Temukan saya: @irwanzah_27 di Twitter & @isl27 di Instagram

Sabtu, 15 Juli 2017

NoTulen ILK (Indonesia Lawak Klub) 15 Juli 2017 (Emak-Emak Senggol Bacok)

Kang Maman – Emak-Emak Senggol Bacok

Tenggang rasa telah berubah menjadi tegaan rasa. Orang tak lagi peduli pada sesama dan bahkan berebut peran menjadi raja atau ratu tega.

Sebagaimana sikap toleran yang kini sering kali berubah menjadi teleran; menjadi pendekar mabuk yang mudah amuk, beringas, ganas, dan kehilangan rasa dan nilai kemanusiaan. Mereka sebenarnya tahu pentingnya sabar dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Tapi di situasi yang—kata Rizky Inggar—ganas dan panas, otak dibiarkan ikut panas, fisik dibiarkan jadi beringas karena tak ada yang mau mengalah.

Sabar pun berubah jadi barbar. Di situasi seperti itu, sabar—kata Mas Jarwo; punya rasa malu—kata Ronal; dan mau mengalah—kata Kiky, menjadi kunci klasik yang kembali harus jadi pegangan.

Dengan punya rasa malu, takkan ada yang bisa mempermalukanmu. Dengan mengalah, tak seorang pun bisa mengalahkanmu lagi—sebagaimana nasihat: merendahlah hingga tak seorang pun merendahkanmu lagi.

Dan kalau membantu, bantulah orang supaya mereka bukan untuk membalas budi kepada kita, tapi supaya mereka dapat membantu orang lain lagi. [segmen 2]

***

Dalam transaksi dan tawar-menawar—apalagi kepada orang kecil, jangan berusaha mengotori langit dengan meludahinya. Karena ludah itu akan jatuh mengotori wajah kita sendiri.

“Jadilah seperti bunga,” kata Ali bin Abi Thalib, “yang terus memberikan harumnya, bahkan kepada tangan yang menghancurkannya.”

Apa sih ruginya memberi lebih kepada orang kecil? Memberi secercah bahagia kepadanya?

Dan di sebuah dunia, di mana kamu bisa jadi apa saja terhadap siapa pun—termasuk terhadap pedagang kecil, pilihlah menjadi orang baik. [segmen 4]

***

Menulis notula dari segmen 1 hingga 5, pikiran saya terantuk pada cerita seorang istri;

Di tengah perjalanan, ada seorang perempuan muda meminta suamiku untuk memberikan tempat duduknya.  Suamiku segera berdiri dan memberikan tempat duduknya. Ketika kuperhatikan, ternyata kakinya cacat. Barulah aku tahu kenapa suamiku memberikan tempat duduknya.

Suamiku terus berdiri sepanjang perjalanan. Setelah perempuan itu turun sekalipun, ia tetap berdiri dan membiarkan orang duduk di tempatnya.

Setelah turun dari bus, aku berkata pada suamiku, “Memberikan tempat duduk pada orang yang butuh memang baik, namun pertengahan perjalanan, kan kamu boleh memintanya berdiri agar gantian kamu yang duduk?”

Suamiku menjawab, “Orang lain mungkin saja sudah tidak nyaman seumur hidupnya, aku hanya kurang nyaman selama dua jam.”

Kalau pola pikir kita dapat diubah seperti itu, dunia akan jauh lebih indah.

Dalam hidup, kita memang kerap dihadapkan pada pilihan, antara memaksakan hak dan kewajiban. Namun saat kita melepaskan hak dan lebih memilih memberi, di situlah kebahagiaan akan muncul.

Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tetapi siapa yang berbuat baik.

Jadi, teruslah berbuat baik. Jika beruntung, kamu akan menemukan orang baik. Jika tidak, kamu akan ditemukan oleh orang baik. (Maman Suherman)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

99 Mutiara Hijabers

99 Mutiara Hijabers
Klik gambar untuk membeli

Bandung Konveksi Kaos

Bandung Konveksi Kaos
konveksi kaos murah
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Twitter