Kang Maman – India Lawak Klub [2]
“Seni itu universal,” kata Sahil, “bahasa dunia.” Dan
seperti Kang Denny tadi, saling keterpengaruhan India dan Indonesia itu sebenarnya sudah terjadi ribuan tahun lalu.
Contohnya saja dalam referensi dikatakan, negeri kita memasuki periode sejarah
setelah mengadopsi Aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta [ejaan tidak baku:
Sansekerta] dari India.
Terbukti dari temuan-temuan prasasti kerajaan tertua seperti
Yupa di Kutai, Prasasti Tugu dari Taruma Negara, dan catatan sejarah Kalingga.
Juga kerajaan bercorak Hindu-Buddha seperti Sriwijaya, Medang, Sunda, dan
Majapahit. Dan era klasik Hindu-Buddha, telah berlangsung dari tahun 200 hingga
abad ke-16 dengan kerajaan Hindu terakhir, masih tersisa di Bali.
Sebaliknya dalam epos India, Ramayana, di situ disebutkan,
Sugriwa, salah satu jenderal Rama, mengirim anak buahnya ke Yawadwipa (Pulau
Jawa) untuk mencari Sinta. Dan dalam sejarah Indonesia
modern, pada 1955, PM India, Nehru, dan Bung Karno, adalah dua di antara lima
tokoh pendiri Gerakan Non-Blok. Dan India beserta Mesir-lah negara awal yang mengakui
kedaulatan Indonesia.
Jadi tidak aneh kalau ada satu polling—tadi tersirat
dalam pernyataan Angel-Ali, ada satu polling di BBC tahun 2013, Indonesia penduduknya 79 persen memandang India memberi
pengaruh positif bagi dunia, dan sisanya 21 persen berpandangan negatif. Ini
adalah satu persepsi terbaik dunia terhadap India, datang dari Indonesia.
Jadi, begitulah persahabatan. Saling memberi, saling
menerima satu sama lain.
Dan persahabatan sejati itu memang indah bila dibina dengan
hati, bukan dengan belati, apalagi dengan saling mengkhianati dan saling
menjajah. [segmen 2]
***
Dari segmen tebak lagu terasa betul, saling keterpengaruhan
lagu Indonesia dan India. Dalam bahasa Cak
Lontong yang sangat elegan, disebutnya “saling menginspirasi”.
Dan karenanya kita tak perlu berkecil hati seolah hanya kita
yang dipengaruhi India, bukan sebaliknya. Toh ada buktinya, Indonesia dianggap cukup penting buat India dalam bidang
budaya. Misalnya terlihat bagaimana seorang Rabindranath Thakur (dalam bahasa
Bengali) atau Tagore, seorang penyair, dramawan, musikus, sastrawan sekaligus
filsuf, sampai pernah mengunjungi Jawa dan Bali pada tahun 1927. Dan orang Asia
pertama yang mendapat anugerah nobel bidang sastra ini, mengaku begitu
terpesona oleh budaya Bali dan juga ajaran Hindu Dharma Bali.
Dari segmen tebak lagu juga terasa betapa cinta begitu
kental terasa dalam lirik-lirik lagu India. Sama seperti sajak-sajak cinta Tagore,
khususnya yang saya ingat di sajak “Tukang Kebun”. Tapi di “Lirik 50”,
ada cinta yang lebih sejati yang diingatkan betul oleh Tagore;
Kekasih, siang dan malam hatiku rindu akan pertemuan
dengan-Mu
Akan pertemuan yang laksana maut menelan segala
Halaukan aku bagai topan, ambil segala ku punya
Koyakkan tidurku, dan rampas impianku
Rebut aku dari duniaku
Dalam kesirnaan itu, dalam ketelanjangan jiwa yang
sempurna
Biarlah kita menyatu dalam keindahan
Alangkah sayangnya hasratku yang sia-sia!
Di manakah harapan akan menyatu kalau tidak di dalam
diri-Mu, Tuhanku?
Jadi mau tahu kesempurnaan yang paripurna melebihi
kesempurnaan film India—yang panjang-panjang itu?
Sejauh apa pun kita berjalan, sejauh apa pun kita memandang
dan saling memengaruhi, jangan pernah lupa satu, siapa pun kamu:
Indonesia atau India, mari
terus menyatu dalam keindahan Tuhan.
Dan Palak Bhansali menutup pesan dengan kalimat:
“Logika boleh lebay, nurani dan moral, jangan!” (Maman
Suherman)
bang bagi template blognya dong
BalasHapus