Kang Maman – Jebakan di Balik Comfort Zone
Menarik, diskusi ini diawali Kang Denny dengan ilustrasi hiu yang
dimasukkan ke dalam kolam ikan lain.
Berhati-hatilah dalam jebakan zona nyaman, karena kalau sekadar
menyaman-nyamankan diri padahal hati sudah tidak bisa diajak kompromi, maka comfort
zone semata-mata akan menjadi not moving zone (area tidak move on)
karena kepasrahan bahkan keterpaksaan.
Kalaupun ingin bergerak menemukan kenyamanan lain, ada dua kemungkinan
yang bisa terjadi. [1] Learning zone: belajar membuka lahan baru
bermodalkan observasi, seleksi, menjadikan hal baru sebagai bagian diri, dan berani
melakukan eksekusi. [2] Atau seperti diingatkan Cipan dan Ronal: “Kita malah
masuk ke dalam suicidal zone.” Jika keluar dari zona nyaman tanpa
persiapan, Anda akan masuk ke area bunuh diri massal. Tidak cuma diri sendiri,
keluarga juga akan merasakan gagalnya. Di kondisi seperti ini, jangan takut
untuk pulang. Toh, siapa saja yang pernah pergi, telah disediakan jalan kembali
bernama jalan penyesalan. Dan kalau memang sudah sangat siap untuk keluar dari comfort
zone, yakini diri—kata Komeng: di dunia ini tidak ada yang abadi. Ketika
tubuh kehabisan tabah, kuburkan duka masa lalu, tak lagi guna merawat luka.
Siapkan 2A untuk raih 1A. [A1] Accept: terima dan
hadapi dengan senang hati, lakukan adaptasi dengan cepat, cari solusi dan strategi,
maka sukses pun akan diraih. Kondisi lebih baik akan dimiliki. [A2] Achieve:
zona nyaman hari ini bisa berubah dan bisa diubah dari zona kenangan di
kemudian hari dengan syarat: jangan pernah menjelek-jelekkan zona nyamanmu di
masa lalu karena itu artinya kamu juga mengejek masa lalumu sendiri.
Bagi yang berumah tangga, harus diakui: Terkadang bertahan dalam sebuah
hubungan bukan lagi karena cinta, tapi semata karena “aku tidak terbiasa
tanpa dia.”
Namun juga ingat, move on bukan berarti harus meninggalkan.
Tetaplah menunggalkan dengan keyakinan: Cobaan dariNya adalah caraNya
menguji kita sebelum mendapatkan zona nyaman baru yang lebih baik.
Jadi, move on: selaraskan pikiran dan perasaan, dan teruslah
saling menguatkan! (Maman Suherman)