Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Senin, 30 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 30 Juni 2014 (Banyak Anak Banyak Rezeki)

Kang Maman Banyak Anak Banyak Rezeki

Ibu yang melahirkan terbanyak di dunia itu seorang petani di Rusia, Mrs. Yakov Kirillov. Dia melahirkan 57 anak dalam 21 persalinan; 4 pasang anak kembar empat, 1 kali melahirkan anak kembar tiga, dan 10 kali melahirkan anak kembar dua, sisanya satu-satu. Jadi, jumlahnya 57.

Di Indonesia, seorang Sumarni dari Sragen, melahirkan 26 anak. 17 hidup, 1 meninggal, dan 8 keguguran, sehingga disebut sebagai ‘perempuan terkuat di MURI [Museum Rekor Indonesia].

Jadi, punya banyak anak, bahkan dalam satu kali pernikahan saja sebuah keniscayaan. Tapi apakah lantas berarti banyak anak banyak rezeki?

Seorang peneliti mengatakan, hasil penelitiannya menyimpulkan, “Di negara maju, kekayaan mengalir dari orang tua ke anak. Sebaliknya, di negara berkembang, kekayaan itu mengalir dari anak ke orang tua.” Inilah yang kemungkinan menjadi penyebab di sejumlah negara berkembang lahir prinsip, “Banyak anak banyak rezeki” (buat orang tuanya), belum pasti buat anaknya.

Jadi, adalah hak setiap pasangan untuk tentukan punya anak berapa. Sekali lagi, itu hak. Tapi harus diingat, di dalam hak ada tanggung jawab. Anak ibarat sebuah benih tanaman yang akan tumbuh dengan baik atau sebaliknya; bergantung  pada kebun tempat menanamnya dan bagaimana pemilik memelihara dan merawatnya. Dan makin banyak benih yang ditanam, semestinya makin banyak lahan yang dibutuhkan oleh pemeliharanya.

Konklusinya, pilihan di tangan pasangan masing-masing dengan segala tanggung jawab yang menyertainya. Dan yang kedua, harus diingat apa yang dikatakan Cici Panda dan tadi juga Mas Jarwo dan beberapa yang lainnya, “Banyak anak banyak rezeki,” tapi belum titik, masih koma karena lengkapnya: Banyak anak, banyak rezeki yang wajib dicari oleh orang tuanya.

Banyak anak, banyak rezeki yang wajib dicari oleh orang tuanya untuk membesarkan dan mendidik anak agar kelak menjadi makhluk yang cerdas dan berbudi luhur.

Anak adalah buah cinta, jangan sampai berujung menjadi buah derita dan petaka. (Maman Suherman)
Share:

Jumat, 27 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 27 Juni 2014 (Ramadhan [Harga Naik])

Kang MamanRamadan (Harga Naik)

Ramadan ini bulan berkah. Kalau itu juga dimaknai dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan jasa, dan negara pun tak bisa mengendalikannya, jadikan saja itu sebagai sebuah ujian di bulan Ramadan. Tapi jangan larut dan luruh dalam keluh kesah, “uh, uh, uh, harga naik.”

Justru harus dihadapi dengan semangat “3-ah” juga; salimul 'aqidah (bersih dalam akidah), shahihul 'ibadah (benar dalam beribadah), dan matinul khuluq (kukuh, terpuji, dan mulia dalam akhlak; akhlakul karimah).

Jadi, kalau di bulan Ramadan harga-harga barang saja bisa naik, mengapa kualitas kemanusiaan dan keimanan kita tidak? (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 26 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 26 Juni 2014 (Catatan Hati Seorang Suami)

Kang Maman – Catatan Hati Seorang Suami

Dari awal sampai terakhir, kata kuncinya adalah ‘kita’. Dari sudut pandang anak, anak tak pernah siap ayah-ibunya pecah. Juga tak ada di antara kita—ayah-ibu anak-anak—yang sejak kecil menyiapkan anaknya untuk kemungkinan terhempas karena biduk rumah tangga pecah sehingga anak selalu menjadi korban utama perpecahan.

Mereka, anak-anak kita, tak pernah mau. Mimpinya: orang tuanya harus tetap utuh. Bapaknya, sebagaimanapun nakalnya, dia harus tetap bersamanya. Seperti satu surat elektronik dari seorang anak perempuan tentang bapaknya:

“Kupastikan aku memang jarang bertemu ayah dibanding ibu lantaran ayah bekerja di luar rumah dan pulang ketika kami telah bersama-sama letih untuk berbicara satu sama lainnya. Tapi aku percaya, mungkin ibu yang lebih kerap menelepon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi aku tahu, sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku.

Semasa kecil, ibukulah yang lebih sering menggendongku, tapi aku tahu ketika ayah pulang bekerja dengan wajah yang letih, ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku lakukan seharian. Walau beliau tak bertanya langsung kepadaku karena saking letihnya mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku, kutahu, ia kecup keningku dalam tidurku.

Saat aku demam, ayah membentak, ‘Sudah diberitahu jangan minum es!’ Lantas aku merenggut, menjauhi ayahku dan menangis di depan ibu. Tapi aku tahu, ayahlah yang risau dengan keadaanku; sampai beliau hanya bisa menggigit bibir menahan kesakitanku.

Ketika remaja, aku meminta keluar malam, ayah dengan tegas berkata, ‘TIDAK BOLEH!’ Sadar, ayahku hanya ingin menjagaku karena beliau lebih tahu apa yang ada di luar. Karena bagi ayah, aku adalah sesuatu yang sangat berharga.

Saat aku sudah dipercaya olehnya, ayah pun melonggarkan peraturannya. Maka kadang aku melonggarkan kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu di ruang tamu dengan rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temanku untuk menayakan keadaanku di mana dan sedang apa di luar.

Setelah dewasa, walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi aku tahu, ayahku yang berkata, ‘Bu, temani anakmu, aku akan pergi mencari nafkah untuk kita bersama.’

Di saat aku merengek memerlukan ini itu untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi tanpa menolak. Beliau memenuhinya dan cuma berpikir, ‘Ke mana aku harus mencari uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tak ada lagi tempat 'tuk meminjam?’

Saat aku berjaya, ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayahlah yang mengabari sanak saudara, ‘Anakku sekarang sudah sukses.’ Dalam sujudnya, ayah juga tidak kalah dengan doa ibu, cuma bedanya, ayah simpan doa itu di dalam hatinya.

Sampai ketika aku menemukan jodohku, ayahku sangat berhati-hati mengizinkannya. Dan akhirnya, saat ayah melihatku duduk di atas pelaminan bersama pasanganku, ayah pun tersenyum bahagia. Lantas aku menengok ayah sempat pergi ke belakang dan menangis. Ayah menangis karena beliau sangat bahagia, dan beliau pun berdoa, ‘Ya Tuhan, tugasku telah selesai dengan baik. Bahagiakanlah putra-putri kecilku yang manis bersama pasangannya.

Kuakhiri tulisanku ini dengan sebuah bait lagu:

Untuk ayah tercinta, aku ingin bernyanyi
dengan air mata di pipiku
Ayah, dengarkanlah, aku ingin berjumpa
walau hanya dalam mimpi.”

How i'd love, love, love to dance with my father and my mother again. (Maman Suherman)
Share:

Rabu, 25 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 Juni 2014 (Partai Oposisi)

Kang Maman Partai Oposisi

Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut pasti korup. Karena, kekuasaan cenderung tak mampu mengawasi dirinya sendiri, cenderung memperluas, menyelewengkan dan berusaha membuat abadi kekuasaannya. Di sinilah dibutuhkan kelompok politik terorganisasi yang memberikan pandangan berbeda dengan pemerintah yang dikenal dengan sebutan ‘oposisi’.

Oposisi dibutuhkan untuk mengawasi kekuasaan, juga diperlukan karena apa yang baik dan benar dalam politik harus diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan (bersifat) publik.

Menurut seorang sosiolog, Ignas Kleden, oposisi dibutuhkan sebagai semacam advocatus diaboli atau devil’s advocate yang memainkan peranan setan yang menyelamatkan kita, justru dengan mengganggu kita terus menerus. Dalam peran tersebut, oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik lemah dari satu kebijaksanaan, sehingga apabila kebijaksanaan itu diterapkan, segala hal yang dapat merupakan efek sampingan yang merugikan sudah lebih dahulu bisa ditekan sampai minimal.

Jadi, jangan pernah melihat oposisi sebagai semata-mata setan, semata-mata devil, dan tidak pernah diakui sebagai advocate [pembela].

Manfaat lainnya adalah bahwa dengan kehadiran oposisi, masalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Konklusinya, oposisi dibutuhkan, tapi oposisi jangan asal beda dan asal hujat. Musuh yang pintar akan lebih menolong daripada teman yang otaknya kosong; dan lawan yang jujur, tulus dan ikhlas, lebih bermanfaat dari kawan yang culas. Dan di posisi mana pun kelak, di posisi oposisi atau di posisi penguasa, kita harus ingat, di dalam ‘INDONESIA’, ada 3 huruf yang berdampingan: O-N-E. ONE (satu)!

Jadi, tujuan kita beroposisi atau berkuasa hanya satu dan hanya boleh satu selamanya: hanya untuk INDONESIA SATU! (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 24 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 Juni 2014 (Serba-serbi Kehamilan)

Kang Maman Serba-serbi Kehamilan

Bagaimana jadi suami siaga, tadi sudah dipaparkan Kang Denny. Beratnya proses kehamilan dan melahirkan sudah digambarkan semua narsum [narasumber] dan juga dr. Boyke.

Peristiwa melahirkan terjadi setiap hari, sehingga banyak orang menganggapnya tidak lagi sebuah keistimewaan; hanya dianggap sebagai sebuah ritual biasa. Tapi tahukah, jumlah angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi?

Survei Demografi dan Kesehatan 2012 menunjukkan, angka kematian ibu melahirkan: 359 orang/100.000 kelahiran. Jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang “cuma” 228/100.000 kelahiran hidup.

Sebuah fakta miris yang makin menguatkan bahwa proses melahirkan, ada sosok mulia yang berjuang di antara hidup dan mati demi kehadiran si buah hati: ibunda, namanya. Dan tidak berhenti sampai di situ. Ketika kelak anak yang dilahirkannya lapar dan dahaga, tangan ibu yang lembut menyuapi dan memberi minum. Ketika sang buah jiwa riang gembira, tangan ibu yang tengadah syukur memeluk erat dan dengan deraian air mata bahagia. Tatkala sang anak terisak apalagi mengeluarkan tangis, tangan ibu-lah yang hangat sesegera mungkin mengusap air mata. Saat anak mandi, tangan ibu yang mengguyurkan air ke seluruh tubuh, membersihkan segala kotoran di tubuh sang anak. Ketika anak diterpa masalah dan musibah, tangan ibu-lah yang langsung membelai dan mengusap punggung seraya berkata, “Bersabar, anakku tersayang.” Namun ketika ibu sudah renta dan diterpa rasa lapar, kerap tiada tangan dari anaknya yang menyuapi. Dengan tangan bergetar, ibu suapkan sendiri makanan ke mulutnya dengan linangan air mata.

Saat bunda didera sakit, di mana tangan anak yang bunda harapkan dapat merawatnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut kehangatan?

Tatkala ibu berpulang, nyawa terbang kembali ke Pemiliknya dan jenazahnya hendak dimandikan, di mana tangan anak yang ibu harapkan untuk memandikan jenazahnya terakhir kali seperti saat ia memandikan sang anak di waktu kecil?

Sentuhan tangan ibu yang mengantarkan kita ke dunia, yang bisa membawa kita masuk ke surga, kerap kali kita lupa membalasnya meski ia tak pernah meminta.

Teringat penggal puisi pendek Rini Intama:

“Lupa pada warna senja yang sebentar lagi turun

Suara ibu memanggilku hingga suara serak berdahak
Lamat menghilang dalam pekat awan yang berserak
Secangkir air mata panas tumpah menyiram hatiku

Malam, kutanya di mana ibu ?
Ayah berbisik, sudah di surga sore tadi, nak...”

***

Sebelum itu terjadi karena itu pasti terjadi, sudahkah kamu menyapa ibumu malam ini, sosok yang melahirkanmu, atau mencium keningnya dan mendoakannya?

Selamat malam, ibu. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 23 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 23 Juni 2014 (Seragam)

Kang Maman Seragam

Seragam memiliki sejumlah keuntungan dan keunggulan. Pertama, menciptakan kebersamaan dalam mewujudkan dan menjaga citra diri perusahaan. Yang kedua, penyetaraan kedudukan setiap karyawan di mata perusahaan; dengan seragam, tak ada alasan bagi seorang karyawan menonjolkan eksistensi dirinya di mata pegawai lain lewat pemakaian busana yang berlebihan. Yang ketiga, khusus bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan stok pakaian, memakai seragam kantor memberikan kemudahan untuk tidak memikirkan baju apa yang harus dipakai besok dan besoknya lagi; jadi, ada unsur menghemat dana. Dan yang keempat, indahnya kebersamaan bukan sekadar isapan jempol. Dengan berseragam sama, rasa persaudaraan akan tercipta hingga semangat dan loyalitas kerja tumbuh dengan sendirinya.

Tapi, seragam juga harus diwaspadai karena seragam, seperti tadi Akbar mengatakan, bisa membuat orang lebih pede [percaya diri], tapi juga bisa sebaliknya. Bisa membuat orang merasa bangga dengan statusnya, tapi juga bisa sebaliknya: merasa rendah diri. Yang kelima, seragam bisa memicu kepercayaan semu, semacam illusion of confidence, maupun rasa superioritas yang tidak realistis, narsistik, dan hipomanik gangguan bipolar yang bisa membuat orang arogan, mendiskriminasikan orang lain yang tidak sama bajunya dengannya tanpa alasan yang jelas, merasa paling sah berbuat sesuatu yang mengganggu orang banyak, misalnya: berseragam dan bergerombol bisa membuat mereka semaunya menutup jalan umum, menyepelekan pihak lain, minta diutamakan, dan cuek saja jika melakukan pelanggaran atau bahkan kejahatan.

Konklusinya, seragam adalah sebuah keniscayaan, ada di mana-mana, bahkan di berbagai belahan dunia dan sudah ada sejak lama. Seragam sekolah sudah ada sejak tahun 1665. Tetapi, seragam jangan pernah dijadikan badai penghempas keberagaman kita.

Jadi, sekali lagi, keseragaman tidak boleh mematikan keberagaman; keberbagaian; dan keanekaragaman. Karena dengan kekuatan keberbagaian itulah kita sekarang menjadi satu, yang di dalam darah dan tulang kita mengalir cairan yang sama: merah-putih. Sebagaimana baju kami: ‘UNITY IN DIVERSITY’, dan hanya satu: INDONESIA! (Maman Suherman)
Share:

Jumat, 20 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 20 Juni 2014 (HUT DKI Jakarta ke-487)

Kang Maman HUT DKI Jakarta ke-487

Berdiri di atas lilin ulang tahun raksasa setinggi 132 meter, di bawah cawan yang menopang nyala lampu perunggu sebesar dan seberat 14,5 ton, dilapisi emas 35 kilogram, yang sejak 1995 menjadi 50 kilogram emas berlambang api nan tak kunjung padam yang kita kenal sebagai Monas [monumen nasional], terlihat hamparan luas Jakarta yang oleh CMN disebut sebagai ‘durian besar’.

Luasnya hanya 661,52 kilometer persegi. Penduduknya se-Jabodetabek hanya 11% dari penduduk Indonesia. Namun di sana, 70% uang se-Indonesia beredar hanya di Jakarta.

6 tahun ke depan, 2020, Jakarta diprediksi akan berdiri 250 unit pencakar langit, dan akan berdiri gedung tertinggi di Asia Tenggara setinggi 638 meter; 5 kali lipat tinggi Monas. Itukah yang diharapkan penduduk Jakarta?

Konklusinya, jangan jadikan Jakarta sebagai tempat berhimpunnya koruptor pengutil uang rakyat di gedung-gedung yang terhormat, jangan jadikan Jakarta tong besar tempat membuang sepah, sampah, sumpah serapah, apalagi tempat menumpahkan darah.

Mari wujudkan Jakarta yang bersih, modern, manusiawi, yang warganya makmur dan pintar—yang kata Pak Ahok [Basuki Tjahaja Purnama], “Harus 3-uh; kepala penuh, perut penuh, dan dompetnya penuh.”

Selamat ulang tahun, Jakarta, kami mencintaimu. (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 19 Juni 2014

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 19 Juni 2014 (Black Campaign)

Kang Maman Black Campaign

Dari semua yang dibicarakan tentang black campaign hari ini, itu tergambar jelas dalam salah satu lirik yang paling indah menurut saya, digambarkan dengan tepat oleh Iwan Fals dalam lagu Sumbang:

“...
Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan
Menyerang dalam gelap

(Nah, ini karakter para pelaku black campaign:)

Ia “Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu”

Mereka adalah “Setan-setan politik
Yang selalu datang mencekik
Walau di masa paceklik
Tetap mencekik

Apakah selamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang 'tuk menghantam?
Atau memang itu yang sudah digariskan
Mereka cuma bisa menjilat, menghasut, menindas, dan memperkosa hak-hak sewajarnya

Mereka adalah “Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut, lalu lari terkencing kencing
Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk mencari kambing hitam
...”

Lagu Iwan ini sungguh abadi dan entah berakhir sampai kapan. Dan dari pembicaraan tadi, ada pesan yang sangat menarik disampaikan teman-teman di sini bahwa sedari awal, sadarkah kita bahwa sosok yang dikampanye-kotorkan adalah saudara kita sendiri juga? Sadarkah bahwa salah satu strategi terendah dalam kehidupan manusia adalah merendahkan orang lain serendah-rendahnya agar diri sendiri terlihat lebih tinggi?

Padahal sungguh lebih elegan jika diri kita memang lebih tinggi karena orang lain mengakui bahwa kita memang lebih berkualitas, lebih berprestasi, dan lebih hebat dibanding orang lain.

Para pelempar sampah ke halaman orang lain biasanya pemilik sampah yang rumahnya sendiri sudah tidak bisa menampung sampah yang dimilikinya.

Jadi, daripada menjadi pemfitnah dalam bidang politik, lebih indah mendengar kata mantan presiden Amerika Serikat, Richard Nixon:

“Daripada menjadi tukang fitnah, lebih baik menyikat lantai dan mencuci pispot karena itu sama mulianya seperti menjadi presiden.” (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter