukidi yang cerdas sekaligus humoris. “Dan komedian itu,” kata Ronal, “haruslah sosok yang cerdas.” [Segmen 4]

***

Sosok humoris Mukidi, lahir di saat yang tepat. Di saat orang-orang butuh oase, tempat yang nyaman berair dan berpohon teduh, untuk sejenak berlari dari kejenuhan yang atas berbagai persoalan yang dihadapi, yang seolah tanpa ada jawaban dan solusi yang pasti.

Karena lahir di saat yang tepat, Mukidi langsung melejit. “Menjadi viral di internet,” kata Mas Marwoto. “Membuat masyarakat terpingkal-pingkal dan terhibur sehat,” kata Ronal.

Humor, sungguh sebuah cara sehat menghadapi situasi yang kurang sehat. Cara sehat mengolok-olok diri sendiri dan keadaan di sekitar diri tanpa mencederai hati. Dan Mukidi adalah: Muka Kita senDIri. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 03 September 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 September 2016 (Gaya Anak Zaman Sekarang)

Kang Maman – Gaya Anak Zaman Sekarang

Jika Gen X (yang berada di rentang usia 35 tahun ke atas) masih mau beli koran dan membaca secara urut dari depan ke belakang, Gen Y (yang berumur 16-35) dan Gen Z (yang berusia 6 hingga 16 tahun) sudah meninggalkan hal tersebut. Karena mereka sudah cukup search berita di ponsel pintarnya, dan membaca “hanya” yang mereka mau tahu.

Gen Y dan Z tak lagi butuh dan betah duduk di depan TV berlama-lama. Mereka lebih memilih nonton dari internet via YouTube atau TV streaming. Dan, Gen Y juga Gen Z, mulai mengancam eksistensi stasiun televisi cukup dengan kamera sederhananya dari kamar indekos. Membuat monolog-monolog lucu untuk diunggah ke YouTube dengan jutaan penontonnya, bisa bertahan lama dan menghasilkan uang.

Gen Y dan Z adalah generasi yang hidup dalam dunia aplikasi. Dari aplikasi transportasi, online tour dan travel, online delivery, online asuransi, perbankan, properti, sampai online musik, yang perlahan tapi pasti akan menggeser dan mengancam eksistensi semua agen-agen yang ada hingga toko penjual musik.

Gen Y dan Z adalah generasi multitasking; kreatif, energik, dengan pergaulan multinasional nan serba simpel.

Sebagai Gen X (orang tua mereka), tugas kita cuma satu: komunikasi, pahami, dan tut wuri handayani. Mengingatkan mereka semua bisa dipermudah oleh aplikasi. Tapi ada satu yang tak bisa diganti oleh aplikasi: hati.

Ingatkan untuk terus muliakan hati karena hidup itu bukan lomba lari, melainkan lomba berbagi. Yang paling berharga bukan seberapa cepat mewujudkan mimpi, tapi seberapa banyak manfaat yang bisa mereka berikan kepada orang lain saat mimpi itu terwujud.

Muliakan hati, karena secanggih apa pun aplikasi, tak akan bisa menggantikan hati nurani. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter