Kang Maman – Indonesia Lawak Kekinian
Teman-teman di sini tak ada yang berniat mengadili Marshanda. Seperti dikatakan
Kang Denny tadi, karena kita sendiri tidak tahu penyebab sebenarnya dan itu pun
urusan keluarga mereka. Karenanya, berkaitan dengan bapak, dengan lelaki yang
terbicarakan, lebih bersifat umum dan ada tiga poin.
Pertama, jika lelaki itu mantan pasangan atau mantan suami, jadikan
sebagai kenangan akan kebaikan-kebaikan, bukan sebagai genangan air mata penuh
luka, kedukaan, dan kebencian.
Jika ia seorang bapak, betul kata teman-teman, bapak adalah pahlawan
pertama bagi anak laki-lakinya dan cinta pertama bagi anak perempuannya. Jadi
teringat nasihat seorang ibu bahwa tangisan bapak mungkin tak pernah kaudengar
karena dia ingin terlihat kuat agar kau tak ragu berlindung di lengan dan
dadanya ketika kau merasa tak nyaman. Dan ketahuilah, cinta bapak kepadamu sama
besarnya dengan cinta ibu. Jadi, anakku, di diri bapakmu juga terdapat ridho
dan surga bagimu.
Dan jika lelaki itu suami, teringat testimoni seorang istri mengenai
kehidupan berumah tangganya yang bisa mencapai perkawinan perak, 25 tahun;
“Apa karena suami ibu begitu sempurna?”
“Sebaliknya, ia banyak kekurangannya.”
“Banyak kekurangan?”
“Iya, banyak. Sebanyak bintang di langit, tidak sanggup saya menghitung
semuanya.”
“Apakah kebaikan suami ibu juga banyak sekali?”
“Justru sedikit. Sedikit sekali bagaikan matahari di langit.”
“Terus mengapa ibu bisa hidup bersamanya dan lebih dari seperempat
abad dan tetap menyayangi suami ibu?”
Kata sang istri, “Karena begitu matahari terbit, semua bintang di
langit jadi tidak kelihatan.”
***
Kesimpulannya:
Jika Anda wakil rakyat di DPR yang menjalankan fungsi anggaran, pejabat
di pemerintahan yang mengeksekusi kebijakan, atau rakyat biasa sekalipun, bapak,
ibu, atau anak, jadilah matahari yang menerangi, bukan yang membuat rugi,
memerangi, apalagi menyakiti.
Menerangi orang lain membuatmu ikut mendapatkan terang itu sendiri. (Maman
Suherman)