Kang Maman – Prestasi, Gengsi atau Frustrasi?
Seseorang disebut berhasil menaklukkan Gunung Everest bukan karena ia
diturunkan dari pesawat terbang tepat di puncak gunung itu. Tetapi karena ia
telah berjuang mendaki dari kaki gunung terbawah hingga berhasil mencapai
puncak tertinggi di dunia itu. Artinya, tak ada prestasi yang bisa diraih
secara instan (meski didukung oleh segunung dana), tetapi harus berproses dari
titik nol.
Yang cukup menyedihkan di negeri ini, menjadi yang pertama dianggap
bukan sebagai prestasi. Alhasil, orang seperti Rio Haryanto, orang Indonesia pertama yang berhasil masuk ajang F1—yang tak
cuma sebatas bermodal dana atau pay driver, tapi juga sudah punya
prestasi di level sebelumnya—tetap dianggap bukan sebagai prestasi. Meski, Cak
Lontong mengingatkan, “Matangkan dulu prestasi di level sebelumnya sebelum naik
di tingkat atau di level yang lebih tinggi.”
Yang kedua, di negeri ini dana memang selalu menjadi persoalan yang
kerap tak kunjung ada ujungnya dan selalu diributkan tanpa ada habis-habisnya.
Jadi bisa dibayangkan betapa rumitnya, di mana saat berupaya menuju puncak saja
sudah tidak bisa difasilitasi, didanai atau diapresiasi, demikian pula kelak di
masa selanjutnya—di masa sudah turun dari puncak dan menua, sungguh jauh lebih tidak
diapresiasi lagi.
Siapa di antara kita yang masih mengingat Ellyas Pikal, orang Indonesia pertama yang menjadi juara dunia tinju
profesional asal Indonesia? Atau Tati Sumirah, yang
menjadi bagian dari tim bulu tangkis putri Indonesia
pertama kali merebut Piala Uber tahun '75? Atau satu nama kecil lainnya, Nanda
Telaumbanua; 10 rekor dunia, 7 kali juara dunia angkat besi, kita sudah
lupakan. Dan masih banyak nama-nama besar lainnya yang sudah mengharumkan nama
bangsa. Akibatnya satu: Prestasi bisa-bisa cuma berujung frustrasi.
Jadi, mari mengapresiasi sedari dini agar bisa meraih puncak prestasi
dan tidak frustasi di hari tua.
Terakhir, dari pernyataan Cak Lontong:
Semua manusia pada dasarnya ingin dihargai, tetapi yang terpenting,
tanyakan pada diri sendiri: Apa yang ingin kita dari prestasi itu sendiri?
Dan capaian yang sempurna adalah berpadunya 3-i. Berprestasi itu: untuk
meraih apresiasi, memperoleh kepuasan diri, dan berharap rida
Ilahi. (Maman Suherman)