Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Selasa, 28 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 28 April 2015 (Selingkuh Bukan Hanya Milik Pria)

Kang Maman Selingkuh Bukan Hanya Milik Pria

Siapa yang sering mengalami sakit kepala tiba-tiba, baik setengah maupun seluruh kepala?

Menurut ilmuwan Italia dari University of Turin, orang yang tidak setia memiliki risiko lebih sering menderita sakit kepala. Hal ini merupakan akibat bahwa orang yang berselingkuh, cenderung lebih sering mengalami tekanan dan stres. Dan dari studi terbukti, hanya 14% istri yang selingkuh jika dibanding dengan para suami yang mencapai 22%.

Mengapa orang berselingkuh?

Paulo Coelho dalam bukunya yang berjudul Selingkuh mengatakan, “Cinta tidak cukup dan tidak pernah cukup. Cinta baru cukup jika dilengkapi dengan setia.” Tak harus selalu se-ia untuk setia.

Pertanyaan kuncinya, setiakah kita? Tanyakan ke diri masing-masing.

Teringat sebuah pernyataan sederhana:

“Carilah pasangan yang mencintai dan setia pada Tuhannya. Karena jika kepada Tuhan-nya saja dia tidak setia, jangan berharap ia akan setia kepadamu.”

Dan kata kuncinya, seperti yang diucapkan Okky tadi, “Daripada menduakan, lebih baik mendoakan.” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 27 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 27 April 2015 (Penjualan ASI Online)

Kang Maman Penjualan ASI Online

ASI [air susu ibu], asupan terbaik dan paling sempurna untuk buah hati tercinta. ASI, ciptaan Tuhan yang tidak ada duanya, sebagaimana juga buah hati kita; karya Ilahi yang tidak bisa disamakan oleh buatan manusia segenius apa pun. Karenanya, keduanya, ASI dan bayi adalah jodoh yang sempurna.

ASI tak cuma bermanfaat bagi buah hati kita, tetapi juga berguna buat ibunya dan bagi hubungan batin yang indah antara ibu dan buah hati. Anak adalah buah kasih, dan di dalam ‘kasih’ ada ‘ASI’.

Jika kita mampu dan sanggup memberikan ASI tetapi kita tidak memberikannya, maka kasih menjadi kurang sempurna (k...h). Padahal, kasih berbalas kasih. Jika kita memberikan ASI kepada anak kita, insya Allah, kita akan mendapatkan senyuman indah dari si kecil, dan juga kalimat cantik: Aku Sayang Ibu.

Dan terakhir, kasih itu suci, tidak diperjualbelikan, tidak diperdagangkan, atau ia akan kehilangan makna kesucian. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 21 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 21 April 2015 (Dewasa Sebelum Waktunya)

Kang Maman Dewasa Sebelum Waktunya

Ayah dan ibu adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di pelukan dan pangkuan ayah bundalah semestinya anak pertama kali belajar, merasa, berpikir, dan berbicara.

Jika kedua orang tua kita berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia dalam lisan dan perbuatan, insya Allah demikian pula anak-anaknya. Bukankah leluhur mengajarkan, “Buah tak jatuh jauh dari pohonnya.” “Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga.” Dan sebagai orang tua, mesti selalu mengingat, “Anak polah bapa kepradah (Apa yang dilakukan anak, orang tua pun terkena imbasnya).” Baik berimbas baik, buruk berimbas buruk.

Terkenang saya pada nama seorang ibu panutan: Raden Adjeng Kartini, yang dalam salah satu penutup suratnya memperkenalkan diri: Panggil aku Kartini saja. Meski di eranya, di saat feodalisme masih mencengkeram kukuh, ini permintaan yang tergolong tak lazim. Kartini mendobrak tradisi dan ingin menunjukkan bahwa semua orang pada dasarnya sama; setara, tak dibedakan oleh pangkat, jabatan, gelar, atau kebangsawanan. 

Panggil aku Kartini saja, sepenggal nama penuh makna. Di dalam nama ‘Kartini’, perempuan yang wafat empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, ada kata (k)ARTI(ni).

Meski hidup tak panjang, manusia bisa menjadi sosok panutan. Bukan cuma panutan untuk anaknya, tapi untuk bangsanya jika ia memiliki arti bagi sesamanya, berguna dan bermanfaat bagi lingkungannya. Dan panutan itu adalah sosok yang mencerahkan, sosok yang bisa menjadi cahaya bagi sekitarnya meski ia cuma kerlip lilin di malam gelap, lalu mati demi menerangi sekelilingnya.

Jadi, panutan adalah sosok yang punya arti, sosok yang berguna, yang bisa membawa kita dari gelap menuju cahaya, enlightenment (menjadi suluh; api; pijar; dan cahaya yang menerangi), minadzhulumati ilannur, habis gelap terbitlah terang.

Negeriku, selamat Hari Kartini, dan mari menjadi nur (cahaya) panutan bagi negeri ini. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 20 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 20 April 2015 (Fasilitas Mewah di Kala Krisis)

Kang Maman Fasilitas Mewah di Kala Krisis

Suatu malam, Khalifah Umar bin Abdul-Aziz didatangi saudaranya. Kala itu dia sedang mengerjakan tugas negara di ruang pribadinya; menyelesaikan beberapa berkas negara, diterangi lampu minyak. “Apa yang ingin kamu bicarakan saudaraku, urusan keluarga atau masalah negara?” tanya Umar bin Abdul-Aziz kepada saudaranya. Saudaranya pun menjawab bahwa dia hanya akan membicarakan masalah keluarga, bukan masalah negara.

Saat itu juga Umar bin Abdul-Aziz langsung mematikan lampu itu. Saudaranya pun kaget. “Wahai Khalifah, kenapa engkau matikan lampu itu?” Dengan suara sangat rendah Umar menjawab, “Apa yang akan kamu bicarakan adalah urusan keluarga, bukan urusan negara. Lampu ini milik negara, tidak untuk dipergunakan buat fasilitas pribadi.”

Itulah contoh sederhana, teladan yang mulia bahwa kekuasaan tak selayaknya digunakan untuk urusan pribadi. Mengapa Umar melakukan itu? Terutama karena ia sadar bahwa apa yang diamanatkan, harus dipertanggungjawabkan.

Terucap tadi oleh Cak Lontong bahwa bila jabatan dan fasilitasnya tidak digunakan dengan batin yang bersih atau dijalankan tidak amanah, maka harus diingat, ‘Jabat’ dan ‘Jahat’ hanya beda tipis. Anda terpeleset dari pejabat, akan bisa menjadi penjahat dalam sekejap.

Dan yang terakhir, siapa yang tidak mau mendapat fasilitas dan tunjangan; rumah, mobil, kendaraan pribadi, listrik, pulsa, dan sebagainya?

Fasilitas itu memabukkan, tetapi ingat: Karena mabuk, orang bisa mudah terbakar dan musnah sehingga hilang menjadi tertelan awan, dan cuma menjadi (m)ABU(k) dalam kehidupan. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 14 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 14 April 2015 (Gaya Hidup Balita Masa Kini)

Kang Maman Gaya Hidup Balita Masa Kini

Semua bayi pada dasarnya terlahir mahal. Betapa tidak, mereka adalah buah perjuangan hidup dan mati seorang ibu yang tak ternilai harganya. Manusia biasa hanya bisa tahan 45 unit rasa sakit. Tapi saat ibu melahirkan, ia akan merasakan 57 unit rasa sakit atau sama dengan merasakan 20 tulang patah bersamaan.

Menyimak pembicaraan hari ini, senada dengan puisi tentang ibu melahirkan di laman ‘bidanku’ [Selamat Datang Anakku]:

“Nak,
Ingatkah saat 9 bulan kebersamaan kita?
9 bulan yang tak tergantikan...

Saat kita berada dalam satu hembusan nafas...
Dalam satu detak...
Berbagi kehidupan dalam secuil ruang!
Di mana rahimku menjadi satu-satunya tempat teraman bagimu...

Ketika, sedihku pun membuatmu resah
Ketika, senyumku pun membuatmu tenang

Dalam setiap gerakan, kamu berkata
Dalam setiap gerakan, kamu mencoba memberi makna...
Sampai saat di mana ragamu siap hadir ke dunia...

Pecahnya ketuban,
Mulasnya kontraksi,
Menjadi rasa ternikmat bagiku!
Waktu di mana aku akan menjadi wanita seutuhnya...

Dalam penggalan-penggalan nafas yang terus berjuang,
Segala doa terlantun...
Nyawaku ku pertaruhkan di sini!
Demi kamu, Anakku!
Sesosok malaikat mungil yang terlahir dari rahimku sendiri...
Detik itu, di mana tangisanmu dan tangisanku menandakan kemenangan besar...

Selamat datang anakku...
Bunda selalu ada untukmu!”

Dan terakhir, kita semua sadar di sini, yang paling dibutuhkan seorang anak bukan kasih harta benda, tapi: kASIh AYAH BUNDA. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 13 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 13 April 2015 (Nikah Siri Online)

Kang Maman Nikah Siri Online

Dalam pernikahan, teringat ujaran Kahlil Gibran, “Tegaklah berjajar, namun janganlah terlalu dekat. Bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat?”

Menikah satukan dua hati dalam kesetaraan; karena jika dua tiang penyangga tidak setara seukuran, bangunan tak akan berdiri tegak. Ini juga bermakna tidak boleh ada pihak yang dirugikan.

Aku dan kamu lebur menjadi satu, menjadi kita, tanpa mematikan aku atau kamu. Dan dua sukma esa mesra sungguh tak mudah.

Nikah berarti menghimpun. Kawin mengandung makna berpasangan. Dan berpasangan diniatkan untuk memberikan sakinah (ketenangan). Dan pernikahan bahagia bila dibangun oleh dua orang baik yang memiliki kelapangan dada; mawadah (yang saling mengenal dan mau saling memaafkan). Pertanyaannya, apakah itu bisa terbentuk jika ada jarak membentang; bila hanya berjodohan atau dinikahkan lewat online?

Demikian pula pernikahan antara dua hati. Harus dibangun dengan sejumlah persyaratan dasar, baik yang ditetapkan oleh keyakinan yang dianut, maupun secara administrasi oleh negara agar kelak tak merugikan salah satu pihak dan anak keturunannya.

Jadi, sekali lagi, nikah itu berhimpun untuk raih kebahagiaan dan ketenangan, yang dirahmati dan diridai-Nya, jangan diawali dengan pelanggaran yang berakibat merugikan.

“Cinta itu sederhana,” kata Fitrop [Fitri Tropica], tapi jangan disederhana-sederhanakan atau digampang-gampangkan dengan melanggar persyaratannya. “Cinta itu nyata,” juga kata Fitrop, karenanya jangan dibuat jadi maya, mempercayakannya pada sosok maya, dengan jalan yang maya, di dunia yang maya, yang merugikan di dunia yang nyata. Nikah itu membahagiakan, bukan mencelakakan. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 07 April 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 7 April 2015 (Mencari Rezeki di Negeri Orang)

Kang Maman Mencari Rezeki di Negeri Orang

Menyimak pembicaraan dari awal, langsung teringat Qur’an surah Hūd ayat 6 yang bunyinya, “Dan tidak satu pun makhluk yang bergerak dan bernyawa di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia (Allah) mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Dan semua sudah tertulis dalam kitab yang nyata (di Lauhul Mahfuzh).”

Jadi, rezeki yang telah ditulis untuk kita pasti akan sampai ke kita. Tidak mungkin satu suap makanan yang sudah menjadi jatah kita akan masuk ke mulut orang lain. Dan, seseorang tidak akan pernah meninggal jika masih ada satu butir nasi saja yang menjadi jatahnya yang belum dia makan.

Dan rezeki itu—baik rezeki yang bersifat hati (berupa ilmu dan amal) maupun rezeki badan—tidak dibatasi oleh ruang, tidak dibatasi oleh batas negara. Ia tersebar di mana saja, di dalam maupun di luar negeri.

Dan terakhir: Jika negeri ini diibaratkan pohon rimbun yang maha besar, daripada melekat dan berada di dalamnya tapi hanya menjadi rayap dan benalu yang menggerogoti dan mengisap, lebih baik berada di luar menjadi udara, tanah, dan air yang membuat pepohonan menjadi terus tumbuh dan rimbun. (Maman Suherman)
Share:

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 6 April 2015 (Adilkah Hukum di Indonesia?)

Kang Maman Adilkah Hukum di Indonesia?

Kita semua semestinya tahu bahwa di kehidupan sehari-hari maupun saat beraktivitas di media sosial, setiap orang bersamaan kedudukannya di depan hukum—tidak terkecuali Ibu Asyani. Jadi, jangan dikaburkan dengan alasan apa pun. Tetapi kenapa banyak orang yang bereaksi terhadap penahanan Ibu Asyani? Penyebabnya satu, ditangkap oleh teman-teman: Semata-mata karena di depan mata kita, secara vulgar tersaji ketimpangan hukum. Pisau hukum tajam ke bawah, majal ke atas.

Dan salah satu yang paling jelas adalah mengapa orang seperti Asyani ditahan, sementara beberapa tersangka atau terdakwa yang lebih dari apa yang dilakukan Asyani malah tidak ditahan? Mungkin ada yang bertanya, memangnya salah menahan Asyani? Kalau menurut KUHAP, tidak. Menurut KUHAP, tersangka atau terdakwa bisa ditahan apabila dikhawatirkan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, dan mengulang tindak pidana yang dilakukan.

Tanya ke nurani, apakah seorang Asyani yang tua, yang renta, bisa melakukan pencurian kayu balok itu di hutan lagi? Itu misalnya.

Nah ini, persyaratan subjektif dalam KUHAP berada di wilayah abu-abu, di mana sering disalahgunakan oleh oknum penegak hukum yang takluk pada uang, pada kuasa, atau pada pengaruh.

Jadi, intinya, mari kita tengok ke batin kita, fenomena Nenek Asyani sungguh mengusik hati nurani. Dan melindungi pelaku korupsi yang lebih “jahat” dari Asyani, sungguh telah membumihanguskan hati nurani. Dan tegas kata Kang Denny, “Adil yang 2 kali disebut dalam Pancasila (sila kedua dan kelima) adalah: A = tanpa dan deal = tawar menawar.” Adalah jadinya: Adil seharusnya tidak boleh tawar-menawar.

Kata Komeng tadi, “Tidak adil, tidak Pancasilais.” (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter