Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Senin, 29 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 29 Februari 2016 (Ada Apa dengan Reuni?)

Kang Maman Ada Apa dengan Reuni?

Kata orang, kalau mau CLBK, ubahlah kata ‘mantan’ menjadi ‘alumni’ agar bisa melakukan reuni.

Reuni adalah ajang mengurai dan menguras genangan kenangan lama, kenangan akan segala kebaikan dan keindahan yang terselip di lembar buku memori kita tentang segala hal. Tragedi sekalipun seiring waktu akan menjadi kenangan yang membangkitkan tawa. Bukankah humor adalah tragedy plus time, kata Mark Twain?

Menurut beberapa penelitian di Amerika Serikat, reuni punya sisi positif; ajang bersosialisasi guna merekatkan kembali tali persahabatan. Dan seseorang yang banyak dikelilingi oleh teman dan saudara, kemungkinan meninggalnya lebih cepat berkurang 50% dibanding yang tidak memiliki kehidupan sosial.

Pertemanan dapat membantu memperpanjang umur rata-rata 3,7 tahun lebih lama. Karena dukungan emosi pertemanan dapat membantu mengurangi beban masalah yang bisa memicu stres dan depresi berat penyebab kematian. Ini sekaligus pembuktian ilmiah ajaran agama bahwa silaturahmi itu memperpanjang usia.

Tetapi juga ada sisi negatifnya, karena kerap reuni dijadikan ajang hura-hura, pamer harta, takhta, dan kuasa yang melukai perasaan teman yang kurang berhasil. Atau sebaliknya, menjadi ajang pemalakan bagi mereka yang dianggap sukses di angkatannya, termasuk untuk membiayai reuni tersebut.

Jadi, intinya:
Salah memaknai, reuni bisa menjadi ajang menyakiti dan melukai. Tepat memaknainya, reuni bisa menjadi ajang silaturahmi yang menyenangkan dan menyehatkan hati. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 23 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 23 Februari 2016 (Jalanmu Bukan Jalanku)

Kang Maman Jalanmu Bukan Jalanku

Satu, penelitian di Inggris dan Singapura membuktikan: 72% laki-laki sukses saat berusaha parkir mundur untuk pertama kali, sementara perempuan hanya 23% yang sukses mundur parkirnya. Ini membuktikan bahwa: laki-laki lebih jago parkir mundur daripada perempuan.

Yang kedua, penelitian juga membuktikan: 25% pengemudi perempuan mengajukan klaim asuransi, sementara laki-laki hanya 18,6%. Apakah ini bukti pengemudi perempuan lebih berbahaya? Jangan disimpulkan seperti itu dulu. Karena meski lebih banyak mengklaim asuransi, yang diklaim perempuan paling cuma goresan dan benturan ringan. Tetapi laki-laki, kalau klaim langsung bernilai tinggi dan penggantian total. Jadi terbukti: pengemudi pria sungguh memiliki terlalu banyak testosteron di pedal gas mobilnya. Jadi, pria masih lebih berbahaya sebagai pengemudi.

Yang kedua [ketiga], menurut seorang penulis buku parenting, ada 37 kebiasaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak. Kebiasaan yang kesebelas adalah: memberi hadiah untuk perilaku buruk anak. Kita kerap takluk pada rengekan anak yang salah. Hati-hati, lebih baik dituduh sebagai orang tua yang kikir dan tega, daripada memberi hadian pada perilaku buruk anak— termasuk memberi kendaraan pada anak kecil yang belum lagi 17 tahun.

Ingat:
Sayang istri, berikan cinta dan kesetiaanmu; sayang anak, berikan pelukan kasihmu, bukan dengan menyerahkan nasibnya pada kejamnya jalanan.

Dan sekali lagi, kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian anak-anak nomor satu di seluruh dunia, seribu setiap hari, melebihi korban akibat perang.

Jadi, doa sepenuh cinta untuk istri dan anak kita, jangan serahkan dia pada jalanan. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 22 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 22 Februari 2016 (Apa-Apa Disensor)

Kang Maman Apa-Apa Disensor

(Karena KPI nggak datang, jadi saya rada coba hati-hati)

Untuk mengatur perilaku lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi radio di ranah publik yang merupakan sumber daya alam terbatas, ditetapkanlah P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) oleh KPI, yang masing-masing terdiri dari 54 dan 94 pasal.

Jadi, P3 SPS itu panduan perilaku penyelenggaraan dan pengawasan penyiaran nasional, yang juga berisi batasan, larangan, kewajiban, dan aturan penyiaran beserta sanksinya. Dan komisi penyiaran ada di mana-mana, termasuk di negara bebas seperti Amerika Serikat, ada FCC [Federal Communications Commission] namanya, yang bahkan punya aturan seven dirty words (tujuh kata kasar dan kotor) yang haram muncul di televisi Amerika. Bahkan ketika presiden Bush memaki dengan empat huruf kata makian, CNN langsung dapat sanksi berat.

Dan tolong diingat, yang diberi sanksi oleh KPI itu lembaga penyiarannya, tidak pernah memberi sanksi kepada individu atau pengisi acaranya. Itu yang pertama.

Yang kedua, mari meluruskan KPI—tadi dikatakan Ronal dan Kang Denny. KPI bukan lembaga sensor, tapi lembaga pengawasan—mata dan telinga pemirsa. Sensor itu ranahnya Lembaga Sensor Film. Harapan kita tentunya sinkronisasi yang utuh antara LSF dan KPI. Contohnya, batasan usia penonton saja antara KPI dan LSF masih beda. Sehingga ditakutkan lolos di LSF, tapi masih disemprit oleh KPI karena soal perbedaan klasifikasi umur.

Ketiga, tetapi aturan bukan benda mati. KPI dan industri harus terus mengadakan dialog yang sehat untuk menemukan formula yang makin lama makin sehat dan memberi maslahat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Masyarakat cerdas, cerdas memilih tayangan yang sehat dan bermanfaat bagi diri dan keluarga.

Kesimpulannya:
Sensor jangan dijadikan sesuatu yang horor, pengawasan juga jangan dijadikan sesuatu yang bermakna pembantaian. Hati-hati adalah kata kunci yang penting, tetapi juga jangan sampai membuat industri jadi mati. Kata kunci kata Bang Denny: tanggung jawab dan demi kepentingan publik. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 16 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 16 Februari 2016 (Talent Search vs Artis Online)

Kang MamanTalent Search vs Artis Online

Berkarier melalui ajang pencarian bakat atau media online, tidak bisa dibandingkan secara hitam putih bahwa satu pasti lebih baik dari yang lain. Karena keduanya cuma pilihan jalan (pilihan cara) di mana kata Ronal tadi, “Dari ajang pencarian bakat ada yang meroket, ada yang tenggelam.” Di media online pun sama saja; ada yang terlontar tinggi, ada yang terpuruk tak terlihat sama sekali.

Lalu bagaimana cara untuk berhasil?

Dari perbincangan, rahasianya ternyata terentang panjang antara buku “The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism” Max Weber, pindah ke “The Achieving Society”-nya David McClelland. Menurut Weber, salah satu syarat untuk maju adalah adanya sifat kerja keras dengan semangat tinggi. Dan kata McClelland, harus terus menyuntikkan diri dengan virus N-Ach (need for achievement—dorongan untuk terus meningkatkan prestasi), plus perilaku—tadi juga ditekankan oleh Ucie Nurul.

Jika bakat dipadu kerja keras penuh semangat dan tekad untuk terus meningkatkan prestasi (juga perilaku yang baik), maka mau lewat ajang pencarian bakat atau pun media online, kalian akan seperti lirik lagu Bintang di Petualangan Sherina: “Kau akan bersinar dan jalanmu akan terang.”

Terakhir, kalian yang sedang berada dalam proses berjuang untuk menanjak atau bahkan sudah di puncak karier karena prestasi yang meroket, jangan pernah melupakan dua sosok ini—yang juga ada dalam lirik lagu Andai Aku Besar dalam Petualangan Sherina:

(“Oh... ku tahu kau berharap dalam doamu
Ku tahu kau berjaga dalam langkahku
Ku tahu s'lalu cinta dalam senyummu”)

Jadi, teruslah berkarya, berprestasi, dan jangan pernah lupakan dua azimat kehidupan yang selalu menjaga jalanmu dan mendoakanmu untuk meraih bintang: AYAH dan IBU kalian. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 15 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 15 Februari 2016 (Rambu-Rambu Rancu)

Kang Maman Rambu-Rambu Rancu

Seorang dosen filsafat mengatakan, ada enam sesat pikir yang membuat sebuah bangsa tidak maju. Salah satunya tidak patuh aturan, bahkan bangga kalau melanggar. Jadi selama ‘P’ atau ‘S coret’ saja masih tidak dipahami dan dilanggar (masih sesat pikir), kapan negeri ini akan maju?

Poin yang kedua, kalau sudah berani nyetir, artinya sudah lulus ujian dan mendapatkan SIM—karena itu persyaratan utama—jadi semestinya pengemudi sudah paham dan patuh apa yang disebut Pak Chryshnanda tadi, “Ada yang namanya rambu peringatan dengan latar warna kuning, rambu larangan dengan latar putih, rambu perintah yang bundar berwarna biru, termasuk rambu petunjuk, rambu tambahan, bahkan rambu nomor rute jalan.”

Meski juga para aparat harus menyadari, masih ada rambu yang tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal, salah satu ciri negara maju, cara bertutur dan berkomunikasi warganya sudah baik. Contoh sederhana, markah dengan tulisan “BELOK KIRI JALAN TERUS”. Ini rancu: belok kiri, tapi disuruh jalan terus? Padahal bahasa yang paling sederhana dan paling benar adalah: “BELOK KIRI LANGSUNG”.

Yang ketiga, menurut WHO, kecelakaan lalu lintas itu pembunuh nomor tiga di Indonesia setelah jantung koroner dan TBC. Tahun 2012 ada 109.038 kecelakaan, dan 27.441 orang tewas dalam setahun—atau tadi kata Pak Chryshnanda betul, “75 orang tewas setiap hari atau 3 orang meninggal dalam satu jam.”

Kesimpulannya, satu pesan sederhana Cak Lontong tadi, “Pengemudi cerdas tidak menjalankan dua tugas dalam waktu bersamaan. Misalnya, nyetir sekaligus jadi operator telepon.” Pengemudi yang baik tugasnya hanya satu: mengemudi. Jangan terburu-buru, jadilah pengemudi yang bermutu yang berprinsip dan menjalankan satu budaya: “Kepedulian kita, kesadaran kita, keselamatan semua.” (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 09 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 9 Februari 2016 (Pacar Matre)

Kang Maman Pacar Matre

Jujur saja, akankah kalian memilih pasangan yang tidak punya masa depan, atau tidak punya matre sama sekali?

Bukankah kita kerap mendengar orang bilang dengan nyinyir, “Makan tuh cinta!”?

Namun jika tetap yakin untuk melangkah, pasti karena sebuah alasan yang juga kuat: bahwa sosok yang dicinta itu punya masa depan yang orang lain mungkin belum atau tidak melihat, tetapi dengan sepenuh cinta, saya bisa melihatnya.

Namun sekali lagi, jika akhirnya kelak harus berhenti di tengah jalan, jangan sesali masa lalu. Yang matre bisa berpisah, yang tidak matre pun tidak sedikit yang bercerai—tadi kata Jojo [Joshua Suherman] seperti itu.

Perpisahan bukan berarti semata karena pasangannya jahat atau tidak berpunya. Tetapi perpisahan terjadi harus dimaknai sebagai: “Bagian dia sudah selesai dalam perjalanan asmaraku, dan saya tidak boleh selesai.”

Toh yang namanya perjumpaan itu bukanlah sebuah pertemuan dengan seseorang yang akan meninggalkan kita. Tetapi perjumpaan yang sejati adalah bertemu dengan orang yang akan selalu tegar berdiri di sisi kita dalam suka maupun dalam perih luka, di saat berada maupun kurang berada.

Terakhir, seperti paparan Cak Lontong, “Jangan pernah menyesali penghasilan pasangan, tetapi sesalilah pengeluaranmu yang melebihi penghasilannya.”

Dan kalau kebahagiaan bisa dibeli, pasti orang kaya akan memborongnya dan kita akan sulit untuk mendapatkannya. Dan kalau kebahagiaan hanya ada di satu tempat, pasti belahan lain bumi akan kosong karena semuanya akan berkumpul di sana. Untungnya, kebahagiaan itu hanya ada di satu matre (di satu benda): hati yang penuh kasih, bukan hati yang dipenuhi transaksi (kamu kasih, baru aku sayang).

Ada satu lagi. Buat yang dalam perjalanan hidupnya makin kaya, makin banyak matre-nya, ingat kata orang Jawa:

Dadi manten kuwi seneng, nanging ojo seneng dadi manten.” Menikah itu menyenangkan, tapi karena banyak harta, jangan senang menikah, menikah, menikah, dan menikah. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 08 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 8 Februari 2016 (Hati-hati Pilih Kelompok)

Kang Maman Hati-hati Pilih Kelompok

Setiap manusia pada hakikatnya butuh berafiliasi atau berkelompok karena manusia adalah makhluk sosial. Di sisi lain ada kelompok yang mampu meningkatkan performa dan prestasi anggotanya. Jika ini yang terjadi dan bersifat mutualistis, tetaplah dalam kelompok itu karena ini adalah kelompok yang baik dan sehat.

Tetapi jika kelompok itu menuntut anggotanya untuk mengeksklusifkan diri (yang benar hanya kami, di luar kami salah), memaksa bahkan mengancam dengan kekerasan untuk mengubah ideologi dan keyakinan kita, serta mencuci otak anggotanya untuk membenci siapa pun yang berada di luar kelompoknya—bahkan hanya boleh patuh pada pemimpinnya, nyalakan segera sinyal  di hati dan kepala untuk jangan pernah masuk ke dalamnya, berhenti dan keluar.

Terakhir:
Kelompok yang baik bertabur toleransi, kasih, dan prestasi, bukan bertabur benci, anarki, dan menyusahkan diri. Jadi, selalulah skeptis dan kritis! (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 02 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 2 Februari 2016 (Cantik Asli atau Palsu?)

Kang Maman Cantik Asli atau Palsu?

Adalah kewajiban setiap orang untuk menjaga dan merawat kesempurnaan pemberian-Nya. Dan adalah hak setiap orang pula untuk tampil sempurna dan menyempurnakan dirinya. Apa pun alasannya; baik demi memuaskan diri sendiri, atau untuk memuaskan pasangan hidup—seperti kata Nita tadi.

Kata kuncinya satu: Tetap alami atau operasi, apakah engkau bahagia atau tidak dengan pilihanmu?

“Berdamailah dengan hati,” kata Desy. Kalau masih saja ada yang suka usil mempertanyakan dirimu, suka ngurusin kamu dengan pertanyaan “Kamu alami atau operasi?”, santai saja. Bukan kamu yang bermasalah, tapi orang itu. Orang yang ngurusi orang lain itu karena dua penyebab; satu, urusannya nggak bikin dia hidup, dan yang kedua, hidupnya nggak ada yang ngurusin.

Yang pasti, yang tidak boleh palsu itu dan harus tetap alami (dan saya yakin Desy pasti setuju) adalah cinta. Cinta harus tetap suci dan sejati.

Tubuhmu alami atau hasil operasi, selama cintamu tetap suci alami, penyair akan berkata:
“Segeralah lari ke dadaku. Selalu ada
peluk sejuk untukmu.

Jika cintamu sejati atau bukan sepuhan,
aku bisa saja pergi
meninggalkan dan menanggalkan kenangan.
Tapi aku bersumpah,
akan menunggalkan kamu
dalam hati dan ingatan.”

Terakhir:
Keindahan fisik mendorong orang lain untuk tergoda menikmatinya, keindahan hati membuat orang lain ingin menjaga dan merawatnya abadi selamanya. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 01 Februari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 1 Februari 2016 (Kami Tidak Takut)

Kang Maman Kami Tidak Takut

Merekam semua perbincangan tadi, jadi mengingatkan saya pada apa yang diunduh seorang pengusaha, Sonny Tan, sehari setelah bom Sarinah terjadi.

Ada kelompok yang pakai tagar [tanda pagar] #KamiTidakTakut. Kesannya seperti menantang, seperti disitir Kang Denny tadi.

Apakah benar mereka tidak takut?

Kalau saya, jujur saya takut—seperti kata Cipan [Cici Panda]. Mereka bersenjata, saya tidak. Mereka tidak punya masa depan, saya punya. Tetapi sekalipun saya takut, saya tidak boleh kalah oleh rasa takut. Saya tidak boleh berhenti bekerja karena takut ada bom. Saya tidak boleh berhenti bertemu teman-teman karena rasa takut. Saya tidak boleh berhenti jalan-jalan karena rasa takut. Saya tidak boleh berhenti berpendapat karena rasa takut. Saya harus melawan rasa takut.

Karena itu, daripada tagar #KamiTidakTakut, saya lebih memilih tagar #KamiLawanRasaTakut, #MelawanRasaTakut, #MelampauiRasaTakut.

Daripada tagar #PrayForJakarta, saya lebih memilih #PrayForTeroris. Biar Tuhan yang menegur orang-orang yang suka dan bangga meneror; semoga Tuhan memberi mereka insaf dan bertobat. Juga jangan lupa, tagar #PrayForPolice. Biar Tuhan yang melindungi para polisi yang jadi target teroris; biar Tuhan yang beri hikmat agar pak polisi yang ganteng itu bisa mencegah aksi teror.

Kita hanya bisa berserah, tapi tidak boleh menyerah. Dan semua makhluk akan mati. Dan karena akan dan PASTI MATI, maka sekarang ini kita harus hidup.

Nikmatilah hidup dan biarkan orang lain juga hidup dan menikmati hidupnya, bukan dengan mematikannya. Itulah hakikat kehidupan.

Terakhir, ada pertanyaan, “Orang kecil kok tetap jualan di tengah ancaman? Ada apa, ya?

Sederhana, tersirat dalam kalimat Ronal tadi bahwa kita sudah terbiasa terhadap teror. Semenjak duka, derita, dan luka oleh orang kecil dinamai doa, semenjak itu kehilangan tak lagi butuh air mata dan juga tak butuh rasa takut.

Hidup adalah perjalanan melampaui rasa takut untuk merayakan kehidupan. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter