Kang Maman – Aji Mumpung, Untung atau Buntung?
Tatkala pintu rezeki terbuka, peluang pun datang berulang-ulang, yang
bisa membuat seseorang jadi gelap mata dan kerap memanfaatkannya secara membabi
buta. Peluang berulang-ulang pun dimaknai sebagai uang, uang, uang semata. Karena
di dalam kata ‘peluang’ dan di dalam kata ‘berulang-ulang’
ada kata ‘uang, uang, uang’, tanpa memedulikan upaya meningkatkan kapasitas dan
kualitas diri dan profesi.
Teman-teman pun sepakat mengingatkan, jika itu yang terjadi maka untung
yang diraih dalam sekejap, sebenarnya hanya bersikap semu dan singkat. Karena
terus menggali untung tanpa upaya peningkatan kualitas, hanyalah untung
yang menyamar dan bersembunyi di belakang huruf ‘b’, alias dalam sekejap
akan hilang, dan berujung: buntung.
Aji mumpung, semata-mata aji mumpung, hanya memberi kesan
mampu melakukan segalanya dengan mudah. Padahal, mampu itu hanya sebuah
kata yang bersemayam di depan huruf ‘s’. Dalam waktu sekejap, mudah
tergerus oleh persaingan, dan karier pun: mampus.
Karenanya, mumpung kuasa, mumpung ternama, jaga reputasi dan tingkatkan
prestasi dan kualitas diri, dan yang utama: tahu diri dan kemampuan diri.
Bahkan setrika pun, kata teman-teman, ketika mencapai puncak panasnya tetap tak
akan mengambil alih fungsi ember, sabun, atau sikat gigi; ia tetap setia pada
fungsinya daripada mencelakakan diri dan terutama orang lain.
Terakhir:
Jika lupa daratan, siapa pun akan tenggelam dalam relung bumi terdalam
dan kemudian terlupakan segalanya dan selamanya.
Jika mau tapi tak mampu dan semata aji mumpung, maka
dalam berkarier, kata ‘mau’ pun secara cepat akan menemui huruf terakhirnya:
‘t’, alias MAUT dalam sekejap. (Maman Suherman)