Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Selasa, 26 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 26 Januari 2016 (Wanita dan Bela Diri)

Kang Maman Wanita dan Bela Diri

Selama belasan tahun terakhir, menurut data Komnas Perempuan, seperti tadi disinggung oleh Cak Lontong, ada 2 perempuan di Indonesia mengalami kekerasan setiap hari—12 di antaranya menjadi korban perkosaan.

Fenomena kekerasan terhadap perempuan ini bukan semata-mata masalah perempuan, tetapi masalah kita bersama. Masalah kemanusiaan, yang harus dihadapi bersama oleh perempuan dan juga laki-laki. Karena kita semua percaya: Tidak ada satu pun laki-laki baik yang menginginkan ibu, istri, atau anak perempuannya menjadi korban kejahatan.

Di sisi lain, fenomena ini makin menuntut sekaligus mendorong perempuan untuk menguasai seni bela diri. Beragam tempat berlatih seni bela diri pun dibuka, dan beragam kelebihannya sekaligus kemudahannya ditampilkan.

Bagi Cipan [Cici Panda] mewakili perempuan, bela diri adalah alat proteksi. Betul, ini harus menjadi penekanan. Karena panelis tadi sepakat bahwa filosofi bela diri itu satu: ‘bela diri’ ejaannya bukan ‘balas dendam’, apalagi untuk dipamer-pamerkan dan semata alat memuaskan ego. Bela diri ditujukan untuk melindungi dan melayani kehidupan agar ia menghasilkan kebahagiaan, bukan sebaliknya—malah menjadi kutukan.

Ingat filosofi yang pernah dikatakan oleh guru besar karate, “Karate means keep smiling all the time,” karate berarti belajar untuk selalu tersenyum dalam kehidupan.

Jadi, jika ingin membuat dunia lebih indah, tebar senyuman, bukan kekerasan.

Dan terakhir, kenapa orang mau bercape-cape bela diri?

Ini sesuai dengan filosofi legenda dunia bela diri, Bruce Lee:
“Jangan berdoa untuk memohon kehidupan yang mudah, berdoalah memohon kekuatan untuk mengatasi kehidupan yang sulit.” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 25 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 Januari 2016 (Clubbers vs Dangduters)

Kang Maman – Clubbers vs Dangduters

Ada dua hal penting yang dibicarakan.

Menurut temuan ilmiah, paling tidak ada 10 keuntungan mendengarkan musik. Dan karenanya, manusia sebaiknya menyukai musik. Di antaranya: baik untuk jantung dan pemulihan pascaoperasi jantung, otak manusia lebih mampu merekam dan menyimpan alunan musik ketimbang kekayaan bahasa, mampu meredakan rasa nyeri, bisa mengontrol obesitas, memperkuat sistem kekebalan tubuh, membantu terapi bayi prematur, berguna bagi memori dan proses pembelajaran, meminimalisir kesedihan, dan menghibur lansia. (Kita bisa lihat tadi Pak Jarwo senang sekali lari ke sana ke mari). :)

Tetapi yang kedua, penelitian ilmiah juga membuktikan, selera terhadap musik tidak bisa dipaksakan. Karena bahkan ada manusia yang sama sekali tidak bisa menikmati musik. Jangankan memilih, menikmati saja tidak. Jadi, silakan memilih mau musik mana saja, nikmati dan bahagiakan diri.

Dan terakhir, musik juga cara untuk menghadirkan masa lalu—kenangan terhadap apa yang terjadi. Teringat bunyi puisi seperti ini:

“Kita sepakat meninggalkan masa silam.
Tetapi, kita suka diam-diam mengunjunginya.
Lewat hujan, lewat ingatan [(Mungkin juga lewat musik)]. Kesedihan kita
biarkan berumah di mata, sekulum senyum
yang disamarkan oleh jarak dan pelukan.

Dan,
Semenjak luka kunamai doa, aku tahu
kehilangan tak lagi butuh air mata.”

Semenjak duka kusembunyikan dalam nada,
semenjak duka dan suka kusenandungkan dalam nada,
aku juga tahu:
dangduters atau clubbers sama saja,
sama-sama butuh hiburan, bukan kesakitan.

Karenanya:
Dangdutan YES, ngelem-mabok NO; clubbing YES, narkoba NO, tawuran KAMPUNGAN! (Maman Suherman)
Share:

Kamis, 21 Januari 2016

Link #NovelKangMaman (Eps. 26 – 50)

Share:

Selasa, 19 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 19 Januari 2016 (Berteman dengan Mantan)

Kang Maman Berteman dengan Mantan

Menurut para pencinta yang masih tak bisa melupakan mantannya, ubahlah kata ‘mantan’ menjadi ‘alumni’ supaya masih bisa reuni.

CLBK bukan hal terlarang. Toh kita paham, kadang-kadang kita harus membiarkan dan mengikhlaskan orang yang kita cintai pergi agar bisa merasakan nikmat dan indahnya kembali. Dengan satu syarat: sama-sama masih sendiri atau telah sendiri lagi.

Jadi jika memang masih mengharapkan mantan, lantunkan puisi Krisna ini kepada orang-orang yang pernah ada di hatimu dan kau inginkan kembali masuk ke dalam hatimu:

“Aku hanya setitik debu
yang melekat di sampul-sampul buku
yang rindu kausentuh dan kaubaca kembali

Dan jika engkau ingin kembali
takkan kubiarkan matamu basah lagi

Pelik hidup biar kupeluk sendiri
bagimu cukuplah bahagia semata

Hatiku memang sungguh teramat sempit
hatiku cukup buat satu cinta:
untukmu yang dulu pernah berada di sana”

Dan sebaliknya, buat yang tak lagi ingin kembali kepada mantannya:
Jadikan mantan itu pelajaran matematika; sulit diingat, tetapi kita harus belajar darinya agar kita tahu letak “rumus” kesalahan kita.

Dan terakhir, untuk yang sudah punya pasangan:
Utamakan menjaga perasaan pasangan, bukan perasaan mantan. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 18 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 Januari 2016 (Prestasi vs Sensasi)

Kang Maman Prestasi vs Sensasi

Prestasi itu seperti orang mendaki gunung: penuh perjuangan, meniti langkah pelan tapi pasti, namun nikmat dan menikmatinya lama.

Sensasi, kayak orang naik roller coaster: sekadar duduk, pakai safety belt, meluncur cepat, cuma bikin teriak dan berdegup sejenak, tau-tau sudah selesai.

Prestasi atau sensasi, jawabannya sederhana: Mau bertahan lama di puncak, atau puas cuma sedetik.

Khusus kepada yang berprestasi:
“Teruslah menjadi role model yang baik dan terpuji,” seperti kata Cinta Laura, tetapi jangan terbang karena pujian, juga jangan tumbang karena cacian.Terus berkarya dan tetap mengingat pesan sayyidina 'Alī bin Abī Thālib, “Siapa yang memandang dirinya buruk, maka dia adalah orang baik. Dan siapa yang memandang dirinya selalu baik, ia adalah orang yang buruk.” Berprestasilah, rendah hatilah.

Dan terakhir:
Jika memilih jalan sensasi, jadilah sosok sensasional yang ditunjang dengan prestasi.
Dan yang memilih jalur prestasi, jadilah orang yang berprestasi secara sensasional.
Uang bukan segalanya. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 12 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 12 Januari 2016 (Film vs Sinetron)

Kang Maman Film vs Sinetron

Sinetron atau layar lebar hanyalah medium yang berbeda, dengan cara penggarapan yang sedikit berbeda, untuk satu hal yang sama: Sama-sama seni akting, “sama-sama dunia sinematografis,” kata Cak Lontong, bukan wujud pengkastaan satu lebih dari yang lain. Ada ceritanya atau ceritanya diada-ada, sama-sama ada di film, juga ada di sinetron.

Soal rezeki pekerja seninya, percayalah pada ajaran: “Rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang.” Bahkan sebuah hadis mengatakan, “Takdir kita sudah diatur 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”

Dan jika Anda bintangnya (sinetron atau film), ingat hukum langit—tadi tersirat dari Cak Lontong:
Tak ada yang abadi. Matahari sekalipun akan tergelincir dan terganti oleh bintang gemintang di langit malam, demikian pula sebaliknya.

Pesan tersirat berikutnya:
Jika kamu jadi bintang (sinetron atau film), jangan tinggikan hatimu setinggi bintang di langit. Biarkan tetap berpijak di bumi, karena orang-orang yang menginginkan ketinggian di atas manusia lainnya—meskipun mereka pantas mendapatkannya—akan kaudapati beramai-ramai orang lain akan menjatuhkannya. Sedang orang yang merendahkan hatinya terhadap manusia—meski ia memang tidak pantas mendapatkannya—akan kamu lihat orang-orang akan beramai-ramai mengangkatnya.

Seperti pantulan bintang di atas genangan air: meski kaulihat ia berada di bawah, ternyata ia tinggi di langit sana.

Dan terakhir, dalam bahasa Pak Jarwo:
“Tabur edukasi, tabur prestasi, bukan tebar sensasi, apalagi dramatisasi!”(Maman Suherman)
Share:

Senin, 11 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 Januari 2016 (Sepak Bola vs Basket)

Kang Maman Sepak Bola vs Basket

Filosofi bola bundar mengajarkan: Untuk melesakkan bola ke dalam keranjang dengan tangan atau ke jala gawang dengan sepakan dan tandukan, bukanlah karya individu. Tapi karena kerja sama tim, strategi, dan kedisiplinan. Tahu diri berada dalam posisi apa.

Untuk menang, tidak berebut, tidak memanjakan ego masing-masing untuk memasukkan bola. Bahkan seorang Ronaldo, Messi, Kobe Bryant, King James, atau Stephen Curry, tak bisa menang seorang diri tanpa sebuah kebersamaan yang penuh disiplin.

Dan pelajaran terhebat dari olahraga: Sehebat apa pun seseorang, ada batas berkarier. Dan yang terhebat dari olahragawan adalah mereka sangat tahu diri, kapan harus mundur dengan terhormat.

Teringat puisi perpisahan yang baru saja ditulis oleh seorang Kobe Bryant:

“Hatiku masih merasakan debar dan entakan
Pikiranku masih sanggup menangani tekanan
Tetapi saya tahu, tubuhku sudah harus mengatakan:
‘Kini saatnya untuk pergi dan selamat tinggal’.”

Tahu diri adalah sesuatu yang sangat indah di olahraga, tetapi sangat mahal di dunia politik. Jadi, benar kata Samuel Rizal tadi, “Sepak bola atau pebasket, sama kerennya. Yang nyebelin—khususnya di sepak bola negeri ini—adalah orang-orang yang menanganinya.”

Ayolah, jangan rusak dunia sepak bola kita, jangan “cabut” sayap-sayap garuda di dada kita, jangan matikan masa depan anak bangsa yang diberi talenta sebagai pesepak bola—dengarkan suara Syamsir Alam dan kawan-kawan.

Dan buat pesepak bola kita, ingat nasihat pebasket Carry:
“Jika kamu tidak pernah jatuh, bagaimana kamu tahu nikmatnya bangkit.”

Tetapi please, pemerintah dan pengurus, jangan kelamaan “menggantung nasib” mereka.

Ayo nikmati permainan dalam kebahagiaan dan keriangan, tebar cinta, tebar keriangan, tebar prestasi, jangan tebar benci dan anarki. Karena dalam olahraga, kebencian itu hanya melukai diri sendiri dan tidak bakal mampu melemahkan lawan. Seperti kata Cristiano Ronaldo, “Your love make me strong, your hate make me unstoppable (Cintamu membuatku kuat, bencimu tak akan bisa menghentikanku).”

Dan terakhir, sport itu sportif. Terbanglah garuda-garuda muda, lesakkan bola ke dalam keranjang, hunjam gawang lawan, kibarkan Merah Putih, dan teriakkan dengan gagah Indonesia Raya! (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 05 Januari 2016

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 5 Januari 2016 (Dangdut Heboh vs Dangdut Santai)

Kang Maman Dangdut Heboh vs Dangdut Santai

Sekali-sekali, hayatilah suara-suara yang dihasilkan alam: gesekan dedaunan yang bergerak ditiup angin, gemericik air mengalir, suara ombak, tiupan angin, bahkan gemuruh heboh hujan yang ditimpa cetar halilintar, juga kicauan burung dan suara-suara binatang lainnya. Sungguh merupakan nada-nada indah yang mengiringi perjalanan alam ini.

Bila suara-suara itu terjalin satu, ia menjadi harmoni indah, kidung alam yang syahdu untuk didengarkan, lalu bisa disenandungkan anak manusia untuk menghiasi dan mewarnai hidupnya.

Sebuah orkestrasi alam yang kemudian direspons manusia, dan dijadikan tembang indah untuk menemani perjalanan hidup. Sebuah ungkapan kejujuran yang dipintal oleh benang-benang keindahan, yang dibahasakan oleh nada-nada yang liris, lembut mengalun membuai jiwa, atau keras mengentak dan mengajak tubuh bergoyang riang.

Dangdut adalah salah satu perwujudannya. Diramu, diracik, dirawat, tumbuh dan besar di negeri ini, warna musik yang mengawinkan entakan tabla berbunyi “dang-dut-dang-dut” yang dinamis, dan tiupan seruling nan merdu merayu.

Dan sebagaimana bahasa alam, tidak ada yang baik atau buruk, yang ada hanyalah persoalan cocok atau tidak cocok. “Saya cocok dengan dangdut, kamu tidak; Saya senang dangdut yang lembut, kamu suka dangdut yang bergoyang mengentak.” Kuncinya cuma satu: Dangdut dengan 3D-nya (didengar, dilihat, dan digoyang) adalah bahasa abstrak, sebagaimana jenis musik lainnya yang mampu menggerakkan emosi.

Dan sebagai karya seni, dangdut punya nilai estetika sendiri. Dan ‘estetika’ lebih dekat dan bersaudara kandung dengan ‘etika’, bukan dengan ‘erotis’, bukan dengan ‘erotika’.

Dan sekali lagi, goyang mengentak atau lembut mengalun, teriakkan selalu tiga kata: DANGDUT NEVER DIES! (Maman Suherman)
Share:

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 4 Januari 2016 (India Lawan Korea)

Kang Maman India Lawan Korea

Bumi tak lagi bersekat, tak lagi punya pembatas negeri yang teramat ketat. Satu sama lain saling memengaruhi, saling mewarnai, tak terkecuali India juga Korea; dua “kekuatan raksasa” dengan segala rumusan dan ramuan kelebihannya, yang kini menari-nari di depan mata kita.

Adakah yang salah dengan fenomena ini?

Ada, jika kita hanya terlena dan puas sebagai penikmat, penonton, dan konsumen belaka, atau cuma sebatas mengeluh dan nyinyir. Karenanya, pelajari dan jika kelak sudah siap, “langkahi” agar kita pun bisa jadi pemenang. Tak cuma puas menjadi tuan di negeri sendiri, tetapi juga eksis di negeri lain.

Tak salah menyukai seni negara lain, tetapi juga dukung dan cintai budaya sendiri. Karena NKRI bukan singkatan ‘Negara Korea Republik India’, tetapi ‘Negara Kesatuan Republik Indonesia’.

Jadi, sekali lagi, silakan saja, “Aku suka India; aku suka Korea,” tetapi tanamkan di jiwa, tetap yang lebih utama: “Aku cinta Indonesia, negeri berlimpah rempah, sepenggal surga yang diturunkan Tuhan ke muka bumi.” (Maman Suherman)
Share:

Sabtu, 02 Januari 2016

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter