Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Senin, 30 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 30 November 2015 (Cewek Cantik vs Cewek Pintar)

Kang Maman Cewek Cantik vs Cewek Pintar

Cantik atau pintar bukan sebuah pendefinisian yang mutlak dan sama di mata dan benak setiap manusia. Cantik atau pintar di mata seseorang, belum tentu cantik atau pintar di mata yang lainnya. Karenanya, kepada perempuan, diingatkan oleh para panelis tadi:

Duniamu tidak akan berakhir hanya karena kamu disebut tidak cantik. Tetapi, duniamu akan benar-benar berakhir jika kamu sibuk mencela dirimu sendiri.

Karenanya:
Untuk membentuk bibir nan menawan, lisankan kata-kata kebaikan;
Untuk mendapatkan mata indah nan mempesona, carilah kebaikan pada setiap orang yang kamu jumpa;
Untuk membentuk tubuh dan paras yang rupawan, bagikan makanan kepada mereka yang kelaparan;
Dan untuk mendapatkan sikap tubuh yang indah dan elegan, berjalanlah dengan bermodalkan kepercayaan dan ilmu pengetahuan.

Jika itu dilakukan, kamu (perempuan) tidak akan pernah melangkah sendirian.

Terakhir:
Cantik itu titipan, pintar itu pinjaman, takkan terbawa ke dalam kuburan. Semuanya akan diminta kembali oleh Pemilik-nya. Dan ditentukan: cantik dan pintar, halalnya akan dihisab, haramnya akan diazab.

Dan untuk perempuan, ingat:
Lelaki hebat dan pemberani bukan yang berani mengajakmu tidur, tetapi yang berani memintamu langsung kepada orang tuamu. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 24 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 November 2015 (Anak Adopsi [Anak Angkat])

Kang Maman Anak Adopsi (Anak Angkat)

Jadi teringat kisah seorang petani miskin di Cina, yang menemukan bayi merah hitungan hari di atas jerami di musim yang bersalju yang menggigit. Ia rawat bayi itu dan diberinya nama: “Burung Hong Salju”. Saking cintanya, ia bahkan tak mau menikah karena takut salah memberikan ibu kepada anak itu. Sampai suatu saat, sang ayah jatuh sakit; paru-parunya bocor dan tak bisa ke rumah sakit karena miskin.

Anaknya yang beranjak remaja membalas budi baiknya dengan bekerja keras dan berjuang masuk Sekolah Kedokteran, dan berhasil. Sekali waktu, putrinya pulang dan menemukan ayahnya yang saat itu berusia 60 tahun sekarat dan tak bisa bernapas di tempat tidurnya. Ia langsung memutuskan berhenti sekolah demi merawat ayahnya. “Sekolah bisa ditunda, tetapi tidak napas ayah saya. Sekolah bisa berhenti, tetapi napas ayah saya jangan berhenti.”

Ketika ayahnya sudah bisa bernapas kembali dan kasihan melihat anaknya putus sekolah, ia menulis pesan di selembar surat agar anaknya kembali saja kepada orang tua kandungnya yang masih lengkap yang telah diketahui oleh sang petani. “Kembalilah kepada keluargamu demi masa depan yang lebih baik.” Sang putri menjawab, “Ayah adalah langit hidupku. Meski langit runtuh, saya akan tetap di sisimu karena saya anakmu.”

Oleh dosennya, putri yang cerdas di kampusnya dan ayah angkatnya ini dibawa ke layar kaca dalam acara ‘Impian Menjadi Kenyataan’. Melalui acara itu, keduanya mendapat berkah; biaya pengobatan ayahnya ditanggung, dan anaknya diminta kembali kuliah tanpa harus memikirkan biaya.

Kebaikan berbuah kebaikan. Meski anak itu tidak lahir dari rahim kita (bukan darah daging kita), tapi dia dan cintanya bisa lahir dan tumbuh abadi di hati kita. Cinta, bukan semata diwariskan lewat DNA, tapi melalui pengasuhan yang tulus dan penuh kasih.

Terakhir, apa pun statusmu (kandung, pungut atau angkat, anak biologis atau sosiologis), peluk, cium, dan cintai orang tuamu, dan bisikkan kepadanya: “Aku mencintaimu selamanya, langit hidupku: ayah-ibuku.” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 23 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 23 November 2015 (Mamah Muda)

Kang Maman Mama Muda

Katanya, Mahmud, Mamah-Mamah Muda anak 1 kerap kurang tanggung jawab karena masih ingin gaul dan selfie-selfie dengan teman-teman di luar rumah, lalu jadi hobi nitip bayinya ke ibu atau ibu mertua. Meski orang tua tidak mengeluh, meski mereka mendapat panggilan MBAH, tapi jangan ditaMBAH bebannya. Orang tua itu dimuliakan, bukan dimanfaatkan.

Panelis ILK sepakat, kita harus khawatir dengan Mamah Terlalu Muda, karena banyak risikonya secara psikologis, sosiologis, dan medis. Tapi kalau mamah muda di atas 20-an, oke-oke saja. Dan bila mengalami kegagalan, jangan tenggelam dalam penyesalan tak berujung. Jadikan pelajaran. Karena dalam cinta, terkadang kita menemukan orang yang salah sebelum akhirnya mendapatkan orang yang tepat. Jangan lantas memaki kesalahan, karena kerap kesalahan justru mendewasakan.

Yang penting satu:
mamah muda atau bukan, cinta jangan membuatmu menghinakan diri.

Mau dalam posisi mamah muda atau mamah tak muda lagi, panelis juga mengingatkan:

Pernikahan tidak menyatukan dua orang yang sempurna, tapi satu sama lain saling menerima dengan sempurna untuk mencapai kebahagiaan bersama.

Dan mahmud atau bukan,
Sungguh indah menikahi orang yang kamu cintai
Tapi lebih indah mencintai orang yang kamu nikahi.

Terakhir:
Jadi Mama itu sungguh tidak Mudah
Jangan dimudah-mudahkan!!!! Dan
Semengkal-mengkalnya mamah muda, dia milik orang lain. Lelaki baik, tidak akan memetik mamah muda yang sudah berada di pelukan dan halaman hati lelaki lain! (Maman Suherman)


***

Catatan:

Semalam di tayangan Indonesia Lawak Klub adalah pesta penuh kejutan bagi sang NoTulen, Maman Suherman. Sampai-sampai tak ada pembacaan notulen karena gebyar confetti ulang tahun beliau (taping ILK pada 10 November lalu dan baru ditayangkan tadi malam). Dan, tulisan di atas adalah notulen Indonesia Lawak Klub dengan tema Mamah Muda yang tak sempat dibacakan.

Tulisan di atas saya ambil dari akun Instagram beliau: matahatimaman, yang diposting pada 24 November 2015.
Share:

Selasa, 17 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 November 2015 (Benci untuk Membenci)

Kang Maman Benci untuk Membenci

Diskursus perlunya regulasi tentang ujaran kebencian (hate speech), dan juga kejahatan berbasis kebencian (hate crime), sudah lama mencuat ke permukaan seiring menguatnya ancaman terhadap kebinekaan, terhadap keberagaman di negeri ini.

Dan tadi secara tersirat maupun tersurat, sejumlah teman mengamini perlunya penanganan ujaran kebencian, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kekerasan berbasis etnis, suku, agama, maupun rasial—sebagaimana yang terjelaskan dalam Surat Edaran Kapolri yang diributkan itu.

Kita toh tidak ingin ada pembantaian etnis atau genosida terhadap kelompok atau siapa pun yang menjadi target dari ujaran kebencian itu. Jangan sampai terjadi di negeri ini!

Tetapi di sisi lain, Surat Edaran ini juga jangan sampai memuat atau memiliki nilai terselubung secara politis untuk mengekang, apalagi mereprensi kebebasan berpendapat, yang juga dilindungi Undang-Undang kita, meski dengan satu catatan: Bebas, jangan bablas.

Atau, kita sudah sampai pada kebijakan tertinggi seperti yang dikatakan oleh Habibie, “Ketika seseorang menginamu, itu sebenarnya pujian bahwa selama ini mereka menghabiskan banyak waktu untuk memikirkanmu, bahkan ketika kamu tidak memikirkannya.”

Terakhir, dalam hal kebinekaan di negeri ini, teman-teman mengimbau: Daripada tebar nista, lebih baik tebar cinta. Daripada membenci, lebih baik mencintai. Daripada sebar fitnah dan gibah, lebih baik sebar kasih, atau kalian akan menderita sendiri.

Jadi, rawat kebinekaan di negeri ini, keberagaman bukan untuk diseragamkan, dan: tidak bineka, bukan Indonesia!

Terakhir, menarik dari Kang Denny tadi, untuk para pemimpin, ada satu hal yang levelnya lebih tinggi dari Surat Edaran, yaitu:

“Hujani rakyat dengan contoh (dengan keteladanan). Tebar keteladanan lebih baik daripada tebar jeratan aturan.” (Maman Suherman)

***

“Orang berakal akan menempatkan lidahnya di belakang hatinya, sementara orang yang bodoh menempatkan hatinya di belakang lidahnya.” – 'Alī bin Abī Thālib

Share:

Senin, 16 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 16 November 2015 (Warna-warni Percintaan)

Kang Maman Warna-warni Percintaan

Dalam cinta, jangan bising untuk hal-hal tidak penting yang membuang-buang energi dengan percuma.

Cinta bukan kata benda, bukan kata kerja, tapi cinta kata hati. Dan kata hati itu tumbuh subur dalam keikhlasan dan keheningan, seperti pasir di pantai yang berbisik dalam damai, bukan dalam kebisingan setumpuk alasan.

Jika kebisingan dilawan dengan kebisingan, ngambek dihadapi dengan ngambek, akan timbul gaduh, dan bisa berakhir dengan aduh—penyesalan yang tak berujung.

Karenanya, meski kadang ada bara dalam cinta, tetaplah berjalan dan berpegangan tangan dengan lembut. Jangan kasar, jangan menghentak, dan juga jangan keras dalam gaduh. Karena cinta mengajak untuk seiring, bukan untuk saling giring. Saling tuntun, bukan saling tuntut. Saling puji, bukan saling uji.

Dalam kebersamaan yang diwarnai perbedaan, ubahlah kosakata ‘jatuh cinta’ menjadi ‘tumbuh cinta’. Masa sudah cinta, terus jatuh karena perbedaan semata? Bukankah kalian bersama karena dua beda menjadi satu?

Jika sudah cinta, sekali lagi bertekad untuk jangan jatuh, tapi tumbuhkanlah benih yang kemudian tumbuh menjadi tunas, dan berbuah karena dirawat oleh cinta.

Dan jika kamu pikir cinta dapat patah, dapat pergi dan menghilang, camkan satu hal: Lalu bagaimana engkau memahami cinta Allah, yang meskipun kamu sering meninggalkan-Nya, namun Ia tak pernah berhenti mencitaimu?

Cinta itu abadi, hati itu suci, nafsu yang membuat kita mudah berpaling.

Dan terakhir, kalau pasanganmu ngambek, bukan berarti kamu tak bisa comeback. Seperti tadi yang dinyatakan oleh Opet dalam liriknya, “Peluk erat, tenangkan badai, jangan mudah berpaling.”

Cinta itu abadi jika pertengkaran kauhadapi dengan tegar, saling memahami getar hati, dan tak mudah pindah ke lain hati. (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 12 November 2015

Abwa’

“Bang, di manakah ibu Nabi Muhammad wafat?” tanya adik perempuan saya yang kelas 2 SD, semalam.

“Aduh, di mana ya?” tanya saya kepada diri sendiri karena bingung bin lupa. Sesaat kemudian saya jawab, “Ah, abang lupa, dik.”

Di tengah ketidakpuasan adik saya mendengar jawaban itu, tiba-tiba ayah yang sedang makan menghentikan kunyahannya dan menjawab, “Di Abwa’.” katanya singkat.

Saya berpikir sejenak mencerna jawaban itu. Ternyata benar: Abwa’!

“Oh, iya, itu benar, dik!” Tegas saya kemudian kepada adik saya itu. Lalu ia pun menuliskan nama tempat (kota) itu di buku PR-nya.

***

“Bagaimana bisa ayah yang sudah berusia 55 tahun masih ingat nama kota itu, sedangkan saya yang masih 20 tahun dan masih sangat muda sudah benar-benar (me)lupa(kannya)?” pikir saya dalam hati.

Tiba-tiba saya teringat nasihat itu. Imam As-Syafi’i pernah berkata, “Aku mengadu pada guruku tentang buruknya hafalanku, dia menasihatiku agar aku meninggalkan kemaksiatan. Dia pun berkata, ‘Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia, dan karunia Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.’”

Benar saja. Konon saat itu, hafalan Imam As-Syafi’i hilang hanya gara-gara tak sengaja melihat betis seorang wanita yang kainnya tersingkap oleh angin!

Sedangkan saya, apakah hafalan-hafalan saya yang hilang juga gara-gara TAK SENGAJA melihat betis wanita yang disingkapkan angin? Ah, rasanya tidak. Nyatanya lebih dari itu.

Rambut, betis, paha, bahkan aurat wanita lainnya yang seharusnya ditutupi, nyatanya pernah SENGAJA dilihat oleh mata ini. Segala hal yang notabene bukan menjadi hak saya, dengan mudahnya dapat disaksikan di alat komunikasi, televisi, dan kehidupan sehari-hari.

Lelaki bijaksana seharusnya akan langsung mengalihkan pandangannya terhadap segala hal yang bukan menjadi haknya. Lalu, apakah saya adalah ‘lelaki bijaksana’ itu? Pada kenyataanya tidak!

“Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia, dan karunia Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.” Begitu bunyi nasihat itu.

Astaghfirullah... :'(
Share:

Selasa, 10 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 November 2015 (Bela Negara)

Kang Maman Bela Negara

Bukankah bela negara itu amanat Undang-Undang Dasar 1945? Jadi, kenapa mesti diributkan?

Mari kita serahkan pada para penguasa di eksekutif, wakil rakyat yang duduk di legislatif, juga yudikatif untuk menurunkan amanat itu dalam aturan yang lebih operasional agar seperti kata Cak Lontong, arah dan sasarannya jelas. Bahwa bela negara bukan militerisasi (bukan wajib militer), tapi sebuah upaya untuk mengajak anak bangsa mencintai negeri ini, mencintai tanah airnya, mencintai bangsanya, dan tidak menomor-duakan bahasanya di bawah bahasa lain, yakni Indonesia.

Dan juga pemahaman lebih menyeluruh bahwa bela negara tidak identik dengan mengangkat senjata (tidak harus menjadi tentara), dan meyakini: membela pakai belati tidak lebih hebat dari membela pakai hati.

Membuat negara tidak lebih terpuruk, tidak bikin berantakan, tidak korup harta rakyat dan negara, mengentaskan musuh dari dalam—kata Jason—yakni kemiskinan dan kebodohan, tidak membakar hutan, tidak menyiksa rakyat dengan memproduksi asap dan membiarkan rakyat sesak dan wafat karena asap, adalah wujud bela negara. Pakai hati, bukan pakai belati.

Bela negara dalam bentuk lain adalah mencintai tanah air sebagaimana mencintai ibu kita sendiri. Ukhuah wathoniah, kata Mas Komeng.

Jadi, bela negara hadapai saja dengan riang, seperti saat dengan penuh riang dan semangat kita bersama menyanyikan lagu Hari Merdeka dari H. Mutahar, yang menyisipkan dengan tegas satu lirik: “Tetap setia, tetap sedia, membela negara kita!” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 09 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 9 November 2015 (Mertua vs Menantu)

Kang Maman Mertua vs Menantu

Dengan segala plus–minusnya, “aturan main” yang berlaku dalam hubungan di antara sesama insan, juga berlaku dalam hubungan antara menantu dan mertua: saling mengasihi, mencintai, bersikap tulus, menasihati dengan cara yang baik, tidak menzalimi, tidak mendustai, tidak menipu, tidak membicarakan aibnya, dan adab-adab yang berlaku dalam hubungan antarsesama lainnya.

Mengingat mertua juga adalah orang tua kita sendiri, selayaknya kita menggunakan rumus matematika dalam berhubungan dengannya, yakni: mengalikan kegembiraannya, mengurangi kesedihannya, menambahkan semangatnya, membagi kebahagiaan dengannya, dan mengkuadratkan kasih sayang dengannya.

Bagaimana kita ingin ibu kita diperlakukan dengan baik oleh ayah kita, seperti itulah hendaknya kita memperlakukan istri kita. Bagaimana kita ingin kelak suami anak kita berakhlak mulia kepada putri kita, seperti itulah kiranya kita berakhlak mulia kepada istri kita. Dan bagaimana kita ingin ayah–ibu kita diperlakukan dengan baik dan mulia oleh menantunya, seperti itulah hendaknya kita memperlakukan ibu dan bapak mertua kita.

Dan sebaliknya, kepada para mertua, ingat: menantumu adalah anakmu juga, sekaligus belahan jiwa anakmu. Cintai seperti engkau mencintai belahan jiwanya, yakni anakmu sendiri.

Daripada mertua–menantu saling mengawasi, lebih baik saling menyayangi. Daripada saling memberatkan, lebih baik saling meringankan dengan satu catatan—dan ini tadi yang jadi perdebatan menarik: “Menantu bukan pembantu, mertua bukan balai penitipan.” (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 03 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 November 2015 (Seksi kok Risih?)

Kang Maman Seksi kok Risi?

Ada dua kubu yang paradoks hari ini. Kubu pertama, ada yang mengatakan, “Ada lo sosok yang tampil seksi, tidak risih, dan percaya diri, demi mewujudkan eksistensi atau semata karena memang suka tampil seksi.” Dan kalau memang laki-laki itu makhluk visual, disadari mudah tergoda lewat indra mata, lelaki yang baik—atau dalam bahasa Cici Panda, “Lelaki bijaksana”—pasti akan langsung mengalihkan pandangannya terhadap segala hal yang bukan menjadi haknya.

Dengan kalimat lain: Kalau kamu disebut makhluk visual, sadarlah, engkau sungguh makhluk yang lemah! Dalam bahasa Cak Lontong, disebut sebagai sosok yang hanya pintar melihat, tetapi tidak pandai berpikir. Jangan salahkan rok mini, tapi salahkan isi otakmu yang mini.

Sementara kubu kedua, “Kalau jerawat kecil saja ditutupi, mengapa auratmu tidak?”

Manusia bukan objek wisata, tetapi sekaligus ia juga bukan objek hinaan atau objek cacian. Dan kalau kamu sudah menutupinya (sudah berhijab); tidak transparan, tidak menerawang, dan tidak membentuk lekuk, jadikan sebagai bukti taat, bukan hiasan sesaat. Dan tekadkan, “I cover my hair, not my brain.” Tutuplah sendiri, sebelum orang lain menutupnya dengan kain kafan.

Silakan memilih, mau berada di kubu pertama atau di kubu kedua, atau tidak di kedua-duanya karena punya sikap dan persepsi sendiri. Tetapi sejak segmen awal hingga segmen terakhir, ada bisikan yang sangat menarik dari sejumlah panelis, “Seksi itu bukan soal berpakaian—entah dia laki-laki atau perempuan. Seksi itu: otaknya berisi.” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 02 November 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 2 November 2015 (Atasan Bagai Petasan)

Kang Maman Atasan Bagai Petasan

Sejak awal, sejak Kang Ronal berpendapat, terpampang jelas atasan itu ada dua tipe: bos dan pemimpin. Dan ini bedanya:

[1] Bos menciptakan rasa takut dalam diri anak buahnya; pemimpin membangun kepercayaan.

[2] Bos bertepuk dada dan mengatakan “aku”; pemimpin mengatakan “kita”.

[3] Bos tahu bagaimana pekerjaan harus dilakukan; pemimpin tahu bagaimana suatu karier harus ditempa.

[4] Bos mengandalkan kekuasaan; pemimpin mengandalkan kerja sama.

[5] Bos—kata Cak Lontong—menyetir; pemimpin memimpin.

[6] Bos—kata Mas Jarwo—mengatasnamakan semua kesalahan pada bawahan; pemimpin mengatasi masalah dan memperbaiki kesalahan.

[7] Bos menguasai 10% tenaga kerja bermasalah; pemimpin menguasai 90% tenaga kerja yang kooperatif.

[8] Bos menyebabkan dendam bertumbuh; pemimpin memupuk antusiasme yang bertumbuh.

[9] Bos menjadikan pekerjaan menjemukan; sementara pemimpin menjadikan pekerjaan menyenangkan.

[10] Bos melihat masalah sebagai musibah yang akan hancurkan pekerjaan dan perusahaan; sementara pemimpin melihat masalah sebagai kesempatan yang dapat diatasi bersama-sama karyawan dan berubah menjadi pertumbuhan.

Intinya: Bos buas, menjadikan kuasa dan uang sebagai tujuan; pempimpin menjadikan kuasa dan uang sebagai sarana kebajikan dan kesejahteraan.

Dan pemimpin sejati, karena tahu tanggung jawabnya, akan bekerja lebih keras dari bawahan, dan kunci utamanya: jujur. Ketika hati, tangan, dan mulutnya berbicara dalam bahasa yang sama. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter