Kang Maman – Seakrab Kopi, Sehangat Teh
Malam ini membuktikan, teh dan kopi bukan semata minuman, melainkan
karya seni dan penuh ritual saat menyeduh, menghidu, dan mencecapnya.
Teh hanya tiga huruf, namun mampu menenangkan jiwa dan menghangatkan
raga di sela nasgitel-nya (panas, legit, kentel) dan ribuan
variannya yang begitu menggoda. Teh tak hanya kuasa suguhkan rasa tawar, tapi
juga manis dan bisa dipadu dengan apa pun untuk memanjakan indra cecap dan
rasa. Dan itu bak warna-warni kehidupan; kadang tawar, kadang manis, kadang
bercampur baur mengaduk jiwa dengan beragam rasa. Ada masam yang tercecap saat
menikmati lemon tea; rasa segar saat menghirup fruit tea; hangat
bak pelukan kekasih saat meminum ginger tea; dan ada gairah penuh pesona
saat menikmati milk tea (teh susu). Sungguh menggairahkan.
Sementara kopi, hanya lebih satu huruf dari teh. Sesempurna apa pun
kopi yang engkau seduh, tetaplah kopi yang menyimpan sisi pahit yang tak
mungkin kau ingkari adanya. Kopi itu sungguh teramat jujur, ia tak suka tampil
manis, apalagi berpura-pura manis. Begitulah kopi yang meninggalkan pelajaran
indah. Masihkah kau takut dengan pahitnya hidup, dengan pahitnya cinta?
Bukankah kopi sempurna justru karena rasa pahitnya? Demikian pula cinta.
Kopi, teh, adalah selarik puisi yang bisa kau sesap, kau seruput,
seduh, dan hidu menemani di setiap waktu. Di saat terbitnya mentari pagi, di
kala teriknya siang yang menyengat, di semburat jingga senja jelang malam, dan
di dingin yang menggigilkan jiwa tengah malam.
Sesaplah teh dan kopi dengan sepenuh hati, karena hidup—ditemani
secangkir teh atau kopi, saat sendiri atau di kala berdampingan—tetap penuh
arti.
Teh, kopi, seperti kekasih. Ia bagai tanda titik. Bersamanya engkau
tak akan engkau akan berhenti mengingat yang lain. (Maman Suherman)