Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Minggu, 27 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 27 Agustus 2017 (Indonesia Lawak Koplo) - Episode Terakhir

Kang Maman – Indonesia Lawak Koplo

Satu kalimat tanya, “Lalu apa manfaatnya musik koplo dan ‘oplosan’?” Juga apa yang disebut Cak Lontong tadi sebagai b-c-d-e-g-p (ngebor, ngecor, ngedor, gergaji, dan patah-patah)?

Bagi kalangan tertentu, jawabannya juga cuma satu: menghibur. Bahkan ketika panggung runtuh sekalipun. [segmen 3]

***

Empat tahun, Indonesia Lawak Klub memberi susuk berupa penghiburan bagi warga bangsa. Dan ada satu penguat, susuk paling kuat dalam ILK selama ini. Begini ceritanya, dan ini adalah bagian dalam perjalanan keluarga besar ILK;

Agustus seperti tahun ini, kejadiannya Agustus 2016.

“Anak adalah titipan,” begitu aku mendengar satu kalimat dari Bang Komeng saat diwawancara media televisi seputar berpulangnya ke rahmatullah putri tercintanya, Cantika Aldi binti Alfiansyah, satu dari tiga anak kembarnya.

Dia kemudian menunjuk kedua putranya, “Keduanya ini pun titipan Allah. Semua titipan Allah.” Rasa sedih mendalam yang menggelayut di wajah Bang Komeng, tertutupi oleh ketabahan dan keikhlasannya.

Aku yang menyaksikan wawancara di layar kaca itu, tak kuasa menahan air mata. Aku langsung mengubungi lelaki yang selalu memanggilku dengan sebutan “Saudaraku”, “My Brader”, “Dosenku”, “Pak Haji”, melalui WA. Ingin rasanya memeluknya dari jauh.

Tak lama berselang ia mengirimkan jawaban. Bukan seputar kepergian Caca. Tak disinggungnya sama sekali. Melainkan rencananya untuk membawakan tas yang sudah lama ia pesankan untukku. Ia bercerita kalau tas yang kusuka sudah dipesankannya bahkan sudah berada di tangannya. Dan dalam pertemuan pertama yang berikutnya, ia berjanji akan membawa dan menyerahkannya kepadaku.

Kelak memang kemudian terbukti, bukan cuma satu tapi dua tas sekaligus diberikannya kepada saya secara gratis. “Untuk My Brother,” tegasnya sambil memelukku. Sungguh, aku dan teman-teman di ILK banyak belajar tentang ketenangan, ketabahan, keikhlasan melepaskan, dari sosok satu ini.

Sosok yang tak pernah lepas menjalankan ibadah salat, dan tak jarang meminta syuting ILK harus disetop sementara waktu karena waktu Magrib sudah tiba. Sosok yang selama ini diam-diam juga banyak membantu gerakan Tebar Virus Literasi [#TebarVirusLiterasi], berbagi buku ke pelosok-pelosok desa terpencil seperti halnya Cak Lontong.

Dan dari Bang Komeng, kami semua menemukan mutiara terindah dalam kehidupan bersama, susuk utama Indonesia Lawak Klub: persahabatan abadi. Persahabatan yang dibina dengan hati, yang telah mengubah ILK menjadi Indonesia Lawak Kebahagiaan.

Jadi, dengan atau tanpa ILK, jangan pernah lupa bahagia! (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 26 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 26 Agustus 2017 (Pertelevisian)

Kang Maman - Pertelevisian

Apa pun format tayangannya, acara televisi memiliki sejumlah fungsi: memberikan informasi (sebaiknya ada unsur mendidik dan memberi pengetahuan) dan tak boleh melupakan unsur menghibur.

Dan salah satu format acara yang bisa memadukan unsur informatif, edukatif, dan ertentaint adalah kuis, seperti yang kita saksikan di dua segmen tadi. Dan biasanya, program seperti ini tak mudah memformatnya, menawarkannya, dan mewujudkannya—seperti dirasakan oleh seorang Helmi Yahya. Tetapi percayalah, hasil tak pernah mengkhianati usaha. Dan terbukti, Helmi pun menjadi salah satu raja kuis di negeri ini.

Helmi, ditambah pernyataan Ronal tadi, seperti mengajarkan kita satu hal:
Dalam dunia kreatif, di tengah persaingan seberat apa pun, meski rating itu telah menjadi tuhan sekaligus hantu bagi dunia televisi, tapi jangan pernah mau dibayar untuk jadi bodoh! [segmen 2]

***

Kata orang bijak, “Masa lalu bukan semata untuk dikenang, tapi dijadikan pelajaran guna melangkah, berkreasi, dan berinovasi lebih baik di masa kini dan mendatang. Berbuat kesalahan adalah kelemahan manusia. Tapi belajar dari kesalahan, itulah kekuatan manusia.”

Suka tidak suka, ... televisi telah menjadi anggota banyak rumah tangga, tak cuma di Indonesia tapi di seluruh belahan dunia. Karenanya, suka atau tidak suka, perlakukan dia sebagai anggota keluarga pada umumnya. Tegur jika bandel, kalau perlu “jewer kupingnya”. ... di tangan kita. Lakukan diet televisi, menjadi ... yang sehat dan juga menonton acara yang tidak melecehkan logika dan akal sehat, dan proaktif menjadi partner KPI untuk menjaga sehatnya acara televisi. Kita punya rambu-rambunya, P3PTSP. (dan standar program siaran).

Televisi adalah benda netral. Bisa jahat sejahat-jahatnya di tangan yang salah, bisa baik sebaik-baiknya di tangan yang benar.

Selamat Hari Pertelevisian Nasional 24 Agustus; media harus mengedukasi bangsa, dan pesan Cak Lontong, “Setop membebek dan membodoh-bodohi!” (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 20 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 20 Agustus 2017 (Mahadaya Cinta)

Kang Maman – Mahadaya Cinta

Ada dua poin tadi yang kita lihat. Poin pertama, cinta itu tetap ada ukuran kewajarannya (kepantasannya), kata Kang Denny. Dan kata Ronal, orang tua wajib hadir; menghadirkan cinta sejati kepada anaknya, agar anak mengerti apa itu hakikat cinta. Cinta papa-mama kepada anaknya, cinta anak kepada papa-mamanya; bukan papa-papaan, bukan mama-mamaan. Itu poin yang pertama.

Poin yang kedua, melihat dua segmen terakhir, kalau cinta sudah meraja, meski dia telah pergi atau meski dihalang-halangi triliunan harta, cinta akan tetap menjadi cinta dan bisa digambarkan seperti ini;

Ada yang harus segera dihapus
Bukan air mata yang menetes
Itu biarkan
Biarkan hangatnya luluh di pori-pori

Ada yang mesti buru-buru dihapus
Bukan ingatan tentang kamu
Itu biarkan
Biarkan lukanya ngilu di jiwa

Ada yang harus selalu diingat
Bukan cinta yang pernah terjalin
Itu lupakan
Lupakan biar abadi di masa lalu

Ada yang harus selalu diingat
Bukan romansa yang pernah terjadi
Lupakan saja
Biar membatu membentu stupa

(Nah)
Ada yang harus sekejap dihapus
Dan ada yang harus abadi diingat
Itu kamu
Dihapus biar tak terganti
Diingat biar tak tertukar

Karena kamu dalam cinta
Adalah keseluruhan kesimpulan itu

Dalam bahasa Ronal dan Pak Bolot, cinta adalah jalan sekaligus tujuan. Namun dalam cinta dan mencintai, ada nasihat sederhana:
Pada malam tanpa pelita, kita tak boleh buta. Pada hati yang menyesakkan, kita tak boleh tersesat.

Dalam pernyataan Pak Bolot tersirat:
Cinta itu memuliakan, bukan menghinakan. Cinta itu menemukan, bukan menyesatkan. [segmen 3]

*Segmen 1 & 2: Anak SD Pacaran: Setuju/Tidak?
**Segmen 3: Jodoh Gak Akan Ke Mana: Percaya/Tidak?

***

(Notulensi kali ini mencoba memadukan segmen 2, 4, dan 5)

Meski cinta bukan kata kerja, bukan kata benda tapi kata hati, tetapi cinta tetap mesti diungkapkan. Jika tidak, harapan malah bisa jadi kehilangan, impian malah bisa terbawa hingga ke kuburan.

Meski cinta misteri, semua tadi sepakat: harus diusahakan. Jika tidak, jika semata diidamkannya, penggambarannnya bisa seperti ini;

Ada yang sedang merajut asa diam-diam merenda harap. Kata Ronal, memilih indahnya kebohongan ketimbang sakitnya kenyataan. Apa guna merawat luka, katamu, lebih baik merawat mimpi-mimpi putih meski dusta yang kamu pilih. Bertahan menawan kata-kata daripada jadi tawanan kenyataan, tak berani puisi hati diungkapkan, takut dipenjara jawaban penolakan.

Ada yang diam-diam duduk tengadah, tak usai berharap suatu ketika kemboja berbuah dan jatuh sendiri. Ada yang diam-diam diam dan kemudian mati. Di atas kuburnya, bunga kemboja berjatuhan dari tangan seorang gadis yang justru diam-diam menanti dilamar.

Cinta jangan cuma diramalkan, tapi baca dari belakang: lamar. Lalu amalkan lewat tatapan, perkataan, dan perbuatan.

Dan dalam cinta, kata Kang Denny—menasihati Gracia Indri, “Pilih sisi hikmah, bukan sisi musibah.” Karena cara menghadapi pederitaan bukan dengan membencinya, tapi dengan mencintai. Karena cinta anugerah. (Maman Suherman)

*Segmen 5: Tes Cinta dan Ramal Tarot
Share:

Sabtu, 19 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 19 Agustus 2017 (Merdeka)

Kang Maman – Merdeka

Insya Allah, Maret tahun depan, jika berhasil mencapai puncak Everest, Mathilda dan Fransiska Dimitri akan menjadi perempuan-perempuan Indonesia pertama yang berhasil menancapkan Merah Putih, memainkan angklung di tujuh puncak tertinggi di benuanya masing-masing. Sosok-sosok pahlawan masa kini.

Berkaitan dengan peringatan kemerdekaan RI 17 Agustus 2017, muncul pertanyaan, “Semata itukah jalan menuju pahlawan dan kepahlawanan?”

Meski kita semua yakin, Matilda dan Didi tak hendak dipahlawankan dengan keberhasilannya itu.

Lalu teringat kisah penaklukan Everest, 29 Mei '53, jam 11:30. Edmund Hillary menjadi orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Everest dan mendapat gelar “Sir” dari ratu Inggris. Ia disebut orang pertama, padahal semestinya bukan dia, tapi Tenzing Norgay—sherpa yang berjalan di depannya yang lebih pantas disebut orang pertama.

Ketika diwawancara, “Bukankah kamu lebih pantas untuk pertama kali berada di puncak?” Tenzing menjawab satu, “Betul sekali. Tapi pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilakan Edmund Hillary menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak.”

Dia melakukan itu, kata Norgay, karena itu adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. “Impian saya sederhana, hanya membantu orang untuk mencapai impiannya.”

Moral ceritanya jelas, seseorang bisa berhasil karena ada orang lain di sekitarnya. Ibarat pepatah: “Bila hendak menjadi pahlawan, harus ada yang bertepuk tangan di tepi jalan yang dilalui.”

Di dunia ini, tidak semua orang harus menjadi Edmund Hillary. Ada orang-orang yang berbahagia cukup dengan memberikan pelayanan, membantu orang lain mencapai impiannya.

Jadi, pahlawan adalah juga sosok-sosok di belakang layar, yang membuat seseorang (membuat negeri ini) bisa mencapai sesuatu (meraih puncak).

Pahlawan, tak terlihat tapi mewujudkan mimpi dan harapan. [segmen 2]

***

Sedemikian sulitkah untuk menggoreskan kata, sikap, dan perilaku kebajikan dan kepahlawanan dalam perjalanan hidup ini?

Haruskah menunggu hebat dan sempurna untuk bisa menjadi pahlawan bagi negeri ini?

Asri Welas mengajarkan, “Tidak!” Bung Tomo menginsidi bukan seorang ideolog, tapi dia pahlawan. Bung Hatta, Bung Karno, Syahrir [ejaan lama: Sjahrir], tidak bertempur di atas pelana kuda perang, tapi dia pahlawan. Jenderal Soedirman [EYD: Sudirman] bukan cendikiawan lulusan Belanda, tapi dia pahlawan. Pattimura, Cut Nyak Dhien [ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien], jauh dari Batavia (tempat negeri ini diproklamasikan), tapi dia pahlawan.

Jadi, tak harus sempurna untuk bisa menjadi pahlawan bagi sesama dan bagi negeri ini. Dan setiap dari kita bisa menjadi pahlawan bagi negeri ini.

Simak lagu indah “Bendera”, misalnya: Tak harus sehebat mentari untuk menghangatkan, tak harus setegar batu karang untuk bisa melindungi, tak harus seharum mawar untuk bisa mengharumkan, dan tak mesti seelok sore untuk bisa mengindahkanbagi sesama dan negeri cinta, dan terus menjaga kehormatan bangsa.

Dalam bahasa Iwan Fals, tadi dinyanyikan oleh L2:
Pahlawan itu sederhana, kok. Jangan jadi kutu-kutu pengisap darah di sayap Garuda, jangan jadi benalu di tiang bendera.

Pahlawan adalah dia yang memberi apa yang dia punyai. Dan tekan Ronal tadi, apa pun yang menjadi kekhasan Indonesia di video-video tadi, jangan pernah malu untuk menjadi Indonesia, juga jangan pernah lupa untuk terus menjaga dan mencintai negeri tercinta.

Tidak bhinneka bukan Indonesia. (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 13 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 13 Agustus 2017 (Selebriti Depresi)


Kang Maman – Selebriti Depresi

Kalau tadi kita menyimak serius, kita akan temukan kata kunci bahwa depresi tidak identik dengan bunuh diri. Ada tiga aspek berkelindan di dalamnya dari sisi psikiatri, psikologi, maupun temuan kriminologi.

Yang pertama, ada yang percaya bahwa ada pengaruh aspek biologis. Penulis terkenal, Ernest Hemingway, yang mati bunuh diri, diketahui selama empat generasi keluarganya ada lima yang juga bunuh diri.

Yang kedua, aspek psikologis. Penelitian di luar negeri menunjukkan, 90 persen pelaku bunuh diri memiliki gangguan jiwa, dan di dalamnya ada unsur depresi dan halusinasi auditori. Jadi kadang-kadang muncul suara yang menyuruh seseorang untuk bunuh diri di luar kendali orang tersebut—semacam persepsi di pancra indra.

Yang ketiga—tadi disentuh oleh Kiky—aspek sosial. Seperti masalah rumah tangga, karier, atau ekonomi—seperti yang dialami oleh seorang artis kita yang hendak bunuh diri.

Soal warning sign atau tanda-tanda, disebutkan Ronal tadi tentang Kurt Cobain. Juga diperlihatkan vokalis Linkin Park, Chester Bennington. Dalam konser terakhirnya, misalnya, Bennington selalu menangis ke penonton seperti melakukan sebuah “upacara perpisahan”.

Dan terakhir, bahwa sesungguhnya tanpa diakhiri pun, hidup ini akan berakhir. Tanpa diundang, kematian pun akan datang dengan sendirinya, sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Kematian adalah kepastian, dan mungkin satu-satunya yang paling pasti dalam hidup ini.

Kematian dengan cara bunuh diri bukan jawaban untuk mengakhiri penderitaan, dan kematian bukan akhir dari segala-galanya. [segmen 3]

***

Menarik menyimak bahasan Erwin Yap tentang mata ketiga atau mata spiritual di antara dua alis—atau yang disebut filsuf yang namanya tertulis René Descartes atau ʀəˈne deˈkaÊ€t sebagai pusat dari jiwa atau kode kehidupan. (Koreksi kalau salah)

Kesannya seperti tidak ilmiah, tapi penelitian modern pada produksi melatonin oleh kelenjar pineal, telah membongkar sedikit misteri kelenjar pineal yang tepat berada di posisi mata ketiga. Bahwa kelenjar pineal berisi sel-sel peka cahaya yang berfungsi seperti sel retina mata, yang membuktikan sebuah kebenaran bahwa mata ketiga dapat melihat.

Nah, sekali lagi, tentang stres, stres adalah kondisi normal yang dialami setiap orang dewasa, jadi tidak usah takut. Bisa bersifat positif, membuat orang lebih cepat ketika sudah dikejar oleh deadline, misalnya, namun juga bisa berdampak negatif jika sering terjadi dan berkepanjangan. Memicu reaksi seperti tekanan darah yang meningkat, pembuluh darah menyempit, bernapas lebih cepat sehingga terkesan sesak, dan sistem kekebalan menurun sehingga memicu sejumlah penyakit. Dalam penelitian ditemukan, stres menyebabkan asma, sakit kepala, diabetes, tekanan darah tinggi, stres, obesitas, juga depresi, dan disfungsi seksual.

Dan kunci obat stres, kata sejumlah hasil survei adalah empat akhiran ‘an’. Juga tadi disebut oleh Erwn Yap: positif dalam hati dan pikiran, berjalan dalam kebenaran, lakukan kebaikan, dan tertawa lepas dalam kebahagiaan.

Jadi, kata kuncinya: Jangan pernah lupa berbahagia. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 12 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 12 Agustus 2017 (India Lawak Klub)

Kang Maman – India Lawak Klub [2]

“Seni itu universal,” kata Sahil, “bahasa dunia.” Dan seperti Kang Denny tadi, saling keterpengaruhan India dan Indonesia itu sebenarnya sudah terjadi ribuan tahun lalu. Contohnya saja dalam referensi dikatakan, negeri kita memasuki periode sejarah setelah mengadopsi Aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta [ejaan tidak baku: Sansekerta] dari India.

Terbukti dari temuan-temuan prasasti kerajaan tertua seperti Yupa di Kutai, Prasasti Tugu dari Taruma Negara, dan catatan sejarah Kalingga. Juga kerajaan bercorak Hindu-Buddha seperti Sriwijaya, Medang, Sunda, dan Majapahit. Dan era klasik Hindu-Buddha, telah berlangsung dari tahun 200 hingga abad ke-16 dengan kerajaan Hindu terakhir, masih tersisa di Bali.

Sebaliknya dalam epos India, Ramayana, di situ disebutkan, Sugriwa, salah satu jenderal Rama, mengirim anak buahnya ke Yawadwipa (Pulau Jawa) untuk mencari Sinta. Dan dalam sejarah Indonesia modern, pada 1955, PM India, Nehru, dan Bung Karno, adalah dua di antara lima tokoh pendiri Gerakan Non-Blok. Dan India beserta Mesir-lah negara awal yang mengakui kedaulatan Indonesia.

Jadi tidak aneh kalau ada satu polling—tadi tersirat dalam pernyataan Angel-Ali, ada satu polling di BBC tahun 2013, Indonesia penduduknya 79 persen memandang India memberi pengaruh positif bagi dunia, dan sisanya 21 persen berpandangan negatif. Ini adalah satu persepsi terbaik dunia terhadap India, datang dari Indonesia.

Jadi, begitulah persahabatan. Saling memberi, saling menerima satu sama lain.

Dan persahabatan sejati itu memang indah bila dibina dengan hati, bukan dengan belati, apalagi dengan saling mengkhianati dan saling menjajah. [segmen 2]

***

Dari segmen tebak lagu terasa betul, saling keterpengaruhan lagu Indonesia dan India. Dalam bahasa Cak Lontong yang sangat elegan, disebutnya “saling menginspirasi”.

Dan karenanya kita tak perlu berkecil hati seolah hanya kita yang dipengaruhi India, bukan sebaliknya. Toh ada buktinya, Indonesia dianggap cukup penting buat India dalam bidang budaya. Misalnya terlihat bagaimana seorang Rabindranath Thakur (dalam bahasa Bengali) atau Tagore, seorang penyair, dramawan, musikus, sastrawan sekaligus filsuf, sampai pernah mengunjungi Jawa dan Bali pada tahun 1927. Dan orang Asia pertama yang mendapat anugerah nobel bidang sastra ini, mengaku begitu terpesona oleh budaya Bali dan juga ajaran Hindu Dharma Bali.

Dari segmen tebak lagu juga terasa betapa cinta begitu kental terasa dalam lirik-lirik lagu India. Sama seperti sajak-sajak cinta Tagore, khususnya yang saya ingat di sajak “Tukang Kebun”. Tapi di “Lirik 50”, ada cinta yang lebih sejati yang diingatkan betul oleh Tagore;

Kekasih, siang dan malam hatiku rindu akan pertemuan dengan-Mu
Akan pertemuan yang laksana maut menelan segala

Halaukan aku bagai topan, ambil segala ku punya
Koyakkan tidurku, dan rampas impianku
Rebut aku dari duniaku

Dalam kesirnaan itu, dalam ketelanjangan jiwa yang sempurna
Biarlah kita menyatu dalam keindahan

Alangkah sayangnya hasratku yang sia-sia!
Di manakah harapan akan menyatu kalau tidak di dalam diri-Mu, Tuhanku?

Jadi mau tahu kesempurnaan yang paripurna melebihi kesempurnaan film India—yang panjang-panjang itu?

Sejauh apa pun kita berjalan, sejauh apa pun kita memandang dan saling memengaruhi, jangan pernah lupa satu, siapa pun kamu:
Indonesia atau India, mari terus menyatu dalam keindahan Tuhan.

Dan Palak Bhansali menutup pesan dengan kalimat:
“Logika boleh lebay, nurani dan moral, jangan!” (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 06 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 6 Agustus 2017 (Setujukah Ibu Kota Indonesia Dipindah?)


Kang Maman – Setujukah Ibu Kota Indonesia Dipindah?

Tampaknya, wacana pemindahan ibu kota tidak main-main. Terbukti menurut pemberitaan, ada penganggaran dana untuk kajian mendalam terkait pemindahan ibu kota di dalam pagu anggaran pemerintah. Dan Bapenas sudah mengajukan kepada DPR Rp1,5 triliun.

Yang kedua juga sudah dibahas detail—tadi disebut oleh Luna Maya—bersama Pak Presiden Joko Widodo, dan kabarnya, kajian pemindahan ibu kota termasuk skema pendanaannya akan segera dirampungkan. Meski begitu, jalan ke sana masih terjal, tersirat dari pernyataan Pak Djarot dan juga Yeyen. Bayangkan, dari pengalaman Malaysia memindahkan pusat pemerintahannya. Bukan ibu kota; dari Kuala Lumpur ke Putera Jaya saja menelan biaya USD 8,1 miliar atau 171 triliun pada tahun 1999. Duit dari mana? Mengingat anggaran pemerintah sangat terbatas.

APBN 2017, dikabarkan akan defisit 330 triliun atau 2,41 persen dari PDB Nasional. Bahkan Menkeu Sri Mulyani mengatakan, akan bisa mencapai 2,6 persen. Dan sebagian utang Indonesia akan jatuh tempo pada periode 2018 sebesar 390 triliun, dan 2019 420 triliun.

Karenanya, meski hari ini ada kajian yang tadi disebutkan “15 alasan mengapa harus pindah” oleh Kang Diki, semoga tetap harus dipikirkan dengan sangat hati-hati.

Doa kita bersama satu:
Ibu kota baru semoga tidak dibangun dengan fondasi-fondasi utang, yang akan makin membungkukkan, membengkokkan, dan membongkokkan punggung ibu pertiwi karena beratnya beban utang.

Jadi, apa pun keputusannya nanti, tulang punggung ibu pertiwi tidak boleh patah. [segmen 2]

***

“Kota mana yang pantas?” Itu pertanyaan di tiga segmen terakhir.

Gubernur jenderal Hindia Belanda, Daendels, pada 1808, pernah berkehendak memindahkan ibu kota ke kota baru di tepi sungai Citarung—yang tadi disebut Komeng—yang sekarang kita kenal sebagai kota Bandung, karena saat itu Jakarta diserang epidemi, malaria, dan kolera. Juga ada yang menyebut Palangkaraya, Pitika mengatakan itu, disebutkan juga oleh Luna Maya bahwa pernyataan Bung Karno.

Seorang sejarawan, JJ Rizal, mengatakan, yang diinginkan Soekarno adalah membagi beban Jakarta, menampilkan wajah-wajah baru, muka baru Indonesia yang tak hanya di Jakarta.

Palangkaraya memang disebutkan sebagai salah satu teman untuk Jakarta dan wajah untuk Indonesia yang baru. Namun pada akhirnya, seperti kata Kimau, Soekarno berketetapan hati menjadikan Jakarta sebagai ibu kota. Karena buat Soekarno, tak ada kota lain yang punya identitas seperti Jakarta, yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme di Indonesia.

“Puncak nasionalisme di Indonesia itu,” kata Bung Karno, “Jakarta.” “Inilah ibu kota politik, tak boleh tergantikan,” kata Bung Karno.

Namun jika pun harus pindah, sekali lagi, apakah sekadar memindahkan pusat pemerintahan seperti di Malaysia dan ibu kotanya tetap di Jakarta, atau sekalian memerintahkan ibu kota sekaligus pusat pemerintahan, ada satu hal yang  harus diingatkan dan dikatakan dan ditekankan oleh Bung Karno, “Ibu kota negara boleh pindah, pusat pemerintahan boleh pindah, namun cinta kita harus tetap utuh hanya satu, pada negeri yang di dalamnya ada kata one: INDONESIA.” (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 05 Agustus 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 5 Agustus 2017 (Horor)

Kang Maman – Horor

“Horor banyak genre,” tekan Ronal. Juga bahasan tentang film horor, sungguh sangat banyak. Dari tentang film horor terseram (paling menakutkan), paling bagus penggarapannya, paling laris, sampai film horor yang paling tidak layak ditonton—karena saking menyeramkannya.

Salah satu media menyebut “The Exorcist”—seperti yang disebut Ronal tadi—sebagai salah satu film tak layak ditonton saking seramnya. Dan itu karena dukungan make up dan properti yang begitu dahsyat hingga menimbulkan efek sangat mengerikan plus menjijikkan.

Begitu juga “Eraserhead”, yang disutradarai David Lynch tentang seorang pria yang harus merawat sendiri bayinya yang berbentuk seperti alien. “Cannibal Holocaust”, yang menampilkan ritual kanibalisme dengan sangat detail; dari awal sampai akhir, kita akan menemukan darah dan usus yang berserakan di mana-mana. Atau “Audition”, film horor produksi Jepang yang sangat mengerikan, sampai pengamat menyebut “siap-siap muntah di tengah film.”

Yang menarik, ada sisi positif yang terselip dalam fenomena film horor. Saking hebatnya pengaruh “The Exorcist”, gereja-gereja di Amerika Serikat mengaku mengalami peningkatan jemaat hingga akhir era '70-an. Sebagian besar jemaat tersebut mengaku mencari perlindungan dari roh jahat setelah menonton film itu. Rupanya peristiwa horor makin mendekatkan diri pada kekuatan penuh perlindungan.

Dari fenomena “The Exorcist” kita mendapatkan:
Menghadapi roh jahat dan hantu? Tuhan pegangan dan pelindungku. [segmen 2]

***

Saya coba membuat notulensi-nya dengan empat slide manual.

Semua bisa jadi sumber inspirasi tak terkecuali hal-hal yang berbau horor, hal-hal yang bellieve or not (boleh percaya boleh tidak). Dan untuk yang satu ini, percayalah, manusia sanggup mengubah hal-hal yang boleh percaya boleh tidak menjadi harus percaya: bahwa horor sanggung diubah menjadi honor yang berlimpah.

Buktinya, menurut Rappler, “Danur (2017)”, dalam waktu sepekan berhasil menembus angka lebih dari satu juta, dengan pendapatan kotor 41,8 miliar. Dan kabarnya, sekarang, tercatat 2,7 juta penonton dengan penghasilan lebih dari 98 miliar. Juga “Tali Pocong Perawan (2008)”, 37,8 M; “Air Terjun Pengantin (2009)”, 37,1; “Terowongan Casablanca (2007)”, 33,2 miliar; dan “Setan Budeg”, 30,4 miliar.

Horor, adalah bagian dari hidup yang sungguh imajinatif.

Bagi seorang kreator, berlakulah satu hal, seperti kata Albert Einstein, “Logika akan membawamu dari A ke B—semata itu. Tapi imajinasi akan membawamu ke mana pun kamu.”

Karenanya, ayo terus berimajinasi, mari terus bermimpi dengan prinsip yang sederhana: Dream it, share it, grow it, dan do it.

Dan terakhir, ada pendapat yang menarik untuk dipikirkan oleh para kreator—silakan percaya, silakan juga tidak:
Sebebas-bebasnya berimajinasi, film maker juga tahu: boleh tidak realistis, asal logis. itulah film horor. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter