Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Minggu, 25 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 Desember 2016 (ILKSiana)


Kang Maman – ILK-Siana

Sumbu pendek tak cuma bisa meledakkan orang lain, tapi yang lebih utama meledakkan diri sendiri (mempermalukan diri dan keluarga sendiri).

Tetapi mari memaafkan Ibu Dora sekaligus belajar dari dia, kata Kiky tadi, karena dia sudah berani mengaku salah dan meminta maaf—dua hal yang sudah sulit dilakukan banyak orang saat ini. Salah malah ngamuk dan ngajak berantem.

Dan, ingat kata Ronal, “Setiap satu menit amarahmu, hapuskan 60 detik bahagiamu.” Jadi, belajarlah dari anak kecil: berbahagia dengan telolet, tidak bikin tulalit, tidak bikin rumit, tidak bikin hidup makin sulit. [segmen 2]

*Segmen 1: Dora Natalia vs Aiptu Sutisna
*Segmen 2: Om, Telolet, Om!

***

Kalau tadi kita serius menyimak pernyataan Kang Denny di akhir segmen 3, kita akan dapat pesan tersurat yang tak pernah bosan-bosannya disampaikan di Indonesia Lawak Klub:
Indahnya keberagaman tradisi-tradisi di muka bumi dalam menyambut dan menebar damai, juga dalam menyambut tahun baru, sekali lagi mengajarkan: pelangi indah karena berwarna-warni.

Keberagaman itu anugerah, bukan untuk diseragamkan. [segmen 4]
                                                 
*Segmen 3: Tradisi Natal dan Tahun Baru
*Segmen 4: Kaleidoskop 2016

***

Dalam resolusi, yang utama itu ketulusan hati, bukan kefasihan lidah. Silakan beresolusi, apa pun sebebas-bebasnya, hanya satu yang bisa diingatkan teman-teman di ILK:
Belajarlah dari fenomena telolet. Bahwa bahagia itu sederhana, jika kamu menikmati tidak seorang diri, tetapi mau berbagi dan mensyukuri.

Dan, buat saudara-saudaraku umat kristiani:
Berbahagialah di perayaan natalmu; damai di langit, damai di bumi, damai di hati. (Maman Suherman)

*Segmen 5: Resolusi 2017
Share:

Sabtu, 24 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 Desember 2016 (Media Sosial)

Kang Maman – Media Sosial

Medsos, kata Kang Denny, sudah bikin mad. Bahkan kata Kang Ronal, media sosial sudah mengirimkan tanda bahaya gawat darurat (SOS). Betul-betul paduan dua kata: ‘mad’ dan ‘sos’.

Jika buzzer sudah mendengung seperti lebah, gunakan akal sehat. Kalau dia menyengat, memaki, menyakiti diri kita dan pihak lain, hindari dengan unfollow, unfriend, kalau perlu mute dan block. Dan kalau dia masih memberi manis sekalipun, hati-hati, itu belum tentu madu. Tetap harus hati-hati, verifikasi, kata Poppy Sovia.

Karena manis tak cuma bisa bikin bahagia, tapi juga bisa bikin penyakit dan bahaya. [segmen 2]

***

Pelangi itu indah karena berwarna-warni. Kata Umi Yuyun, berbeda itu rahmat, jadi jangan diubah jadi laknat.

Ronal, menyindir dengan singkatan-singkatannya tentang medsos tadi, yang menyiratkan dan sekaligus menyuratkan satu hal:
Jangan cuma gagah di dunia maya tapi gagal di dunia nyata.

Soal pamer atau bukan, itu soal THE POWER OF HATI (niat), bukan THE POWER OF HATE. [segmen 4]

***

Media sosial itu netral (bisa negatif, bisa positif). Tadi Umi Yuyun sudah mengatakan, jika kamu yakin yang kamu sampaikan tidak mengkhianati kebenaran (tidak mengingkari hati nurani dan tetap menjaga harkat dan martabat—dan seperti gambar-gambar tadi, untuk kemaslahatan umat), bersuaralah! Jangan diam! Manfaatkan media sosial.

Karena, kata Pramoediya Ananta Toer, “Saya ingin hidup, tapi tak ingin membisu. Sebab, diam adalah bentuk lain dari kematian itu sendiri.” Kita semua kan tahu, kejahatan bukan semata karena ada orang yang berbuat jahat, tapi karena diamnya banyak orang baik.

Jadi, bersuaralah untuk membuat orang tahu akan kebenaran, sebab, masih kata Pram, “Ketidaktahuan adalah aib. Membiarkan orang yang ingin tahu tetap dalam ketidaktahuan adalah khianat.” Asal, ingat kata Kang Denny, “Share yang penting, jangan yang penting share.” (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 18 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 Desember 2016 (ILKSiana)

Kang Maman – ILK-Siana

Alfariza, Afif, dan David mengingatkan kita dengan liriknya tadi:
Melarat tak mengapa, asal tetap rajin mendirikan shalat
Daripada jadi pejabat, makan uang rakyat
Apa nggak takut kalau nanti ditanya malaikat?

Dan Ronal mengingatkan:
Ujian bukan soal nilai, tapi soal kebaikan dan kejujuran.

Bentuk karakter dulu, baru pintar. [segmen 2]

***

Tadi kembali disebut soal kata ‘ujian’. Saya jadi ingat satu kalimat bahwa: “Pujian itu adalah ujian yang bersembunyi di belakang huruf p.” Jadi, hati-hati dengan pujian. [segmen 4]

***

Pro kontra tentang Undang-Undang ITE, masih akan terus berlangsung. Tetapi yang pasti, hati-hati pasal karet, kepeleset sedikit bisa keselepet, penjara kau dapat.

Hoax tak cuma jadi alat maki dan tebar benci, tapi juga sudah jadi komoditi. Bayangkan, sekarang bahkan ada jasa maki. Makin memaki, harga yang ditawarkan makin tinggi, dengan tagline: “Dosa tanggungan kami.”

Kalau percaya dengan tagline itu dan tergoda memanfaatkan jasa maki itu, ingat kata Ronal, “Jangan cuma gadget-mu yang smart, yang paling utama kamu yang harus smart.”

Sebelum emosi, tanyakan hati nurani! (Maman Suherman)
Share:

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 Desember 2016 (Demo atau Tidak)

Kang Maman – Demo atau Tidak?

Di dalam dunia mode ada pencipta tren mode, ada yang cuma ikut-ikutan, bahkan tak sedikit yang menjadi korban mode. Begitu juga dalam dunia demo; ada penggerak demo, ada yang cuma ikut-ikutan demo, tak jarang ada yang menjadi korban demo. Pertanyaannya, Anda berada dalam golongan yang mana?

Di golongan yang mana pun Anda berada, ingat satu: Hati-hati provokasi, jangan sampai mati hati! [segmen 1]

***

Silakan berdemo, dibolehkan dan dlindungi oleh Undang-Undang, namun juga dibatasi oleh peraturan. Kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain; hak seseorang tidak boleh menzalimi hak orang lain. Kalau ada provokator, ada dalang, itu hal biasa. Pertanyaannya, kok mau jadi wayang, yang bisa dikeluar-masukkan ke dalam kotak semau sang dalang?

Dan, mau jadi dalang atau wayang, silakan saja, asal jangan berubah jalang, yang bisa bikin nyawa melayang! [segmen 3]

***

Demonstrasi bisa jadi adalah ajang unjuk gigi. Tapi pada hakikatnya, bukan sebuah profesi. Demonstrasi, salurkan suara hati nurani, jangan anarki dan mudah terprovokasi.

Dan tanamkan selalu pada diri:
Keberagaman bukan untuk diseragamkan—meski itu lewat demonstrasi. Tapi untuk dihargai dan dihormati.

Jaga hati nurani danyakini: Tidak bhinneka, bukan Indonesia.

Kata kunci tadi diucapkan oleh Kang Denny:
Kalau kita punya 99 persamaan, mengapa meributkan satu perbedaan? (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 11 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 Desember 2016 (Hip Hip Hura 15 You [Road to HUT TransMedia])

Kang Maman – Hip Hip Hura 15 You (Road to HUT TransMedia)

Hidup adalah perjalanan menuju pulang. Dari kelahiran, menuju asal yang melahirkan, kembali pada-Nya jua.

Dan hidup itu seperti perulangan yang datang berulang-ulang dan kita rayakan sebagai ulang tahun. Mengulang tahun. Perulangan mengajarkan:
Jika baik, jika itu prestasi, ulang-ulanglah. Jika tak baik, jika cuma sensasi—apalagi korupsi ala Gayus, jangan diulang-ulang. [segmen 2]

***

Dari segmen 3 dan 4 kita dapatkan: Kolaborasi Timur dan Barat dalam kesenian, adalah sebuah keniscayaan, sebagai bagian dari merayakan hidup dan kehidupan.

Kalau Timur dan Barat saja bisa kawin, dikawinkan dan membentuk harmoni, mengapa kita yang hidup dan besar bersama di negeri yang sama, malah kerap disharmoni?

Belajarlah pada Si Bolang, yang selalu cinta dan mencintai indahnya harmoni kehidupan, di keping-keping surga yang sengaja diturunkan ke muka bumi, yang bernama Indonesia. [segmen 4]

***

Di setiap perayaan ulang tahun, hati selalu diingatkan: Hidup ini sungguh teramat singkat, hanya berjarak dari azan menuju salat. Ketika lahir diazankan, ketika wafat disalatkan.

Karenanya, mari di setiap ulang tahun kita syukuri dengan penuh kebahagiaan, seraya melangitkan doa:
Jika tahun depan masih diberi kesempatan,
jadikan kami lebih baik dan lebih baik lagi.
Jadikan kami berguna dan lebih berguna lagi.

SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-15, TRANSMEDIA
TRANS IS YOU
TRANS MENGINSPIRASI ANDA SEMUA

(Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 10 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 Desember 2016 (Makanan Bintang 5 vs Makanan Kaki 5)

Kang Maman – Makanan Bintang Lima vs Makanan Kaki Lima

Tanyakan kepada para pencinta kuliner tentang makanan favoritnya, jawabannya pasti sama: Bukan soal lokasi, lokasi, dan lokasi—seperti iklan perumahan. Tetapi soal rasa, rasa, dan rasa.

Selera adalah kunci. [segmen 2]

***

Makanan bukan lagi cuma berkaitan dengan persoalan perut, lapar atau tidak lapar. Tetapi dari cara membuat dan menyajikannya.

Makanan adalah karya seni; pembuatnya adalah seorang seniman; konsumennya adalah penikmat seni yang terikat pada pakem sederhana: Ada harga, ada rasa. [segmen 4]

***

Dari bahasan di segmen 5 kita bisa memetik pesan singkat, yang sangat tersirat:
Yang melata di kaki lima, bisa terbang ke bintang-bintang. Dan yang melayang-layang di antara bintang, pun bisa menukik menyentuh bumi ke kaki lima. Tak ada yang abadi kecuali hidup itu pasti punya rasa.

Dan di kaki lima atau di bintang lima, hidup harus terus menjaga asa dan tidak boleh putus asa. Bersyukurlah jika masih bisa merasa dan meraih asa. (Maman Suherman)
Share:

Minggu, 04 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 4 Desember 2016 (Hantu Lokal vs Hantu Luar)

Kang Maman – Hantu Lokal vs Hantu Luar

Hantu lokal atau hantu Barat, tangis dan tawanya boleh saja berbeda. Lucu dan tingkat seramnya, bisa saja tak sama. Tapi keduanya punya persamaan yang tak terbantahkan: Sama-sama bisa dibisniskan, menghasilkan uang. Karena sama-sama bisa dimonetisasi, dan sama-sama bisa jadi komoditi. [segmen 3]

***

Tidak di Timur tidak di Barat, segmen 3 dan 4 makin memperkuat kenyataan: Seangker dan sekeramat apa pun nuansa yang melingkupi para hantu, mereka bisa dijadikan sumber inspirasi, yang menghasilkan produk dan karya yang laris diperdagangkan; dirayakan, difestivalkan, dan sekaligus dibisniskan. [segmen 4]

***

Hantu lokal atau Barat, bukan untuk ditakutkan, apalagi sampai dipetuhankan—dituruti segala kemauannya yang sungguh teramat bisa menyesatkan.

Kalaupun ada yang bisa dicontoh dari benda yang menyandang nama hantu, bercerminlah pada burung hantu. Yang kerap dijadikan simbol kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan. Karena sifatnya yang lebih banyak diam, dan lebih banyak mendengarkan, daripada berkicau yang membuat bising, berisik dan mengganggu sekitarnya.

Dalam diam yang takzim, dalam sikap lebih banyak mendengar dan menatap daripada berbicara, burung hantu menjadi makhluk yang mampu bertindak sangat tepat, karena sanggup menentukan jarak dengan tepat terhadap objek yang dituju dan disasar.

Dan burung hantu adalah salah satu hewan yang sangat setia pada pasangannya. Kalau burung hantu saja bisa sangat setia, masak untuk setia saja kamu tidak bisa? Kalau burung hantu saja bisa bersikap bijak, lebih banyak mendengar daripada berisik, masak kita tidak bisa?

Karena bijak dan setia, adalah dua hal yang menentukan derajat kemanusiaanmu. (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 03 Desember 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 Desember 2016 (Dance Modern vs Dance Tradisional)

Kang Maman – Dance Modern vs Dance Tradisional

Karena Mas Jarwo menyebut makna filosofi tari, mari mulai dengan bahasa tingkat tinggi.

Filsafat yang mengutak-atik arti seni disebut estetika, yang dalam pohon filsafat termasuk salah satu cabang dari dahannya yang disebut aksiologi (filsafat nilai). Tari—tradisional maupun modern yang berada di dalamnya—adalah bagian dari hal itu. Tari adalah ide. Ide tentang perasaan, emosi, pengalaman-pengalaman subjektif, yang mewujud dalam gerak.

Tari, tradisional atau modern, lagi-lagi dalam bahasa tingkat tinggi adalah bentuk kelanjutan dari kodrat awal manusia. Bukankah terbukti bahwa seseorang terlahir hidup ke dunia adalah dengan gerak dan hasil dari sebuah proses gerak?

Tari adalah gerak diri sehari-hari dalam wujud yang estetik, gerak yang dipenuhi dengan keindahan. [segmen 2]

***

Estetika (keindahan) bukan bagian dari kualitas atau peristiwa, tapi bagaimana cara kita menangkapnya. Dan keindahan tersebut karena mengacu pada selera.

Dalam tari, tradisional ataupun modern, atau paduan keduanya—seperti yang dibawakan Sandrina, estetikanya dapat diamati melalui teropong 3-W: wirama, wiraga, wirasa; irama, keterampilan gerak, dan rasa.

Tari adalah keindahan hati yang diwujudkan dalam gerak berirama. [segmen 4]

***

Tradisional dan modern, teman-teman sepakat: Tak usah dipertentangkan. Keindahan itu, tradisional atau modern, ada karena proses hubungan antara benda (yaitu karya tari) dan alam pikiran orang yang mengamati tanpa melakukan dikotomi.

Dalam mengamati karya tari, membutuhkan bekal pengalaman estetis dan pengetahuan intelektual. Pengalaman estetis dapat diperoleh melalui kesinambungan di dalam melihat pementasan tari dan belajar menari untuk melestarikannya—seperti tadi disinggung oleh Kang Denny. Sedangkan pengalaman intelektual, akan terasa melalui kegiatan membaca dan diskusi, serta hasil pengamatan karya tari yang estetis.

Jika itu terlalu ilmiah, mari sederhanakan:
Menari adalah bukti kamu belum mati.

Bergeraklah, menarilah dalam keindahan, karena hidup ini begitu indah. Ayo, menarilah, Indonesiaku! (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter