Kang Maman – Wisata Belanja vs Wisata Alam
Manusia modern punya dua sikap: memperjuangkan dan mengikhlaskan. Di satu sisi berjuang untuk
mengatur dan menguasai (bekerja keras untuk eksistensi diri), di sisi lain
membiarkan dan mengizinkan semua berlangsung: membebaskan diri, itulah wisata.
Bukankah dunia kerja adalah penjara menyeramkan jika di dalamnya tak
ada jeda bernama liburan?
Bukankan kalimat menjadi tak sempurna jika tak ada spasi antarkata?
Yang unik, liburan dalam bahasa latin disebut “momen sekolah”. School;
momen mempelajari dengan hati lapang makna manusia dan dunia—Marischka Pru
menyebutnya sebagai momen untuk membangkitkan rasa syukur.
Dan dalam bahasa latin, liburan jugas dimaknai sebagai leisure (pelesir); memberi izin pada
diri untuk berjiwa bebas dan bisa menikmati waktu, termasuk—kata Miss Jinjing—berjiwa
bebas untuk berbelanja di berbagai sudut dunia mana pun.
Dan intinya, wisata jajan atau alam, jinjing kebahagiaan, jangan
jinjing penderitaan.
“Lakukan wisata dengan cerdas,” kata Ronal. Dengan prinsip: Menabung
untuk liburan, bukan liburan untuk pulang menanggung utang.
Terakhir, nikmatilah liburan dalam kebersamaan, karena detik yang
berlalu akan menjadi kenangan. Jangan pernah meremehkan kebersamaan, sebelum
waktu mengajarimu arti sebuah kehilangan—dan kamu hanya bisa menyalahkan
keadaan.
Lalu, bagaimana dengan yang masih sendirian?
Saat liburan, jangan bawa kenangan tentang mantan. Agar liburanmu tetap
“bernyawa”, penuh kenangan, dan tak cuma berisi genangan air mata. Buka pintu
hatimu, karena alam kerap memberikan kejutan.
Liburan, bisa mendatangkan yang jauh lebih baik dari makhluk bernama
mantan.
Selamat
berwisata, jinjing kebahagiaan! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar