Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

SAPO

Lembaga Pembinaan Yatim dan Dhuafa

Kau Tak Sendiri

@_BondanPrakoso_

Senin, 31 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 31 Agustus 2015 (Bad Boy vs Good Boy)

Kang Maman Bad Boy vs Good Boy

Mengapa perempuan senang dengan bad boy? Jawabannya satu: Good boy memberikan sesuatu yang spesial untukmu, tetapi bad boy membuatmu menjadi spesial.

Tetapi terlepas dari pasangan yang kita pilih itu bad boy atau good boy, jika kelak akhirnya bersama, maka sebagai pasangannya, hai perempuan, ungkapkan kalimat ini:

“Aku jamin, engkau bad boy atau good boy, kita pasti akan menghadapi masa sulit. Dan aku jamin, satu di antara kita akan berharap keluar dari kebersamaan ini. Tapi aku juga menjamin, aku mencintaimu sepenuh hati dan sangat tahu: Kamu dan aku tidak sempurna, tetapi kita bersatu (berjalan bersama) untuk saling menyempurnakan.”

Jika bad boy atau good boy yang pernah bersamamu itu tidak membawamu ke pelaminan, jadikan dia sebagai sahabat. Karena sahabat itu seperti bintang: walau jauh, dia bercahaya; meski kadang menghilang, dia tetap ada; tak mungkin dimiliki, tetapi tak bisa dilupakan.

Dan khusus untuk laki-laki: Menjadi good boy memang tidak semenarik bad boy. Tetapi menjadi bad boy, tidak seaman good boy.

Terakhir, daripada good boy in a bad way, lebih baik bad boy in a good way. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 25 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 25 Agustus (Sadar untuk Taat)

Kang Maman Sadar untuk Taat

Disduksi malam ini mengingatkan kita pada kisah seekor tikus yang ketakutan melihat sepasang suami istri petani yang membawa perangkap tikus.

Ia laporkan ke temannya: ayam, kambing, sapi, bahkan ular. Tetapi semuanya cuma bisa bilang prihatin, tapi tak bisa membantu—bahkan dengan kompak berujar, “Perangkap tikus tidak membahayakan kami, jadi, kami tidak peduli!”

Tikus pun sedih dan pasrah. Hingga pada suatu malam, terdengar bunyi keras pertanda ada yang terkena perangkap. Bukan tikus, tapi ekor ular yang terjerat. Dan ular pun mengamuk hingga mematuk istri petani itu. Ular langsung dibunuh oleh sang petani, dan istrinya terkena racun. Hingga diusulkan oleh tetangganya untuk membuatkan dia sup ayam. Ayam pun dibunuh.

Tidak selesai di situ (tetap sakit), kemudian ada usulan untuk memakan hati kambing. Kambing pun dibunuh. Dan ternyata, tidak juga sembuh sehingga istrinya meninggal. Dan ketika banyak pelayat datang, sang petani terpaksa membunuh (memotong) sapi untuk memberi makan kepada pelayat.

***

Apa yang kita bisa pelajari dari situ?

Jika kita tidak peduli pada orang lain, tidak cuma orang lain yang tidak terbantu dan tidak terselamatkan, tetapi kelak diri kita pun akan lambat atau cepat menjadi korban.

Ingat: Kesadaran kita, keselamatan semua. Dan seperti kata Pak Jarwo Kwat tadi, “Di tengah ketidakdisiplinan, kita tidak butuh heroin, tetapi kita butuh jiwa heroik.” (Maman Suherman)
Share:

Senin, 24 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 24 Agustus 2015 (Masihkah Tontonan Televisi Jadi Tuntunan?)

Kang Maman Masihkah Tontonan Televisi Jadi Tuntunan?

Yang ideal mempertontonkan tuntunan, bukan mempertontonkan jalan menuju kehancuran. Dengan cerdas, Ronal mengatakan, “Titik terlemah televisi adalah kerap bertele-tele tanpa visi.” Ini mengingatkan saya pada tujuh dosa jurnalistik (seven deadly sins journalism)—yang secara tersirat diucapkan oleh teman-teman—yang membuat televisi kerap hanya sebagai tontonan tanpa tuntunan, yakni:

[1] Kerap memberikan informasi yang terdistorsi;
[2] Dramatisasi fakta palsu yang bertele-tele;
[3] Mengganggu privasi di wilayah publik;
[4] Kerap tanpa sadar, bahkan dengan sadar melakukan pembunuhan karakter;
[5] Mengeksploitasi seks;
[6] Meracuni pikiran anak-anak; dan
[7] Menyalahgunakan kekuasaan. Di mana televisi yang frekuensinya milik publik, dipakai untuk kepentingan individu atau kelompoknya.

Jika saja tujuh dosa itu tidak dilakukan, televisi bisa menjadi tontonan yang menuntun, yang membawa kita sebagai teman baik kepada pemirsa untuk memperkaya dan memberi pencerahan kepada penontonnya.

Kata kunci: Remote control di tangan Anda. Jadilah pemirsa sekaligus juri yang kritis. Matikan TV jelek, laporkan jika melanggar, puji jika memberikan tuntunan. Banyak sensasi, penuh dramatisasi, sepi prestasi, matikan televisi! (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 18 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 18 Agustus 2015 (Pamer[an] Anak)

Kang Maman Pamer(an) Anak

Ada tiga poin yang dibicarakan hari ini. Pertama, sejak awal harus disadari bagaimana memaknai dan memanfaatkan media sosial: sebagai ajang berbagi info penting, membangun jejaring atau bisnis, atau memang untuk ajang pamer—termasuk memamerkan sesuatu yang statusnya sebenarnya ‘just keep it to yourself’ atau ‘hanya untuk pribadi dan rahasia’. Dan semuanya sebenarnya sah-sah saja, asal harus siap dengan segala konsekuensinya. “Karena di luar sana,” tekan Ronal, “tak cuma ada orang baik, tapi juga ada ‘pemangsa’ atau ‘predador’.”

Apa pun kita harus berhati-hati untuk tidak termakan dan menerima begitu saja online persona. Karena apa yang kita lihat di medsos [media sosial], hanya sisi terbaik hasil editan dari orang tersebut. Sebuah eposide di Criminal Minds menggambarkan sangat indah, bahkan anak seorang detektif, diam-diam berkomunikasi dengan seseorang yang mengirim gambar lelaki ganteng, tetapi ternyata adalah orang tua dan “pemangsa” anak-anak.

Yang kedua, mari bersama-sama kita tanyakan ke diri masing-masing—tadi diingatkan dengan baik oleh Lizzie: Apakah karena media sosial, kita lalu menjadi orang yang obsesif, dan bahkan membuat jiwa kita tidak sehat?

Ini indikasinya:

[1] Sudah berapa sering kita cuekin keluarga, suami, istri, atau anak kita yang berada di samping kita karena mata kita terus tertuju kepada smartphone kita?

[2] Sudah berapa kali kita bertengkar dengan pasangan kita karena kita sama-sama sibuk dengan sosial media kita?

[3] Dan, apakah kita sadar bahwa kita sudah menjadi stalker satu sama lain, diam-diam mengintip di mana dan sedang apa pasangan kita?

[4] Atau yang terakhir: Lebih lama mana Anda memegang smartphone, dibanding memeluk buah hati kita?

Dan yang terakhir, memamerkan apa pun mungkin menyenangkan, tetapi juga bisa membuat orang iri. Ingat, iri berpotensi membuat diri kita teriris dan juga anak kita teriris. Jadi, hati-hati, jaga diri, jaga buah hati, jangan dieksploitasi agar tidak menyesal di kemudian hari. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 17 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 17 Agustus 2015 (Indonesia Lawak Kemerdekaan)

Kang Maman Indonesia Lawak Kemerdekaan

Medali tertinggi dalam kehidupan manusia bukan emas, tetapi kemerdekaan. Karena manusia pada dasarnya terlahir merdeka, dan tak ada yang boleh merenggutnya.

Tetapi tidak ada artinya merdeka jika kita menindas kemerdekaan orang lain. Contoh sederhana dipaparkan Rico Ceper tadi, “Apa artinya merdeka kalau Anda tidak bisa antre, dan merampas hak orang yang datang duluan?”

Apa artinya merdeka kalau Anda berhenti di lampu merah, tapi Anda rampas hak penyeberang jalan karena Anda berhenti di atas zebra cross?

Apa artinya merdeka kalau Anda buang sampah sembarangan, yang membuat hak rakyat untuk hidup bersih dan sehat dan tidak terkena banjir jadi terlanggar?

Dan, apa artinya kemerdekaan jika masih saja kita menyaksikan para koruptor dan pengisap darah warga bangsa hidup lebih bebas dan lebih nyaman bahkan lebih terhormat dari apa yang dikatakan oleh Ronal: kakek kakek kita, para veteran, para pejuang kemerdekaan, orang-orang baik yang berjuang memerdekakan bangsa, menegakkan keadilan dan kebenaran?

Tetapi jangan pernah menyerah, hadapi keadaan ini. Terus berjuang, seperti kata Tan Malaka, “Terbentur, terbentur, terbentur, dan terbentuk.” Karenanya, sampai kapan pun kita butuh KPK. KPK bukan dalam arti: Kemerdekaan Pembebasan Koruptor, tetapi: Kemerdekaan Pintu Kemakmuran; Kemerdekaan Pintu Keadilan.

Kemerdekaan bukan akhir, tapi justru awal. Merdeka senyatanya adalah: Terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dirgahayu negeriku tercinta, Indonesia, MERDEKA! (Maman Suherman)
Share:

DIRGAHAYU NEGERIKU


Share:

Selasa, 11 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 11 Agustus 2015 (Pilkada Serentak Menghentak)

Kang Maman Pilkada Serentak Menghentak

Pilkadas atau pemilihan kepala daerah secara serentak, tentu didasarkan pada niat baik. Di antaranya disebutkan oleh Cak Lontong, “Demi efisiensi dan efektivitas.” Karena Pilkadas sungguh tak murah biayanya, tetapi nilai manfaatnya dan hasilnya harus tetap tinggi dan tak boleh dikorbankan.

Permasalahan calon tunggal di tujuh daerah pemilihan tak boleh diabaikan. Meski dan harus diputuskan segera karena tidak ada jaminan. Jika ditunda sampai 2017, akan ada lebih dari satu calon lagi. Bagaimana kalau tetap calon tunggal lagi di 2017?

Berkaitan dengan mantan napi [narapidana], bahkan ia adalah mantan napi korupsi dana APBD saat menjabat dahulu, tentu kita percaya dan sangat berharap rakyat semakin pintar untuk menentukan pilihannya. Cukup bermodalkan apa yang pernah dikatakan Bung Karno, “Jas Merah (Jangan sekali-kali melupakan [meninggalkan] sejarah).” Periksa rekam jejaknya, dan jangan beri beban yang tidak ringan pada bangsa untuk lima tahun mendatang.

Pilkadas jangan cuma bisa bikin uang rakyat tandas, harapan rakyat makin kandas, dan amblas. Dan buat Anda calon pemimpin, ingat kearifan budaya bangsa, “Ojo rumongso bisa, nanging bisa rumongso, lang rumangsani (Jangan merasa bisa, tetapi harus bisa merasa). Dan yang paling utama, harus mengukur diri: pantas atau tidak pantas.

Dan buat rakyat dalam memilih: Utamakan unsur moralitas, utamakan kualitas dan kapasitas, bukan popularitas! (Maman Suherman)
Share:

Senin, 10 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 10 Agustus 2015 (Seragam dan Gaya Siswa Sekolah)

Kang Maman Seragam dan Gaya Siswa Sekolah

“Seragam sekolah,” tepat seperti yang diucapkan Kang Ronal, “berfungsi mengajarkan kerapian, memupuk rasa kedisiplinan, dan membangun semangat kesetaraan.” Kita berbeda (beragam), tapi setara di hadapan ilmu yang sedang kita tuntut.

Tapi berseragam jangan sampai menimbulkan kesalahan berpikir, menciptakan semacam grandiosity; menganggap diri dan sekolahnya lebih baik dari sekolah lain. “Seragam saya adalah gambaran sekolah favorit dan kamu bukan; saya unggulan dan kamu bukan.” Itu yang tidak boleh terjadi.

Berkaitan dengan adanya usulan memasang berbagai tulisan bernada himbauan dan ajakan kebaikan—yang kalimatnya seperti slogan-slogan di seragam pelajar—mungkin niatnya baik, tapi saya teringat dengan kalimat Soe Hok Gie, “Patriotisme tidak muncul dan tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang baru dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya,” bukan slogan semata.

Jadi, seorang pendidik sejati menanamkan apa yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,” bukan di bajunya, tetapi ditanamkan ke dalam hati dan jiwanya.

Jadi, kuncinya: Lebih baik ajarkan, contohkan dengan perbuatan untuk diamalkan, bukan sekadar ditempelkan di seragam sekolahan. (Maman Suherman)
Share:

Selasa, 04 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 4 Agustus 2015 (Membuat Anak Menjadi Artis)

Kang Maman Membuat Anak Menjadi Artis

Para panelis hari ini sepakat memadukan dua puisi indah dari Kahlil Gibran dan Jenderal Douglas MacArthur:

“Anakmu bukanlah milikmu
... Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau
Mereka ada padamu,
tapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan pernah sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran sendiri.

Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu ....” Begitu Kahlil.

Dan Douglas MacArthur berdoa untuk putranya:

“...
Bentuklah putraku, Tuhan, menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang putra yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Tuhanku...
Aku mohon janganlah pimpin putraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan putraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai
dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tiada berdaya
...”

Dan terakhir, semua panelis sepakat: Dalam doa orang tua, nama anak selalu disebutkan; dan dalam doa anak, nama orang tua selalu dilantunkan.

Dan orang tua yang baik, membuka jalan kepada anaknya untuk berkembang, bebas berkreasi, bukan untuk disakiti, apalagi untuk dieksploitasi. (Maman Suherman)
Share:

Senin, 03 Agustus 2015

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 3 Agustus 2015 (Asli atau Palsu)

Kang Maman Asli atau Palsu

Produk palsu punya pasar, karena banyaknya penipu yang tahu persis tabiat manusia, yaitu: inginnya harga rakyat jelata, tapi maunya beraura paduka raja—anak-anak sekarang menyebutnya BPJS (Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita).

Ingin berbangga diri tapi tidak mau capek-capek sekolah, jadilah membeli ijazah palsu. Ingin terlihat gagah, jadilah polisi atau tentara gadungan. Ingin kaya, lalu kelabui rakyat dengan jualan barang palsu. Juga disinggung Mas Jarwo di segmen pertama tadi, “Jadi politisi, tapi kerjanya cuma penghambur janji palsu.”

Apakah sebuah kebetulan kalau kata ‘PALSU’ itu huruf-hurufnya sama dengan ‘SULAP’?

Ingin bergelar tanpa perlu sekolah. Ingin memajang rentetan gelar, lalu simsalabim: beli dan dapat gelar dan ijazah palsu. Ingin tampak kaya, lalu simsalabim: beli tas bermerek supaya terlihat hebat.

Palsu adalah kebiasaan seseorang yang senang mengelabui. Pertanyaannya sederhana: Inginkah kalian menjadi manusia seutuhnya, seasli-aslinya, atau bangga menjadi manusia bergelar gadungan? Memproduksi produk palsu dan menggunakan segala kepalsuan?

Ingat, di dalam kata ‘mengelabui’ ada kata ‘bui’. Kalau Anda suka memalsu, cepat atau lambat, Anda bisa tersulap masuk bui.

Terakhir: Kalau mau disayang Allah, jangan palsu-palsuan. Lakukan yang ‘HALAL’ saja, yang hurufnya sama dengan huruf ‘ALLAH’. (Maman Suherman)
Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter