Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

Kamis, 15 Oktober 2015

Tentang Pembakaran Tempat Ibadah Itu

Penulis: Irwan Syahputra Lubis, 15 Oktober 2015

Pembongkaran (pembakaran) satu unit tempat ibadah umat Nasrani beberapa hari yang lalu di desa Suka Makmur, kecamatan Gunung Meriah, kabupaten Aceh Singkil, oleh sekelompok orang murni karena tidak adanya izin mendirikan bangunan (IMB). Bukan karena umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran atau ingin membalaskan dendam umat muslim di Tolikara, Papua, yang masjidnya dibakar pada hari raya Idulfitri lalu. Sialnya, judul berita selalu: “Gereja Dibakar”. Sial bagi umat Islam. Tidak pernah ada judul: “Gereja Ilegal Menjamur di Aceh Singkil”. Media hanya memberitakan apa yang terjadi, bukan penyebab kejadiannya.

Ya.. pembakaran gereja tentu salah.. tapi melihat akar persoalannya jauh lebih penting...sopo sing wis tau neng Aceh Singkil ? @pristwn

Seperti diketahui, perjanjian antara masyarakat muslim dan Nasrani yang berada di Aceh Singkil menyepakati bahwa yang diizinkan satu gereja dan empat undung-undung (setingkat musala). Tetapi kemudian, jemaat gereja berkembang. Itu sedikit menimbulkan riak-riak. Akhirnya pada 2001, perjanjian diperbarui: “Penduduk nonmuslim diberi kesempatan untuk mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Jadi, sekali lagi, tempat ibadah yang dibongkar adalah yang tidak memiliki izin, bukan karena umat muslim intoleran atau anti kepada nonmuslim. Namun yang sangat disayangkan adalah, adanya segelintir orang yang melayangkan komentar-komentar (status) di media sosial yang seolah-olah mencerminkan bahwa umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran, seperti, “Hancurkan semua gereja yang ada di kabupaten Aceh Singkil; Hancurkan orang-orang kafir, dan lain sebagainya.

Kami, umat Islam Aceh Singkil, sangat menghargai perbedaan. Buktinya, gereja atau undung-undung yang (telah) memiliki izin, toh tidak ada yang protes atau tidak ada yang mengeluhkan keberadaannya. Sebagian besar dari kami juga hidup damai berdampingan dengan masyarakat nonmuslim.

Hmmm, terhadap yang mengeluarkan komentar-komentar “picik itu; yang tidak (belum atau tidak mau) memahami arti perbedaan, saya jadi teringat tweet dari akun Twitter @NUgarislucu di bawah ini:

Ajaib, melihat awan bertulis 'Allah' kau bilang tanda kebesaran Tuhan. Tapi perbedaan suku, bangsa, dan agama, kau ingkari sebagai tanda-tanda [kebesaran]-Nya.

“Kiai, apa tanda-tanda kerasnya hati?

Saat melihat gereja kau takut imanmu runtuh. Tapi saat membaca Al-Qur'an, tak sedikit pun hatimu tersentuh.

***

Ah, semoga kita lebih berhati-hati dalam berkomentar. Karena komentar yang kita keluarkan sangat boleh jadi menjadi tolok ukur bagi sebagian orang sehingga dengan mudah mengatakan, “Umat Islam di Aceh Singkil tidak toleran; Umat Islam di Aceh Singkil tidak memahami arti kebinekaan,” dan stigma-stigma lainnya.

Semoga kita bisa memahami segala sesuatu dengan murni, baik, dan benar. Ya, semoga.



Baca juga:
• Pangdam Sebut Umat Islam di Aceh Singkil Sudah Sangat Toleran —>

http://goo.gl/uLkNwz

Share:

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter