Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Selasa, 31 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 31 Mei 2016 (Beli vs Sewa)

Kang Maman Beli vs Sewa

Seperti halnya cinta yang sakral dan disahkan lewat pernikahan, perikatan jual beli, sewa menyewa, atau sewa beli yang baik mesti diawali dengan sebuah konsensus (kesepakatan, bukan keterpaksaan), yang kemudian berlanjut dengan akad atau ijab kabul. Dengan dasar, kedua belah pihak tak boleh saling merugikan dan tidak boleh ada unsur penipuan.

Hukum perikatan sewa atau beli ini juga harus menempatkan kedua pihak. Yang menjual dan yang membeli, yang menyewa dan yang menyewakan berada dalam posisi setara di muka hukum—tak ada yang lebih tinggi dan kuasa dari yang lain. Dan asas terakhir yang sangat penting bahkan ditekankan oleh agama: Semua perikatan sebisa mungkin tak cukup dilisankan, tapi harus dituliskan—sedekat apa pun hubungan si penjual dan si pembeli, si penyewa dan yang menyewakan. Karena tulisan lebih kuat persaksian dan pembuktiannya dibandingkan semata-mata omongan.

Lalu, menarik kata Dimas Beck yang pro sewa, “Bahkan cinta pun tak harus memiliki.” Atau kata Ronal, “Bagi banyak orang, bahkan seribu tak pernah cukup, meski tahu satu tak habis-habis. Jadi, sewa saja.”

Sebaliknya juga menarik apa kata Cak Lontong dan Dian Ayu yang pro membeli, “Dengan membeli, kita bisa menurunkan, mengalihkan, dan menghibahkan kepada orang lain atau anggota keluarga.”

Jadi, silakan pilih, keputusan di tangan Anda. Di balik semua itu, jual beli atau sewa menyewa juga seperti halnya cinta, bisa memutuskan silaturahmi jika di dalamnya terselip sebilah belati kecurangan yang melukai (bukan berdasarkan kejujuran hati). “Bohong itu sumber masalah,” tegas Dian Ayu.

Sebagai penutup, Kimau tadi mengatakan, “Kalau beli, bisa dijual dan disewakan kembali.” Sebaliknya, ingat, kalau sewa jangan diperjualbelikan.

Kang Denny tadi menekankan di akhir:
Dan sewa atau beli seperti halnya cinta; jangan jual diri, jangan paksakan hati. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 30 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 30 Mei 2016 (Hilangnya Dunia Anak)

Kang Maman Hilangnya Dunia Anak

Terima kasih, Enno, Joshua, yang telah mengisi masa kecil kami dan mengingatkan kembali tentang dunia anak dan indahnya masa anak-anak. Juga, terima kasih, Kafin Sulthan, yang telah mengingatkan kami semua tentang ajaibnya dunia dan masa anak-anak (tepuk tangan untuk mereka semua). Dan, mari sejenak menyimak kisah nyata ini.

Anak ini lahir kembar 14 tahun lalu dari pasangan sederhana (kuli upahan), Bapak Yakin dan Ibu Yanna. Oleh kedua orang tuanya ia diberi nama Yuyun dan kembarannya laki-laki diberi nama Yanna [Yayan]. Yuyun rajin salat dan rajin belajar untuk mewujudkan cita-citanya menjadi guru. Tak aneh, ia terus meraih juara sejak SD hingga SMP. “Hanya anak harta berharga kami, merekalah yang kuperjuangkan dalam hidup,” papar ibundanya.

2 April lalu sepulang sekolah, siswi kelas VIII SMPN 5 Satu Atap Padang Ulak Tanding Rejang Lebong Bengkulu tak kembali lagi ke rumahnya. Dua hari berselang, 4 April, tubuhnya ditemukan telah tewas membusuk. Rupanya sepulang sekolah saat melintas kebun karet seperti biasanya, ia dicegat 14 begundal mabuk, lalu memerkosanya beramai-ramai dan kemudian dibunuh dan dibuang ke dalam jurang. “Saya melihat tubuh anak saya, tangan dan kakinya terikat,” duka sang ayah tak tertahan.

Yuyun anak kita tak cuma kehilangan masa kecil, tak cuma kehilangan dunia anak-anaknya, tapi tubuhnya dihempas ke jurang dalam dan nyawanya pun direnggut dan dihilangkan. Yuyun, tak ada lagi binar bola matamu yang lebih kuasa ketimbang kata saat kau berujar, “Ibu, saya ingin menjadi guru.” Tak ada lagi Yuyun anak kita.

Selamat jalan, tidurlah, Nak, damailah dalam pelukan Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Kami keluarga besar Indonesia Lawak Klub malam ini menyampaikan duka terdalam, dan dari tempat ini mengajak semua pemirsa dan orang tua: 

SETOP KEKERASAN DALAM BENTUK APA PUN,
SETOP KEKERASAN SEKSUAL,
SETOP KEKERASAN TERHADAP ANAK,
DAN AJARKAN ANAK LAKI-LAKI KITA UNTUK TIDAK MEMERKOSA.

Negeri ini sudah masuk dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Setiap 2 jam, 3 perempuan Indonesia mengalami nasib seperti Yuyun, menjadi korban kekerasan seksual. Jadi, setop kekerasan, segera wujudkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, dan cintai anak-anak kita semua. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 24 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 Mei 2016 (Pemakaman Eksklusif vs TPU)

Kang Maman Pemakaman Eksklusif vs TPU

Tak jarang terdengar cerita seseorang yang merasa lalai dan tidak peduli kepada orang tuanya semasa hidupnya, lalu membayar salah dan sesalnya dengan memewahkan makamnya. Kita tak bisa menghakiminya karena setiap orang punya cara menguburkan rasa sesal dan salahnya. Namun semua tentu akan berujar, “Jauh lebih baik memuliakan dan menghormati kedua orang tua kita semasa hidupnya dan mendoakannya di masa hidupnya hingga matinya tanpa ada putus-putusnya.”

Memakamkan di tempat biasa atau di pemakaman mewah tentu punya pertimbangan masing-masing, dan kita tidak punya kuasa untuk menilainya yang mana yang lebih baik di antara keduanya. Juga dengan prasangka baik bahwa di tempat mana pun jenazah dimakamkan, tentu sudah berdasarkan tata cara agama dan keyakinan yang dianut oleh keluarga dan jenazah yang dimakamkan, tak perlu lagi dibandingkan satu sama lain.

Yang harus diyakini oleh kita semua dari peristiwa pemakaman bahwa hidup ini adalah jalan menuju pulang—bagi siapa pun tanpa kecuali. Sekarang kita memakamkan, menghadiri pemakaman, berziarah ke makam, kelak kita pun akan dimakamkan dan diziarahi. Cak Lontong menyitir tadi dan itu adalah bunyi Qur’an surah an-Nahl : 61 yang berbunyi, “... Maka apabila telah tiba waktu yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya.”

Ada filsuf yang mengartikan bahwa kematian itu justru sebagai tujuan hidup. [Namun,] bukan sembarang kematian, melainkan kematian yang bermartabat. Artinya, kematian sebagai pengorbanan untuk orang lain. Mati dengan orang lain. Tak ada yang lebih sempurna dari ini. Dalam tataran agama disebutkan, bukankah tujuan penciptaanmu adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta, menjadi terang dunia, minadzhulumati ilan-nuur, mengajak sesama dari kegelapan menuju terang? Itulah kehidupan bermartabat yang membawa kita pada kematian yang bermartabat.

Karenanya, berkaitan dengan kematian, ringankan jalannya, mudahkan pelaksanaanya, doakan jenazahnya, dan beri penghiburan pada keluarga yang ditinggalkan.

Di tempat mewah atau murah, jangan pernah berburuk sangka. Karena berburuk sangka itu jika benar tak dapat pahala, jika salah berdosa. Kata kuncinya: Hidup dan matilah secara bermartabat. Siapkan matimu, terangmu di dunia menerangimu di alam kuburmu. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 23 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 23 Mei 2016 (Kesenian Turun ke Jalan)

Kang Maman Kesenian Turun ke Jalan

Di dalam pemahaman Timur, terutama Zen, manusia tidak dilihat sebagai unsur yang terpisah dari alam. Ketika kita mendaki gunung, misalnya, itu bukan semata usaha kita sendiri sebagai manusia, tetapi juga usaha dari gunung itu yang mengangkat kita ke atasnya. Begitu juga di dalam seni. Ketika kita melukis, yang berperan bukan hanya tangan kita, tapi juga kuas untuk melukis beserta catnya pun berperan di dalam menghasilkan lukisan. Jadi, seluruh tindakan manusia adalah tindakan alam itu sendiri. Manusia hanya titik air di dalam samudra luas. Apa pun yang ia lakukan selalu melibatkan seluruh lautan yang ada.

Demikianlah kesenian, seniman, dan alam. Seni adalah karya seniman, manifestasi dari penghormatan terhadap alam dan kehidupan, sekaligus refleksi dari siklus kehidupan manusia dan juga alam. Seni bisa menjadi bagian dari sebuah ritual—tadi dijelaskan oleh JJ Rizal, bersemayam di dalam istana penguasa sebagai sarana mengkritik dan mengingatkan, bagian dari kegiatan keagamaan, juga bisa semata sebagai hiburan. Ondel-ondel, contohnya, ia bagian dari ritual selepas panen raya, dihadirkan untuk menyambut musim baru sekaligus mengusir segala hal yang buruk. Perhatikan gerakan ondel-ondel, seperti orang yang bergerak-gerak menyapu, simbol dari aktivitas membersihkan desa dari berbagai hal yang buruk untuk menyambut musim yang baru.

Bagaimana dengan kesenian turun ke jalan? Mengapa tidak? Turun ke jalan bukan cuma ranahnya mahasiswa, buruh, atau demonstran. Sejak dulu pun seni (termasuk ondel-ondel) memang turun ke jalan—seperti kata JJ Rizal, tetapi sebagai sebuah peristiwa budaya. Dan ketika ia berubah fungsi dan tujuan semata urusan perut, pahami sebagai upaya untuk tetap bisa bertahan hidup. Ketika kesenian kehilangan masyarakat pendukungnya dan bapaknya atau pelindungnya (negara dan pemimpin bukannya hadir malah ikutan menghilang, bahkan menggusur ruang publik tempat mereka semestinya tampil secara bermartabat), maka turun ke jalan menjadi sebuah keniscayaan demi mempertahankan hidup dan mengisi perut semata.

Lambat laun kita pun bisa kehilangan artefak budaya yang di dalamnya mengandung banyak kearifan budaya bangsa. Kata Ronal, “Kita hanya bisa bengong ‘eh’ jika ‘earth’ kehilangan ‘art’.”

Terakhir, daripada memaki lebih baik mengapresiasi. Kata Mas Jarwo, “Mari beri ruang agar lestari.” Kata Cak Lontong, “Mari mengemas seni, jangan mengemis.” Dan belajarlah dari ondel-ondel; jangan berhenti, teruslah bergerak, teruslah menyapu semua keburukan demi meraih kebaikan di masa depan, itulah kearifan budaya bangsa. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 17 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 Mei 2016 (Kerja Cerdas)

Kang Maman Kerja Cerdas

Bekerja yang benar itu tidak sekadar bekerja, tapi proses memunculkan karya. Unjuk karya, bukan semata unjuk kerja, apalagi hanya unjuk rasa. Dan modalnya tadi adalah 4 kartu AS dalam tumpukan 52 kartu kehidupan, yaitu kerja ikhlAS, kerja tangkAS, kerja cerdAS, dan kerja kerAS. Dalam arti, tetap harus mengukur kemampuan tubuh, karena tubuh tetap punya hak atas tubuhnya.

Lalu, yang mana yang terbaik?

Rupanya dari diskusi tadi adalah memadukan keempatnya karena dari sanalah lahir paduan kepiawaian (mastering), dan hasil yang memiliki makna (meaning), dan itulah karya.

Ada satu ilustrasi yang menarik tentang hal ini. Bila kita digaji 5 juta, tetapi kita berkarya seperti orang yang digaji 10 juta demi passion memunculkan karya, maka semesta dan Pemiliknya akan membayar lebihnya dengan karier yang melejit, kesehatan, keluarga sejahtera, dan keturunan yang cerdas. Sebaliknya, dengan gaji 5 juta, namun kita bekerja layaknya orang yang digaji 2,5 juta semata bekerja, maka semesta dan Penciptanya akan menuntut sisanya dengan penyakit, kesulitan, utang, dan beragam masalah lainnya. Itulah hukum keseimbangan alam.

Jadi, bekerjalah maksimal, padukan kepiawaian dan kebermaknaan agar karya tercipta, lalu ikhlaskan. Yakinlah dengan aturanNya dan perhatikan yang akan semesta dan Penciptanya perbuat untuk kejayaanmu.

Orang biasa hanya bisa berkeluh kesah, orang luar biasa demi karya siap berpeluh basah.

Bila tak tahan lelahnya berkarya, bersiaplah menghadapi perihnya ketidakberdayaan. Dengan passion kita berdaya, berkarya, dan berbahagia; tanpa passion kita mengalami ketiadaan dan ketidakberdayaan. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 16 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 16 Mei 2016 (Dihujat karena Curhat)

Kang Maman Dihujat karena Curhat

Dari diskusi tadi kita bisa menyimpulkan: Setiap orang memiliki kebutuhan mencurahkan isi hati, menyalurkan emosi, dan berharap mendapat respons untuk memperkuat rasa yang ada.

Setidaknya ada 4 hal yang mendasari seseorang curhat di media sosial:

Pertama, mencari perhatian. Karena merasa tak berdaya, kesepian, tak diperhatikan, lalu mencari penguatan dan berharap ada yang mendengar, melihat, lalu memberi dukungan.

Kedua, karena belum dewasa atau matang secara emosional, media sosial pun jadi sarana curhat. Dilakukan secara impulsif, merasa emosinya sangat penting sehingga harus diketahui semua orang, tapi biasanya ketika sudah selesai baru menyesal—karena baru sadar curhat di medsos itu seperti menulis menggunakan pena, bukan menggunakan pensil, sekali ditulis, susah dihapus lagi.

Yang ketiga, curhat di media sosial juga bisa dilakukan oleh orang yang merasa dirinya penting, merasa terkenal, self centered, dan ingin diakui kepintaran dan keterkenalannya.

Dan yang keempat, curhat semata atau sekadar untuk berbagi dan peduli. Ingat ada sebuah riset yang membuktikan, jika kita membagi momen negatif di media sosial, justru tidak akan membuat kita lebih baik, malah sebaliknya: kecemasan menimbulkan kecemasan—dalam bahasa Poppy Amalya tadi.

Karenanya, jangan umbar aib diri dan rumah tangga di media sosial. Kalau pasangan susah dijadikan teman curhat, itu artinya ada masalah dalam kebersamaan Anda, dan solusinya bukan media sosial.

Jadi, daripada curhat di dunia maya, lebih baik bereskan di dunia nyata dan kau akan melihat kenyataan hidup yang sesungguhnya. Daripada dibeberkan di dunia maya, lebih baik dibereskan di dunia nyata.

Dan untuk yang sedang jatuh cinta:
Memanaskan ingatan, menghangatkan kenangan, langsung saja kautujukan pada pasangan yang kau sayang. Jangan ditumpahkan dan dicurhatkan di ruang ingar-bingar penuh teriakan. Karena cinta bukan kata kerja, juga bukan kata benda.

Cinta itu berkawan sepi, bersahabat sunyi, tidak maya, tapi nyata: Dan cinta itu kata hati (dari hati untuk hati).

Jadi, bersudlah ke bumi, karena curhat yang terbaik adalah menatap bumi dan akan didengar oleh penghuni langit. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 10 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 Mei 2016 (Di Balik Profesi)

Kang Maman Di Balik Profesi

Idealnya, menjalani hidup dan profesi itu sesuai dengan apa yang kita impikan (apa yang kita cita-citakan) sejalan dengan minat serta bakat kita, juga jika kita bisa hidup dari profesi itu. Tetapi kehidupan tidak selamanya berjalan ideal; impian, minat, bakat, dan bisa menghidupi kerap kali tak berjalan beriringan. Dan seseorang pun kemudian memilih profesi bisa saja semata karena status. Dalam arti, tentu saja seseorang yang telah punya pekerjaan akan memiliki status yang lebih dibanding pengangguran, apalagi jika bisa mendapatkan penghasilan yang lebih dan bisa menghidupi, juga bisa membiayai pendidikan anak, misalnya—seperti yang disampaikan Ibu Karmineng tadi.

Dan menurut sebuah analisis psikologis, jika suatu pekerjaan sudah menyenangkan meski bukan yang dicita-citakan, hampir pasti orang akan melupakan cita-citanya dan tetap melanjutkan profesinya. Jadi, kata kuncinya adalah menyenangkan dan menikmatinya.

Karenanya, tadi para panelis menemukan satu titik temu yang sama: Profesi itu ibarat jodoh bagi kita. Idealnya, menikahi orang yang kita cintai, tapi jauh lebih baik mencintai orang yang kita nikahi. Idealnya, menjalani profesi yang kita cintai dan cita-citakan, tapi lebih baik lagi mencintai profesi yang kita jalani dengan sepenuh hati.

Terakhir, jangan mencari kesempurnaan, tapi sempurnakan saja apa yang telah kita jalani dan apa yang ada pada diri kita. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 09 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 9 Mei 2016 (Dongeng di Negeri Dongeng)

Kang Maman Dongeng di Negeri Dongeng

Walau sederhana, anak-anak biasanya sangat serius mendengarkan dongeng jika cerita dan penyampaiannya menarik. Karenanya, jika ingin memberi efek positif bagi perkembangan mental anak, sebelum dibacakan sebaiknya baca terlebih dahulu agar bisa mengetahui apakah dongeng itu layak dibacakan kepada anak atau tidak.

Ada beberapa manfaat dongeng yang tersimpulkan dalam pembicaraan tadi. Pertama, mengajarkan nilai moral yang baik kepada anak. Dengan memilih dongeng yang isi ceritanya bagus—seperti diungkap Kang Denny dan Pak Jarwo—akan tertanam nilai-nilai moral yang baik, asal setelah mendongeng beri penjelasan pada anak, mana yang baik dan patut ditiru dan mana yang tidak.

Jika itu dilakukan, mendongeng terbukti menurut penelitian bisa memiliki efek yang lebih baik daripada mengatur anak dengan cara kekerasan—memukul, mencubit, menjewer, atau membentak, misalnya. Kedua, mampu mengembangkan daya imajinasi anak. Ketiga, menambah wawasan anak. Keempat, meningkatkan kreativitas anak. Yang kelima, dongeng bahkan bisa menghilangkan ketegangan. Jika anak sudah hobi mendengarkan cerita dongeng maka anak-anak akan merasa senang dan bahagia jika mendengarnya. Perasaan senang diseling canda tawa membuat rasa tegang, mood yang buruk, akan hilang dengan sendirinya.

Terakhir, tadi disinggung oleh Kak Awam dan yang tak kalah pentingnya, mendongeng mendekatkan anak dengan orang tuanya. Terjadi interaksi tanya jawab antara anak dengan orang tua yang secara tidak langsung akan mempererat tali kasih sayang dan mendekatkan hubungan emosional.

Karenanya, Bapak dan Ibu, daripada sibuk sendiri dengan gadget-mu yang tak bisa tersenyum dan memelukmu dengan hangat, lebih baik gunakan waktumu untuk mendongeng pada buah hatimu karena akan kau dapatkan bonus keajaiban yang tak akan kau lupakan sepanjang masa: ekspresi keingintahuan, rona ketertakjuban, denyut jantung yang mendebur jantungmu saat kamu mendongeng dan memeluk anakmu, dan pesona cinta dalam sinar mata buah hatimu yang teramat polos dan jujur.

Jadi, seperti kata Ronal:
Mendongenglah pada buah hatimu, tabur benih kebaikan sedari dini, kelak akan kau tuai kebaikan dan kebahagiaan yang diberikan anak-anakmu di masa tuamu. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 03 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 Mei 2016 (Indonesia Lawak Kebugaran)

Kang Maman Indonesia Lawak Kebugaran

Menyimak kelas yoga dan zumba juga freeletics malam ini dan sekaligus pemaparannya, mengingatkan saya pada Daniel Landers, profesor pendidikan dari Amerika Serikat, yang mengungkapkan ada lima manfaat olahraga terhadap otak manusia.

Yang pertama, meningkatkan kemampuan otak, karena olahraga bisa meningkatkan jumlah oksigen dalam darah dan mempercepat aliran darah menuju otak. Yang kedua, membantu menunda proses penuaan, bahkan cukup dengan olahraga berjalan kaki di sekitar rumah. Ketiga, mengurangi stres, kegelisahan, bahkan bisa membantu mengendalikan amarah. Keempat, menaikkan daya tahan tubuh, karena olahraga bisa meningkatkan hormon-hormon baik dalam otak, juga bisa menyembuhkan depresi tanpa obat lewat olahraga selama empat bulan; tiga kali seminggu, masing-masing 30 menit. Dan yang kelima, memperbaiki kepercayaan diri.

Jadi, olahraga (termasuk yoga dan zumba), mampu menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan batin dalam kehidupan sehari-hari. Fisik meregang, melentur, tidak menegang, apalagi mengekang. Darah mengalir sempurna, energi pun semakin bebas dan lancar mengalir deras di dalam tubuh.

Olahraga tak cuma olah fisik, tapi juga olah batin. Apa arti tubuh sehat jika di dalamnya tak ada jiwa yang sehat? Dan apa arti ikut sport kalau jiwa tidak sportif? Karena tujuan dasar olahraga—seperti kita lihat tadi—adalah menaklukkan diri sendiri, bukan untuk menaklukkan apalagi mencelakakan orang lain. Jadi, teruslah berolahraga! (Maman Suherman)
Share:

Senin, 02 Mei 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 2 Mei 2016 (Ada Apa dengan Cekolah?)

Kang Maman Ada Apa dengan Cekolah?

Pendidikan itu proses, sebuah gerakan yang membawa seseorang dari kegelapan menuju terang (menuju cahaya). Kalau kita masih saja belum berhasil membawa anak didik menuju cahaya, para pendidik dan juga orang tua harus bertanya, “Apa yang salah dengan kami?” bukan, “Apa yang salah dengan murid?”

Apakah kita masih mengingat dan menjalankan apa yang telah ditanamkan Ki Hadjar Dewantoro, “Di depan memberi contoh, di tengah memberi motivasi (menggugah semangat), dan di belakang memberi dorongan; Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”

Di sisi lain, siswa juga harus mengingatkan dirinya:
Kita pintar bukan karena diajar, tapi karena belajar. Dan kelulusan ujian bukanlah akhir, tapi justru awal dari proses menghadapi ujian kehidupan yang tidak lebih ringan. Kita belum lulus paripurna meski nilai rapor kita baik kalau nilai kelakuan kita masih buruk. Dalam bahasa Ronal tadi, “Yang kita tuju adalah nilai kehidupan, bukan semata nilai rapor.”

Terakhir:
Bunga tumbuh mekar mewangi karena sentuhan lembut air hujan, bukan oleh petir yang menggelegar. Pertanyaannya, apakah kita (guru dan orang tua) masih menjadi orang yang bersuara menggelegar mengentak penuh amarah, atau sudah berubah menjadi guyuran air hujan yang menyegarkan dan menyuburkan?

Kata kunci dari Ki Hadjar Dewantoro:
Tanpa kEtelaDANan, kita akan melahirkan generasi EDAN. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter