Kang Maman – Ibu, Malaikat Pelindungku
Malam ini seperti membaca buku harian seorang ibu tentang anaknya.
Saat menikah, tak pernah terpikir bakal punya anak seperti apa,
bagaimana merawat dan membesarkannya, bagaimana membiayai pendidikannya. “Jalani
saja,” kata ibuku.
Kata orang, saat melahirkan, ibu mengalami rasa sakit setara dengan 20
tulang patah bersamaan—melebihi rasa sakit yang mampu ditanggung oleh laki-laki
mana pun di dunia ini. Tetapi ketika aku melahirkan, hampir aku menyerah. Namun,
demi melihatnya lahir dan hidup ke dunia, aku terus berjuang melawan ancaman ketakutan
akan kematian itu.
Pertama kali melihatnya, air mataku tetes menitik sekaligus bangga, dan
bersumpah untuk membesarkannya dengan kedua tanganku—seberat apa pun dan
sesulit apa pun.
Tak mudah membesarkan anak. Dia bandel sekali ketika kecil, suka
bermain lupa waktu, tidak mau makan kecuali disuapi olehku, susah disuruh
mandi, susah dibujuk tidur waktu malam, kadang marah dan membentak padaku.
Bahkan kadang, dia mengejekku, kadang juga dia menghinaku.
Ketika besar, dia merasa dirinya terlalu dibatasi. Tidak boleh ini dan
itu, menganggapku terlalu kolot, ketinggalan zaman, tidak pernah bisa mengerti
apa maunya. Bahkan untuk jalan bersama pun, anakku kerap seperti orang yang
malu beriringan dengan seorang perempuan tua yang tertatih, berbusana
ketinggalan zaman, dan bau minyak angin. Dia berjalan jauh di depan dan aku di
belakang ditemani seorang suster.
Jujur, kadang sakit hati sekali diriku ini. Tapi mengingat ketika pertama kali menggendongnya, ketika
melahirkannya, semua sakit ini hilang seketika. Dia anakku, anak kesayanganku.
Jadi, apa pun, aku cinta padamu, anakku. Karena kaulah yang menguatkanku,
membuatku mau bekerja keras seharian, tak takut luka, duka, derita, dan sakit.
Karena kehadiranmulah aku merasa berarti, apalagi bila mendengarmu
memanggilku: ibu.
Ibu mungkin sudah tua; badan sudah sekarat, kerutan muka sudah banyak,
perjalanan usiaku tidak lama lagi. Anakku, jika kamu bekerja sangat keras,
tidak perlu sampai memberikan istana yang mewah, atau uang yang bertumpuk.
Gunakan dan simpan untukmu saja.
Ibu hanya berharap kamu mau menyisihkan sedikit saja waktumu untuk
menemani masa-masa tua ibu; bisa di samping ibu, berbincang dengan ibu, itu sudah
cukup bagi ibu.
Ibu bangga denganmu, nak, dan maafkan jika ibu pernah memarahimu,
melukaimu, melarangmu. Percayalah, semata karena ibu ingin kamu baik. Ibu cinta
padamu dari dulu, sekarang, dan selamanya.
***
Dan ibu, di dalam kata ‘mOtHER’ ada kata ‘HERO’. Karena ibu memang seorang
pahlawan sejati.
Hatimu ibu adalah tempat teristimewa, di mana kami (anak-anakmu) selalu
menemukan rumah dan surga sejati.
Selamat Hari Ibu, peluk dan sayang untukmu selalu, ibu. (Maman
Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar