Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Sabtu, 31 Oktober 2015

3110

Innalillahi wa inna ilaihi raji'un
Selamat jalan, Pak Raden
Terima kasih telah menghibur masa kecil kami
Terima kasih atas masa kecil yang menyenangkan
Kami generasi 90-an tak akan melupakan jasa & karyamu
Selamat jalan, Pak :'(

#RIP (1932 2015)



Share:

Jumat, 30 Oktober 2015

3010

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un
berpulang sudah ibu itu
penjual mi-sop-langgananku
tadi pagi kudengar kabar itu dari ibuku

awalnya aku ragu
lalu kuputuskan untuk keluar dari pintu
melihat sekitar rumahku
benar ternyata kabar itu!
dan rasa itu: haru
merasuk dalam kalbu

takkan ada lagi rasa mie kesayanganku
yang seperti dulu
rasa lezat itu kini berganti pilu
menyadarkan diriku
akan perkataan itu:
“Tiap-tiap yang bernyawa PASTI akan merasakan mati,”
kata Tuhanku—dari dahulu

Maaf, Tuhan, kami begitu lalai—abai
Dalam sedih doa itu kuuntai:
Terimalah dia di sisi-Mu
tempatkanlah ia di tempat yang mulia
bersama orang-orang saleh yang Engkau cintai dan ridai
aamiin...

Selamat jalan, ibu penjual mi-sop-favoritku
kelak, kami akan menyusulmu
tak tahu kapan, tapi PASTI
kami akan menyusulmu
ya, akan menyusulmu :'(

#RIP
Share:

Selasa, 27 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 27 Oktober 2015 (2nd Anniversary)

Kang Maman 2nd Anniversary [NDONESIA LAWAK KLUB]

Indonesia Lawak Klub hadir untuk berbagi tawa. Mengajak tertawa dan tetap terjaga di tengah sumpeknya kehidupan. Di tengah rutinitas kehidupan yang terkadang memabukkan, tak jarang melenakan.

Indonesia Lawak Klub ibarat mata air; ibarat oase di tengah padang tandus, di mana para musafir, para pejalan kaki, bisa berhenti sejenak untuk duduk melepaskan haus dahaga dan penat diri. Jika kembali terjaga, para musafir pun bisa kembali berjalan dengan riang dan senang.

Selama dua tahun, Indonesia Lawak Klub hadir di atas semua golongan; tidak membedakan suku, agama, ras, golongan atau kepartaian pemirsanya. Karena Indonesia Lawak Klub, ingin ikut merayakan keberagaman—ingin ikut merawat keberagaman. Dan kami percaya: tidak bineka, bukan Indonesia.

Dan tidak mudah berada dalam posisi seperti itu. Kami ibarat berjalan di atas tali yang tidak kuat—tali yang bergoyang. Kami harus terus menjaga keberimbangan jika tidak ingin terpuruk ke kiri atau teperosok ke kanan. Dan yang membuat kami tetap seimbang adalah pemirsa, Anda semua, yang selama ini telah menjadi kawan kami; telah terus memuji kami sekaligus mengkritik kami, untuk kebersamaan dan kelanjutan Indonesia Lawak Klub.

Terima kasih, pemirsa, telah setia bersama kami selama dua tahun ini, sejak 27 Oktober 2013.

Harapan kami, pemirsa terus setia bersama kami—entah hingga sampai kapan. Melangkah bersama, merawat keberagaman, dan terus mewarnai negeri tercinta Indonesia, di sini, di Indonesia Lawak Klub! (Maman Suherman)
Share:

Senin, 26 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 26 Oktober 2015 (Potensi Anak Bangsa)

Kang Maman Potensi Anak Bangsa

Seorang teman pernah bertutur dengan nada geram, dengan bibir bergetar, dan sedih bercampur marah, “Negara ini sudah gawat darurat dalam berbahasa Indonesia! Ayo kita bikin hashtag: #SelamatkanBahasaIndonesia!”

Orang tua begitu bangga di tempat-tempat umum mengajak anak-cucunya berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia. Seolah sedari dini balitanya sudah disiapkan untuk tidak boleh kalah di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), dan tidak percaya bahwa berbahasa Indonesia bisa menjadi modal besar dan berharga bagi masa depan anak-cucu mereka.

Tidakkah pernah mereka sedikit saja bertanya: Mengapa Perancis, Jepang, begitu maju dan tetap bangga dengan bahasanya—dan dengan budayanya?

Bahkan mantan Mendikbud, M. Nuh, pernah bertanya dengan sangat prihatin, bahwa di lembaga pendidikan lama, di kurikulum lama, pelajaran bahasa Indonesia bahkan cuma dua jam, dan pelajaran bahasa Inggris empat jam.

Rupanya peribahasa ‘rumput tetangga lebih hijau daripada rumput halaman sendiri’ masih sedemikian berlaku di negeri ini. Bahkan masih menjadi-jadi dan menyedihkan, karena “gajah” di dalam negeri yang begitu berpotensi tidak tampak, sementara “semut” kecil di seberang lautan terlihat terang benderang.

Di sisi lain, kita semua percaya, bergantung pada orang lain tidak lebih baik daripada menggantungkan diri pada potensi sendiri. Dan, terlalu terpesona pada hal asing, bisa membuat seseorang terasing di negeri sendiri dan asing pada potensi negeri sendiri.

Kepada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu di eksekutif dan legislatif, Kang Ronal, Cak Lontong, dengan satire menyindir, apakah kita harus melengkapi Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara,” ditambah dengan kalimat: “Kaya prestasi dan anak berpotensi dipelihara oleh negara”?

Dan terakhir, mari kita memilih: Mau terus takluk pada asing, atau menjadi singa dunia? (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 21 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 20 Oktober 2015 (Indonesia Masa Gini?)

Kang Maman Indonesia Masa Gini?

Fenomena kampus atau gelar ilegal, bangga dengan atribut palsu, memperlihatkan sebagian masyarakat kita masih mengidap penyakit feodalistik; mengagumi dan mengagungkan gelar dan atribut.

Manusia seperti itu tak mementingkan ilmu, skill, kompetensi, apalagi karakter personal. Ia hanya pentingkan gelar dan secarik kertas bernama ijazah. Manusia semacam ini kalau datang ke seminar, tak berharap ilmu, hanya kejar sertifikat. Begitu juga kalau kuliah; daftar, bayar, tapi tidak kuliah karena yang dicari bukan ilmu.

Mau gelar, tapi tak mau belajar. Itu seperti orang yang mencuri dengan cara membeli. Dan orang seperti ini sebaiknya diingatkan dengan filosofi Jawa, “Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan (Siapa kehilangan bakal diberi, tetapi siapa yang mencuri gelar bakal kehilangan harga diri).”

Karenanya, panelis di sini bersepakat mengingatkan, “Hidup adalah belajar, bukan semata kejar gelar.” Karena ilmu bukan ilusi, bukan benda semu, cukup dengan menjamu langsung ketemu.

Pangkat dan atribut tak identik dengan harkat dan martabat. Jadi, jaga harkat dan martabat bukan dengan atribut, tapi dengan attitude (perilaku).

Jadilah pembelajar, bukan pembeli gelar! Karena pembeli gelar sungguh tak punya nalar, dan begitu kebongkar hidupnya akan kelar. Sama seperti pembakar hutan; siapa yang menabur asap, akan menuai azab!

Dan (semoga), badai pasti berlalu. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 19 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 19 Oktober 2015 (“Jualan” Online)

Kang Maman “Jualan” Online

Semenjak prostitusi dilegalkan di sejumlah negara Eropa dan bisa dipromosikan lewat online, penghasilan bisnis prostitusi di Eropa mencapai Rp250 triliun per tahun.

Salah seorang PSK-nya bernama Paige Ashley (PSK kelas atas di Inggris) mengaku, setelah 6 tahun menggeluti profesinya, berhasil menabung 4,2 miliar, punya rumah mewah di London Utara, 1 mobil sport, dan berkeliling dunia; karena lewat jasa online, pemelacur atau pemakai jasanya berasal dari berbagai negara. Dan ia mengaku, kekayaannya itu diperoleh setelah melayani lebih dari 500 laki-laki.

Jadi tergambarkan, di dunia prostitusi ada unsur transaksi—yang dalam lagu Gadis Malam – Java Jive disebutkan sebagai “transaksi haram”. Dan lahirnya transaksi berarti tidak cuma satu pihak, namun melibatkan sejumlah pihak. Tak cuma antar-PSK dengan pengguna jasanya, tapi juga muncikari dengan berbagai sebutannya.

Jadi, kalau kita hanya menyoroti satu sisi (satu pihak), kita hanya akan terjebak dalam dunia sensasi tanpa solusi. Kalau mau jujur mengadili, adili semuanya. Dalam kasus Ashley, misalnya, kalau mau adili Ashley dan perempuan-perempuan PSK lainnya, adili juga paling sedikit 500 pembeli jasanya, yang mungkin selama ini adalah kalangan-kalangan terhormat seperti digambarkan oleh Pak Pieter tadi.

Masih berkaitan dengan hal ini, kembali ke Peige Ashley, apakah ia bahagia?

Sebelum menjawab ini ia berujar, “Pekerjaan saya membuktikan, jangan percaya pria! Jangan percaya siapa pun sepanjang mereka semua masih dikendalikan oleh benda yang berada di antara dua kakinya, bukan dikendalikan oleh hati dan pikirannya.” Dan katanya jujur, “Saya tidak akan mengatakan saya bahagia.” Dia ingin mengatakan, ia tidak bahagia.

Nah, dalam hal apa pun—melacurkan diri, melacurkan posisi, melacurkan jabatan, atau melacurkan profesi—ingat satu hal: “Lebih baik berletih-lelah asal masih di jalan Allah, daripada bermegah-mewah tapi meniti jalan yang salah.” (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 17 Oktober 2015

Rumah Ibadah

Belakangan kembali marak aksi main hakim sendiri dalam membangun rumah ibadah, juga oleh yang menolak keberadaannya. Semua kita mestinya mampu tetap dewasa, taat hukum, dan arif dalam bertindak menyikapinya.

Indonesia adalah negara dengan suku, etnis, bahasa, dan agama yang majemuk, ber-Bhinneka Tunggal Ika, dan berdasar hukum. Setiap pendirian rumah ibadah harus berdasar ketentuan hukum, dan setiap penolakannya juga harus berdasar prosedur hukum. Tindak main hakim sendiri tak hanya melawan hukum, tapi juga mengingkari dan mengoyak jati diri keindonesiaan kita. Jati diri bangsa kita sesungguhnya adalah saling menghormati dan hidup rukun penuh damai dalam keragaman keberagamaan.

Semoga pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh agama, tokoh masyarakat mampu lebih mengayomi masyarakat agar keberadaan rumah ibadah benar-benar sebagai sarana peningkatan pemahaman dan pengamalan agama yang wujudkan kemaslahatan bersama.

Keberadaan rumah ibadah tak boleh justru jadi pemicu perselisihan dan konflik sosial antarumat beragama sesama warga bangsa.



* Diambil dari kultwit Menteri Agama RI, @lukmansaifuddin, pada 19.29 19.44, 17 Okt. 2015
Share:

Kamis, 15 Oktober 2015

Tentang Pembakaran Tempat Ibadah Itu

Penulis: Irwan Syahputra Lubis, 15 Oktober 2015

Pembongkaran (pembakaran) satu unit tempat ibadah umat Nasrani beberapa hari yang lalu di desa Suka Makmur, kecamatan Gunung Meriah, kabupaten Aceh Singkil, oleh sekelompok orang murni karena tidak adanya izin mendirikan bangunan (IMB). Bukan karena umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran atau ingin membalaskan dendam umat muslim di Tolikara, Papua, yang masjidnya dibakar pada hari raya Idulfitri lalu. Sialnya, judul berita selalu: “Gereja Dibakar”. Sial bagi umat Islam. Tidak pernah ada judul: “Gereja Ilegal Menjamur di Aceh Singkil”. Media hanya memberitakan apa yang terjadi, bukan penyebab kejadiannya.

Ya.. pembakaran gereja tentu salah.. tapi melihat akar persoalannya jauh lebih penting...sopo sing wis tau neng Aceh Singkil ? @pristwn

Seperti diketahui, perjanjian antara masyarakat muslim dan Nasrani yang berada di Aceh Singkil menyepakati bahwa yang diizinkan satu gereja dan empat undung-undung (setingkat musala). Tetapi kemudian, jemaat gereja berkembang. Itu sedikit menimbulkan riak-riak. Akhirnya pada 2001, perjanjian diperbarui: “Penduduk nonmuslim diberi kesempatan untuk mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Jadi, sekali lagi, tempat ibadah yang dibongkar adalah yang tidak memiliki izin, bukan karena umat muslim intoleran atau anti kepada nonmuslim. Namun yang sangat disayangkan adalah, adanya segelintir orang yang melayangkan komentar-komentar (status) di media sosial yang seolah-olah mencerminkan bahwa umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran, seperti, “Hancurkan semua gereja yang ada di kabupaten Aceh Singkil; Hancurkan orang-orang kafir, dan lain sebagainya.

Kami, umat Islam Aceh Singkil, sangat menghargai perbedaan. Buktinya, gereja atau undung-undung yang (telah) memiliki izin, toh tidak ada yang protes atau tidak ada yang mengeluhkan keberadaannya. Sebagian besar dari kami juga hidup damai berdampingan dengan masyarakat nonmuslim.

Hmmm, terhadap yang mengeluarkan komentar-komentar “picik itu; yang tidak (belum atau tidak mau) memahami arti perbedaan, saya jadi teringat tweet dari akun Twitter @NUgarislucu di bawah ini:

Ajaib, melihat awan bertulis 'Allah' kau bilang tanda kebesaran Tuhan. Tapi perbedaan suku, bangsa, dan agama, kau ingkari sebagai tanda-tanda [kebesaran]-Nya.

“Kiai, apa tanda-tanda kerasnya hati?

Saat melihat gereja kau takut imanmu runtuh. Tapi saat membaca Al-Qur'an, tak sedikit pun hatimu tersentuh.

***

Ah, semoga kita lebih berhati-hati dalam berkomentar. Karena komentar yang kita keluarkan sangat boleh jadi menjadi tolok ukur bagi sebagian orang sehingga dengan mudah mengatakan, “Umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran; Umat Islam di Aceh Singkil tidak memahami arti kebinekaan,” dan stigma-stigma lainnya.

Semoga kita bisa memahami segala sesuatu dengan murni, baik, dan benar. Ya, semoga.



Baca juga:
• Pangdam Sebut Umat Islam di Aceh Singkil Sudah Sangat Toleran —>

http://goo.gl/uLkNwz

Share:

Selasa, 13 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 13 Oktober 2015 (Haters vs Lovers)

Kang Maman Haters vs Lovers

Dunia ini aneh. Seperti halnya lovers, orang rela jadi haters dengan mengeluarkan biaya sendiri. Karena menjadi haters itu membuat waktu terkuras, otak terkuras, dana terkuras, bahkan hati dan perasaan terkuras, hanya untuk membenci orang lain dan sama sekali tidak memberikan keuntungan pada dirinya—kecuali haters bayaran di dunia politik, yang dibayar khusus untuk menjelekkan lawan politik.

Di sisi lain Kang Denny, Kang Ronal, secara tersirat mengajak kita untuk melihat haters dari kacamata yang positif, di antaranya:

[1] Haters sebenarnya fans yang belum bisa memberi kritik atau saran dengan cara yang baik dan benar;

[2] Haters adalah fans yang berusaha jujur dengan tidak melihat idolanya dari sisi yang positif saja;

[3] Haters adalah fans keras kepala yang tidak mau mendengar atau menerima kenyataan akan kejelekan seorang idola;

[4] Haters adalah fans yang ingin menyamai atau melebihi seorang idola; dan

[5] Haters adalah fans yang memerhatikan idolanya dengan cara yang lain. Atau kata Intan tadi, “Haters adalah fans yang ingin mendapat perhatian khusus dari target maupun fans lain. Dan seperti kata Paulo Coelho, “Haters adalah pengagum yang kebingungan. Kenapa orang-orang begitu menyukai targetnya?”

Lebih dari itu, mari coba renungkan hal ini:

Kata Komeng tadi, “Haters, memaki berlebih bisa membuat mati hati. Lovers, memuji dan mendukung membabi buta juga bisa mematikan jiwa.” Karena semua yang berlebihan akan membutakan bahkan mematikan mata hati.

Dan lebih dari itu, daripada menciptakan atau mengutuk kegelapan, mari sebanyak mungkin menyalakan lilin. Kebahagiaan sejati tidak akan bisa dibangun di atas derita dan air mata orang lain. Jadi, mari tebar cinta, jangan tabur nista. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 12 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 12 Oktober 2015 (Pasanganku = Soulmate-ku?)

Kang Maman Pasanganku = Soulmate-ku

Coba tanyakan ke diri masing-masing, atau kata Cak Lontong tadi, kenali diri masing-masing: Apakah pasanganmu selama ini cuma teman tidur, atau teman hidup?

Jika masih semata sebagai teman tidur, dia bukan atau belum menjadi belahan jiwa. Teman tidur, bisa “dibeli” dengan mudah. Tapi kalau dia sudah jadi teman hidup, itulah teman sejiwa. Dia meniupkan roh kehidupan kepadamu, dan kamu meniupkan jiwa kehidupan kepadanya. Tidak terbeli!

“Dan persis seperti sepasang sepatu,” kata Cak Lontong. Tidak sama satu sama lain, tetapi saling melengkapi menuju satu tujuan yang sama. Jika satu hilang, yang satu tak berfungsi secara sempurna.

Lalu, susahkan mendapatkan soulmate?

Mencari teman sejiwa ibarat mencari kunci gembok di lautan kunci. Ada jutaan kunci, namun hanya ada satu yang tepat untuk membuka gembok yang ada di tangan kita. Kita diberi waktu untuk mencari, tetapi waktunya tidak banyak. Karena itulah kita membutuhkan “ahli kunci”, yang mampu memilihkan sang kunci yang tepat. Siapa dia? Dia Sang Maha Pemberi Petunjuk.

Dan, Sang Maha Pemberi Petunjuk sudah memberikan contoh sangat indah. Dalam penciptaan manusia yang pertama, yang kemudian diturunkan-Nya ke bumi, Dia hanya menciptakan satu Adam untuk Hawa; satu Hawa untuk satu Adam, dan saling mencari untuk saling menyempurnakan.

Jika kamu telah temukan soulmate-mu, kamu akan selalu pulang ke pelukan nyata. Jika belum kamu temukan, kamu hanya akan pulang ke pangkuan yang semu. 

Soulmate: buka pintu hatimu hanya untuk satu orang, dan jika sudah kau temukan, tutup selamanya untuk yang lain. (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 07 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 6 Oktober 2015 (Digiring Era Digital)

Kang Maman Digiring Era Digital

Perkembangan teknologi membawa peradaban memasuki era digital yang ditandai oleh tiga hal. Pertama, paperless. Penggunaan kertas menjadi lebih sedikit, dan flashdisk berperan penting dalam penyimpanan dokumen. Kedua, serba aplikasi. Setiap OS (Operating System) berlomba menciptakan aplikasi canggih; lahirlah TV pintar, kacamata pintar, mesin cuci pintar, pembuat kopi pintar, bahkan pengatur denyut jantung manusia dan langkah kaki—yang oleh Ronal disebut, “Telah mendehumanisasi manusia”.

Alat makin pintar, manusia makin sebaliknya. Karena ciri yang ketiga, cukup dengan search engine “paman Google” dan ensiklopedia online, orang semakin mudah mencari apa pun, yang berakibat menciptakan dua dampak negatif. Yang pertama, manusia jadi malas bergerak, penderita obesitas makin meningkat, dan timbulkan sejumlah penyakit yang tadi disebut oleh Mbak Ajeng. Yang kedua, lahir jenis penyakit baru: nomophobia. Orang lebih takut ponselnya tertinggal daripada anak dan istrinya yang tertinggal, dan tergantung berlebihan pada charger dan colokan, juga stres berat bila baterai lemah dan sinyal tidak maksimal dibanding hatinya yang lemah.

Jadi, ingat, pengatur denyut jantung dan langkah kaki bisa kauciptakan, tetapi takkan pernah bisa mengganti anugerah tertinggi Tuhan: denyut cinta, dan derap langkah perasaan sayang.

Terakhir, Mbak Ajeng ingatkan, “Kita yang ciptakan teknologi, kita yang harus mengendalikan.” Awasi dan batasi anakmu, jangan biarkan anakmu diasuh oleh gadget, kalau kita tak mau—kata Pak Jarwo—kelak anak kita kehilangan kemanusiaaannya karena DIGITAL; DIjajah dan diGIlas secara menTAL di era digital! (Maman Suherman)
Share:

Senin, 05 Oktober 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 5 Oktober 2015 (Indonesia Hari Ini)

Kang Maman Indonesia Hari Ini

Sebagai pegawai PLN yang melayani soal token; sebagai pegawai lembaga permasyarakatan; sebagai pegawai mini market, cantik adalah anugerah, ganteng adalah anugerah, dan pada dasarnya, kita semua “sempurna” dan jangan diskriminatif. Bukankan kita semua ciptaan Allah yang paling sempurna? 

Tapi akan makin sempurna di diri kita jika seperti yang pernah diucapkan Ronal di acara ini. “Kita harus punya STAF, singkatan dari: Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah (Jujur, amanah, cerdas, dan artikulatif).”

Apa artinya cantik, apa artinya ganteng, apa artinya diberi tanggung jawab sebagai pegawai lembaga permasyarakatan, sebagai pegawai PLN, kalau tidak jujur dan tidak amanah?

Listrik, pelepas koruptor, kecantikan, punya satu kesamaan: sama-sama bisa menyengat. Tetapi jika dijalankan dengan penuh kejujuran, ia tak hanya menyengat, tetapi listrik akan menerangi; petugas LP, akan menuntun warga binaannya untuk kembali ke masyarakat dengan baik; karyawan cantik, akan melayani konsumennya dengan baik.

Pilihan di tangan kita: Mau jadi terang dunia, atau semata menyengat dan menyakiti dunia?

Dalam filosofi angka 1.000 (satu-nol-nol-nol), cantik atau ganteng itu 0; harta itu 0; terpandang keturunannya itu 0; tiga 0 itu baru bernilai seribu dan beribu-ribu jika diberi angka 1 di depannya: agama—yang tertanam di hati, terwujud dalam perbuatan.

Jadi, cinta dan harta, terpandang, hanya akan menarik dan membuahkan perhatian. Tetapi hati yang amanah, akan menarik dan membuahkan cinta. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 03 Oktober 2015

Lirik Lagu Derry Sulaiman - Taat Itu Nikmat

Derry Sulaiman – Taat Itu Nikmat

Sahabat, mari kita taubat
sebelum terlambat
karena hidup ini singkat

Akhirat begitu dekat
Memang dia begitu dekat
Memang dia begitu dekat

Reff:
Taat itu nikmat
Hentikan maksiat
Karena kiamat sudah dekat

Sahabat, mari kita sholat
berdiri yang rapat, rapat, selalulah ingat
Allah yang Maha Melihat
Memang Dia Maha Melihat
Memang Dia Maha Melihat

Reff:
Taat itu nikmat
Hentikan maksiat
Karena kiamat sudah dekat

Semoga selamat dunia dan akhirat
Syaratnya itu hanya taat
Syaratnya itu hanya taat

(Siapa saja yang mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak akan perintah seluruh makhluk untuk mentaati dia

Satu detik ketaatan kita kepada Allah,
itu jauh lebih berharga daripada berjuta-juta detik ketaatan manusia kepada kita
Kemuliaan kita hanya dalam taat

Siapa saja yang mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
pasti, pasti, dan pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan muliakan dia dunia dan di akhirat
Taat itu nikmat, sobat
Memang maksiat itu nikmat, tapi apabila dibandingkan dengan nikmatnya taat,
maka nikmat maksiat bagaikan satu tetes air berbanding dengan samudra yang luas

Tidak ada satu orang manusia pun yang akan mau meninggalkan manisnya maksiat
sebelum mereka merasakan manisnya taat
Maka hari ini, saya berdiri di sini
Bersenandung, mengajak seluruh sahabat untuk taat
supaya meninggalkan seluruh maksiat)

Reff:
Taat itu nikmat
Hentikan maksiat
Karena kiamat sudah dekat

Semoga selamat dunia dan akhirat
Syaratnya itu hanya taat
Syaratnya itu hanya taat
Syaratnya itu hanya taat
Share:

Jumat, 02 Oktober 2015

Re:

Oleh: Amma O‘Chem (@amma_chemist)

Re:, wanita yang harus menelan pahitnya hidup dengan menjadi pekerja seks. Bukan inginnya. Bukan pula cita-citanya. PeRempuan yang sejatinya mampu menikmati anugerah diciptakan sebagai wanita, harus tergilas tuntunan kehidupan.

Menyelami kehidupan Re:, membawa saya pada rasa syukur yang amat dalam: Tuhan masih memberi saya kenikmatan luar biasa. Seberapa pelik kehidupan manusia secara umum, lebih lagi pada Re: dengan pekerjaannya yang akan selalu dipandang sebelah mata. Seburuk-buruknya manusia, selalu ada bisikan hati nurani yang tak pernah salah. Begitu juga dalam diri Re:.

Kupikir, Re: tak sendiri. Banyak wanita di luar sana yang menangis merintih ingin “bebas”. Tapi tak mudah. Setan terlalu pintar. Setan? Ya, usahanya membuat Re: selalu merasa terpuruk sangat halus. Bahkan tak tertulis pena. Tapi aku iri pada Re: yang punya semangat untuk membahagiakan buah hatinya. Aku tahu bagaimana rindu dan inginnya memeluk buah hatinya :(

Aku bisa merasakan perang batin yang berkecamuk dalam dadamu, Re:! Rasa dan harap yang selalu ingin bahagia tapi terpasung realita. Tak usah mencela Re: dengan apa yang dikerjakannya. Setidaknya dia tahu itu salah. Beda dengan kita yang (mungkin) merasa selalu suci.

Ketika baca kisah Re:, coba berkaca sudah seperti apa perjuangan kita dalam menaklukkan hidup yang keras ini.

*istirahatlah, Re:*

Terima kasih, Om Maman Suherman, untuk bacaan yang bermanfaat. Ada jalan untuk merenung dan terus bersyukur.



* Diambil dari kultwit @amma_chemist pada 04:51 – 05:12, 2 Oktober 2015
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter