Kang Maman – Bekasi Kusayang, Bekasiku Malang
Ada banyak alasan untuk tidak mem-bully; bahkan sebaliknya, wajib memuji Bekasi. Tadi dikatakan Pak Jarwo, “Hanya
Bantargebang yang mampu menampung 6.500 ton sampah per hari dari ibu kota
Jakarta.” Bayangkan, kalau tidak, Jakarta sudah jadi tumpukan sampah.
Yang kedua, Chairil Anwar,
mengabadikan perjuangan rakyat Bekasi dalam peristiwa Rawagede saat agresi
militer I Belanda. Di mana banyak warga Bekasi, yang menjadi korban untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Itu dalam
puisi yang dibacakan juga Pak Jarwo: Karawang
Bekasi.
Disebutkan oleh Pak Rahmat Effendi tadi, K.H. Noer Ali, bukan
cuma pahlawan Bekasi. Tapi dengan 5 temannya pernah hijrah ke Jogja untuk
membantu perjuangan di sana. Dan, Bung Tomo berulang kali menyebut nama tokoh
ini: K.H. Noer Ali, dalam beberapa siaran radionya di Surabaya—kotanya Cak
Lontong.
Keempat, Bekasi tempo dulu adalah
salah satu kota kerajaan tertua di nusantara, yaitu kerajaan Tarumanegara,
dengan rajanya Purnawarman [Purnavarmman]. Waktu itu
masih disebut sebagai ‘Dayeuh Sundasembawa’ atau ‘Jayagiri’. Dan ingat, nggak ada kota Bekasi, nggak ada Jabodetabek, adanya cuma ‘JADI
BOTAK’ (Jakarta, Depok, Bogor, dan Tangerang).
Kemudian,
ada satu situs di Bekasi, namanaya situs Buni, adalah salah satu situs tertua
di Pulau Jawa. Dan, kalau mau baca bukunya Pramoedya Ananta Toer, ada buku Di Tepi Kali Bekasi. Dan ingat kata Pak
Rafen [Rahmat Effendi] tadi juga, setelah ibu kota Bandung, Bekasi adalah kota
kedua terbesar penghasil pajak untuk Jawa Barat.
Jadi, ingat, intinya: Bekasi di-bully,
Bekasi tetap berhati suci karena Bekasi percaya, di-bully itu tanda cinta. Dan satu: karena dijewer dengan cinta,
Bekasi akan terus berbenah seperti janji Pak Rahmat.
Dan
terakhir, meski Bekasi sering dinyiyiri
sebagai ‘the hot is not public’ alias
‘panasnya ora [tidak] umum’, tetapi Bekasi tetap adalah kita: INDONESIA. (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar