Kang Maman – Pamer(an) Anak
Ada tiga poin yang dibicarakan hari ini. Pertama, sejak awal harus disadari bagaimana memaknai dan
memanfaatkan media sosial: sebagai ajang berbagi info penting, membangun jejaring atau bisnis, atau memang untuk
ajang pamer—termasuk memamerkan sesuatu yang statusnya sebenarnya ‘just keep it to yourself’ atau ‘hanya
untuk pribadi dan rahasia’. Dan semuanya sebenarnya sah-sah saja, asal harus
siap dengan segala konsekuensinya. “Karena di luar sana,” tekan Ronal, “tak
cuma ada orang baik, tapi juga ada ‘pemangsa’
atau ‘predador’.”
Apa pun kita harus berhati-hati untuk tidak termakan dan menerima
begitu saja online persona. Karena
apa yang kita lihat di medsos [media
sosial], hanya sisi terbaik hasil editan dari orang tersebut. Sebuah eposide di
Criminal Minds menggambarkan sangat
indah, bahkan anak seorang detektif, diam-diam berkomunikasi dengan seseorang
yang mengirim gambar lelaki ganteng, tetapi ternyata adalah orang tua dan “pemangsa”
anak-anak.
Yang kedua, mari bersama-sama
kita tanyakan ke diri masing-masing—tadi diingatkan dengan baik oleh Lizzie: Apakah
karena media sosial, kita lalu menjadi orang yang obsesif, dan bahkan membuat
jiwa kita tidak sehat?
Ini indikasinya:
[1] Sudah berapa sering kita cuekin
keluarga, suami, istri, atau anak kita yang berada di samping kita karena mata
kita terus tertuju kepada smartphone
kita?
[2] Sudah berapa kali kita bertengkar dengan pasangan kita karena kita
sama-sama sibuk dengan sosial media kita?
[3] Dan, apakah kita sadar bahwa kita sudah menjadi stalker satu sama lain, diam-diam
mengintip di mana dan sedang apa pasangan kita?
[4] Atau yang terakhir: Lebih lama mana Anda memegang smartphone, dibanding memeluk buah hati
kita?
Dan yang terakhir,
memamerkan apa pun mungkin menyenangkan, tetapi juga bisa membuat orang iri. Ingat,
iri berpotensi membuat diri kita teriris
dan juga anak kita teriris. Jadi,
hati-hati, jaga diri, jaga buah hati, jangan dieksploitasi agar tidak menyesal
di kemudian hari. (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar