Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Senin, 19 Juni 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 Juni 2017 (Musik Unik)

Kang Maman – Musik Unik

Menyimak penampilan-penampilan Mutiara Intifada dan khususnya Karinding Attack, langsung mengingatkan saya pada buku “The Embraces the Mix”. Di buku itu Kirby Ferguson merumuskan pandangan baru tentang apa itu kreativitas. Dan tegasnya, teknik remix (menggabungkan ulang) adalah inti utama kreativitas.

Ia, misalnya, mencontohkan bagaimana lagu-lagu Bob Dylan memiliki nada maupun syair yang mirip dengan lagu-lagu lama di Amerika. “Seperti semua penyanyi,” kata Ferguson, “Bob Dylan mengkopi nada, mengubahnya, lalu menggabungkannya dengan lirik baru, yang merupakan pengolahannya dari hal-hal yang lama. Penciptaan hanya dapat mungkin, jika itu berakar dan bertumbuh pada tempat yang telah disiapkan oleh orang-orang lainnya.”

Pola serupa diakui Henry Ford, pendiri perusahaan mobil Ford. “Saya,” aku Ford, “tidak menciptakan apa pun yang baru. Saya hanya merangkai temuan-temuan dari orang lain yang telah bekerja selama bergenerasi-generasi.”

Jadi, remix itu tekniknya ada tiga: kopi, ubah, gabungkan, plus berterima kasihlah pada pendahulu-pendahulu kita, yang telah melahirkan kreativitas dan kearifan budaya jauh sebelum kita.

Dan nilai plusnya, kreativitas harus unik, dan—tadi ditekankan oleh Karinding Attack—tak boleh lupa membawa pesan moral. [segmen 2]

***

Hampir semua yang ada di muka bumi ini bernada, berirama, dan karenanya bisa bernyanyi bersama dengan padu dan indah. Jangan pernah berpikir untuk mengubah keindahan nada menjadi noise (bising semata), keberiramaan menjadi kacau tak beraturan, dan mengubah nyanyian dan alunan indah menjadi maki-nista hingga bumi tak lagi menjadi tempat indah yang nyaman.

Cobalah sekejap dan sejenak membuka mata hati dan dengarkan, betapa keberagaman bisa menjadi keberpaduan yang indah dan tak harus bahkan tak boleh diseragamkan. Di sini, ada kasidah yang berakar nun jauh di sana, ada karinding yang lahir nun di depan mata, ada Paiman (pemusik gergaji), ada Yon Gondrong (pemain band tunggal), dan—yang pasti—ada Indonesia. Itulah negeri kaya yang penuh keberagaman.

Keberagaman itu indah, bukan untuk diseragamkan. (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 11 Juni 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 Juni 2017 (Anak & Puasa)

Kang Maman – Anak dan Puasa

Bicara eksplisit, tidak ada nas yang menyebut umur seseorang (seorang anak) hingga ia dibebani kewajiban berpuasa Ramadan. Dan tadi disinggung Pak Rektor Qomar sebagaimana Syekh Yusuf Qaradawi memandang, “Kendati demikian, anak-anak harus dibiasakan berpuasa sedari dini, seperti halnya salat.” Namun karena puasa lebih berat dibanding salat, bisa dilakukan dengan cara bertahap berdasar kemampuan anak.

Dalam salat, Rasulullah secara tegas menyuruh anak mengerjakannya jika telah berusia tujuh tahun, dan boleh dipukul dengan lembut jika meninggalkan salat saat berumur 10 tahun. Dengan kaidah tersebut, membiasakan puasa pada anak, juga bisa dimulai pada usia belia secara bertahap.

Dan mari dengan emotional quotient dan sebagainya tadi, mari menanamkan pemahaman sedari dini bahwa berpuasa, berfaedah khususnya bagi budi manusia, dan bonusnya bagi bodi manusia. Bagi budi manusia, puasa mendekatkan anak pada agama, melatih kedisiplinan, membangkitkan empati, mengajarkan anak kepada orang lain dan diri sendiri—karena kita diajarkan: sekalipun kita tidak melihat Tuhan, sesungguhnya Tuhan senantiasa hadir dalam setiap desah napas kita. Dan bagi bodi manusia, puasa membantu pola makan menjadi teratur, dan karenanya membuat tubuh lebih sehat.

Puasa: budi mulia, bodi terjaga. Dan satu kata kunci:
Orang tua yang baik akan belajar lebih banyak agar bisa menjawab segala pertanyaan anak. [segmen 2]

***

Menyimak dua lirik lagu tadi, hidup ini sungguh teramat singkat, sesingkat waktu dari azan ke salat; lahir diazankan, wafat disalatkan. Jangan pernah berpaling dari-Nya, di sajadah panjang-Nya—yang sebenarnya sungguh tidaklah panjang.

Dan kata kuncinya satu: syair pun bisa menjadi syiar dalam kemasan indah, berirama, dan penuh harmoni dan rahmat. Bukankah kita rahmat buat semesta? Bukan pelaknat terhadap sesama?

Mari menjadi nur, minadzh-dzhulumati ilan-nur, mengubah kegelapan menjadi benderang, melalui syair dan syiar, melalui ucapan dan perbuatan. [segmen 3]

***

Menilai orang-orang dewasa yang meng-upload fotonya di media sosial, mengingatkan saya pada pertanyaan seorang hamba kepada seorang sufi, “Mana yang lebih baik: orang yang sangat rajin beribadah tapi sombong, angkuh, merasa paling suci, atau orang yang tak pernah beribadah tapi akhlaknya mulia, rendah hati, santun, dan cinta pada sesama?”

Sang bijak menjawab, “Dua-duanya baik. Karena boleh jadi si ahli ibadah yang angkuh, akan menemukan kesadaran tentang akhlak buruknya, bertobat, lalu menjadi pribadi yang baik. Dan sosok yang kedua, karena kemuliaan budinya, Allah kemudian menurunkan hidayah, lalu ia menjadi ahli ibadah yang juga memiliki kerendah-hatian.”

“Lalu siapa yang tidak baik?”

Sang bijak menjawab, “Kita yang tidak baik. Orang ketiga yang hanya bisa menilai orang lain namun lalai menilai diri sendiri.”

Dan yang menarik untuk dipikirkan kembali di bulan penuh rahmat ini tersirat diucapkan Pak Qomar tadi:
Alangkah indahnya mengubah atau menyempurnakan kebiasaan dimulai dengan selfie diakhiri dengan selfie, menjadi dimulai dengan bismillah diakhiri dengan alhamdulillah.

Dan, termasuk untuk anak-anakku di mana pun berada:
Saring sebelum sharing! (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 10 Juni 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 Juni 2017 (Beragam Bukan Seragam)

Kang Maman – Beragam Bukan Seragam

Semua juga paham, Pancasila itu bukan semata hafalan, tapi harus diwujudkan dalam perilaku dan juga perbuatan. Termasuk kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang menyatu dalam Garuda Pancasila.

Kalau berbeda dijadikan dalih untuk mengatakan “kami lebih dari kamu”, kalau berbeda dijadikan narasi untuk berhadapan, bermusuhan, bukan untuk berdampingan dan berjalan beriringan, maka berbeda menjadi musibah. Tetapi kalau kemajemukan dimaknai sebagai mari saling berkenalan, saling memahami, saling melengkapi, saling menyempurnakan, tidak saling mengancam satu sama lain, maka kemajemukan adalah anugerah.

Dan kodrat dunia bagai kodrat pelangi, indah karena berwarna-warni. Keberagaman bukan untuk diseragamkan.

Bagi Indonesia, dengan membuka lembar-lembar perjalanan sejarahnya, jelas tegas tak tertawarkan: bhinneka. Artinya, tidak bhinneka, bukan Indonesia. [segmen 2]

*Segmen 1 & 2: Kami Indonesia

***

Kamu punya keyakinan, kami punya keyakinan; kamu punya kepercayaan, kami punya kepercayaan. Mari saling menghormati, dengan tidak saling mencederai.

Dan jangan pernah robek Sang Saka kami. Jalin, rawat, dan satukan terus Merah dan Putih. Karena Merah Putih: warnamu, warnaku, warna kita, INDONESIA. [segmen 3]

***

Hanya dua kalimat:
Mayoritas bersatu dengan minoritas, minoritas berpadu dengan mayoritas dalam rasa solidaritas. Dan, mari saling merekatkan, tidak saling meretakkan. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 03 Juni 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 Juni 2017 (Hello Dangdut)

Kang Maman – Hello Dangdut

Menyimak Pacar Dunia Akhirat, itukah yang disebut cinta abadi? Tidak perlu kaya asal setia; cinta yang tak cuma di mulut saja, yang bisa berakhir di mulut yang penuh dusta juga. Itukah cinta abadi, tak terpesona penampilan tapi kepribadian? Jika ya, awali dengan baik dan berharap berakhir hingga maut memisahkan.

Dan pacar dunia akhirat itu, kata Mas Jarwo, harus dinikahi.

Jadi, akadkan, halalkan. Jika tidak, lupakan dan doakan. [segmen 1]

*Segmen 1: Pacar Dunia Akhirat, Benar Ada?

***

“Lirik lagu lama itu sarat pesan baik,” kata Ronal. Misalnya, Cuma Kamu. Cuma kamu, satu selamanya. Ya, itulah cinta setia. Ketika ‘ia’ hanya bertemu ‘ia’ menjadi ‘kita’, dan tak ada satu pun di antara keduanya. Cinta setia: cuma kamu, tak ada yang lain. Kan kupenjarakan kamu di hatiku satu selamanya, dan kaupenjarakan aku di hatimu satu selamanya.

Sekali lagi, di dalam kata ‘cinta’, cuma ada satu ia, tak ada ia lainnya. Karena cinta, beda dengan sia-sia. [segmen 2]

***

Terkadang cinta memang tak berakhir di pelaminan. Bahkan yang sudah se-pelaminan pun, bisa terpisahkan—tersisih. Tapi terkadang kita harus gagal, tersisih terlebih dahulu, sebelum bersua kesejatian. Karenanya, jangan pernah menyesalinya.

Mantan, memang guru terbaik tentang tersisihkan dan tersakiti. Guru terbaik untuk mendapatkan yang lebih baik, meski perpisahan bisa terjadi bukan karena sudah tidak saling cinta, tapi tak ingin saling menyakiti.

Tapi yang pasti, perempuan mana yang tak ingin mendapatkan pria idaman? Yang sopan santunnya menyejukkan kalbu, tutur sapanya hai semanis madu, bentuk tubuhnya lelaki perkasa, dan kejujurannya dapat dipercaya. Bagaimana aku tak bahagia, kata Rita Sugiarto, jika menemukan yang seperti itu. Betul saja. Yang dicari manusia itu bukan terkenal atau terpandang, tapi bahagia.

Dan pernikahan bahagia itu mengajarkan kita semua:
Calon suamimu tidak semulia Rasulullah, tidak setakwa Ibrahim, tidak setabah Isa atau Ayub, tidak segagah Musa, tidak setampan Yunus. Suamimu hanyalah pria akhir zaman yang bercita-cita menjadi saleh. Bantulah. Dan calon istrimu tidaklah semulia Khadijah, setakwa Aisyah, atau setabah Fatimah. Ia hanya wanita akhir zaman yang bercita-cita menjadi saleha. Dukunglah.

“Pasanganmu,” kata Ronal, “bukan makhluk yang luar biasa. Kamulah yang menjadikannya luar biasa.” Karena pernikahan tak menyatukan dua orang yang sempurna, tapi satu sama lain saling menerima dengan sempurna. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter