Kang Maman – Setujukah Ibu Kota Indonesia Dipindah?
Tampaknya, wacana pemindahan ibu kota tidak main-main.
Terbukti menurut pemberitaan, ada penganggaran dana untuk kajian mendalam
terkait pemindahan ibu kota di dalam pagu anggaran pemerintah. Dan Bapenas sudah
mengajukan kepada DPR Rp1,5 triliun.
Yang kedua juga sudah dibahas detail—tadi disebut oleh Luna
Maya—bersama Pak Presiden Joko Widodo, dan kabarnya, kajian pemindahan ibu kota
termasuk skema pendanaannya akan segera dirampungkan. Meski begitu, jalan ke
sana masih terjal, tersirat dari pernyataan Pak Djarot dan juga Yeyen.
Bayangkan, dari pengalaman Malaysia memindahkan pusat pemerintahannya. Bukan
ibu kota; dari Kuala Lumpur ke Putera Jaya saja menelan biaya USD 8,1 miliar
atau 171 triliun pada tahun 1999. Duit dari mana? Mengingat anggaran pemerintah
sangat terbatas.
APBN 2017, dikabarkan akan defisit 330 triliun atau 2,41
persen dari PDB Nasional. Bahkan Menkeu Sri Mulyani mengatakan, akan bisa
mencapai 2,6 persen. Dan sebagian utang Indonesia
akan jatuh tempo pada periode 2018 sebesar 390 triliun, dan 2019 420 triliun.
Karenanya, meski hari ini ada kajian yang tadi disebutkan
“15 alasan mengapa harus pindah” oleh Kang Diki, semoga tetap harus dipikirkan
dengan sangat hati-hati.
Doa kita bersama satu:
Ibu kota baru semoga tidak dibangun dengan fondasi-fondasi
utang, yang akan makin membungkukkan, membengkokkan, dan membongkokkan
punggung ibu pertiwi karena beratnya beban utang.
Jadi, apa pun keputusannya nanti, tulang punggung ibu
pertiwi tidak boleh patah. [segmen 2]
***
“Kota mana yang pantas?” Itu pertanyaan di tiga segmen
terakhir.
Gubernur jenderal Hindia Belanda, Daendels, pada 1808,
pernah berkehendak memindahkan ibu kota ke kota baru di tepi sungai Citarung—yang
tadi disebut Komeng—yang sekarang kita kenal sebagai kota Bandung, karena saat
itu Jakarta diserang epidemi, malaria, dan kolera. Juga ada yang menyebut
Palangkaraya, Pitika mengatakan itu, disebutkan juga oleh Luna Maya bahwa pernyataan
Bung Karno.
Seorang sejarawan, JJ Rizal, mengatakan, yang diinginkan
Soekarno adalah membagi beban Jakarta, menampilkan wajah-wajah baru, muka baru
Indonesia yang tak hanya di Jakarta.
Palangkaraya memang disebutkan sebagai salah satu teman
untuk Jakarta dan wajah untuk Indonesia yang
baru. Namun pada akhirnya, seperti kata Kimau, Soekarno berketetapan hati
menjadikan Jakarta sebagai ibu kota. Karena buat Soekarno, tak ada kota lain
yang punya identitas seperti Jakarta, yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme
di Indonesia.
“Puncak nasionalisme di Indonesia
itu,” kata Bung Karno, “Jakarta.” “Inilah ibu kota politik, tak boleh tergantikan,”
kata Bung Karno.
Namun jika pun harus pindah, sekali lagi, apakah sekadar
memindahkan pusat pemerintahan seperti di Malaysia dan ibu kotanya tetap di
Jakarta, atau sekalian memerintahkan ibu kota sekaligus pusat pemerintahan, ada
satu hal yang harus diingatkan dan
dikatakan dan ditekankan oleh Bung Karno, “Ibu kota negara boleh pindah, pusat
pemerintahan boleh pindah, namun cinta kita harus tetap utuh hanya satu, pada
negeri yang di dalamnya ada kata one: INDONESIA.”
(Maman Suherman)
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny