Kang Maman – Warisan
Siapa tak mau dapatkan warisan? Tetapi Ust. Subki tadi sudah ingatkan, “Agar warisan berkah, ikuti
aturannya; ikuti hukum dan syariatnya.”
Karena jika tidak, di dalam kata ‘warisan’ ada penggal kata ‘war’. War (perang).
Dan, ‘warisan’ jika diucapkan sekilas, terdengar seperti tangisan. Karena warisan, kerap sekali berujung pada perang saudara, antar-anggota keluarga, perpecahan kerabat, dan tak jarang bahkan saling bunuh dan berakhir dengan tangis penyesalan.
Teringat, suatu hari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pergi ke pasar, dilihat orang-orang asyik masuk tenggelam dalam aktivitas bisnis. Ia ingin
ingatkan agar tidak terjebak. Lalu ia berkata, “Wahai penghuni pasar, alangkah
lemahnya kalian.”
Orang-orang pasar bertanya, “Apa maksudmu, wahai Abu Hurairah?”
“Itu, warisan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa sallam] sedang
dibagikan, sementara kalian di sini. Mengapa kalian tidak pergi ke sana untuk
mengambil jatah kalian?”
“Di mana?”
tanya orang-orang.
Abu Hurairah
menjawab, “Di masjid.”
Orang-orang
itu pun lari bergegas ke masjid, dan Abu Hurairah menjaga di tempat. Tapi
tidak lama, orang-orang itu kembali lagi.
“Ada apa
dengan kalian?”
Mereka
menjawab, “Wahai Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, kami masuk ke
dalamnya, tapi tidak ada yang dibagi.”
“Apa kalian
melihat orang-orang di masjid?”
“Ya, kami
lihat. Mereka sedang salat, mereka
sedang membaca Al-Qur’an, dan mempelajari apa itu halal haram.”
Abu Hurairah
menjawab, “Celaka kalian, itulah warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
***
Kata Fitrop [Fitri Tropica], “Harta membutakan mata, tapi ilmu
membukakan pikiran.”
Jadi,
warisan teragung bukan harta segunung, tapi ilmu yang bermanfaat, keluhuran
budi, dan akhlak yang mulia. (Maman Suherman)