Kang Maman – Film vs Sinetron
Sinetron atau layar lebar hanyalah medium yang berbeda, dengan cara
penggarapan yang sedikit berbeda, untuk satu hal yang sama: Sama-sama seni akting, “sama-sama dunia
sinematografis,” kata Cak Lontong, bukan wujud pengkastaan satu lebih dari yang
lain. Ada ceritanya atau ceritanya diada-ada, sama-sama ada di film, juga ada
di sinetron.
Soal rezeki pekerja seninya, percayalah pada ajaran: “Rezeki dan ajal
adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti
datang.” Bahkan sebuah hadis mengatakan, “Takdir kita sudah diatur 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
Dan jika Anda bintangnya (sinetron atau film), ingat hukum langit—tadi
tersirat dari Cak Lontong:
Tak ada yang abadi. Matahari sekalipun akan tergelincir dan terganti
oleh bintang gemintang di langit malam, demikian pula sebaliknya.
Pesan tersirat berikutnya:
Jika kamu jadi bintang (sinetron atau film), jangan tinggikan hatimu
setinggi bintang di langit. Biarkan tetap berpijak di bumi, karena orang-orang
yang menginginkan ketinggian di atas manusia lainnya—meskipun mereka pantas
mendapatkannya—akan kaudapati beramai-ramai orang lain akan menjatuhkannya.
Sedang orang yang merendahkan hatinya terhadap manusia—meski ia memang tidak
pantas mendapatkannya—akan kamu lihat orang-orang akan beramai-ramai
mengangkatnya.
Seperti pantulan bintang di atas genangan air: meski kaulihat ia berada
di bawah, ternyata ia tinggi di langit sana.
Dan terakhir, dalam bahasa Pak Jarwo:
“Tabur edukasi, tabur prestasi, bukan tebar sensasi, apalagi
dramatisasi!”(Maman Suherman)