Kang Maman Musik – Populer dari Masa ke Masa
Kata Kang
Denny di awal, “Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya.” Begitu
juga musik, tak bisa dibandingkan satu sama lain; dulu atau sekarang. Musik
tidak pernah mati, dan bahkan sampai sekarang, musisi dan penikmat musik terus
bertambah. Tapi, kenapa industri musik Indonesia makin lesu—kalau tidak ingin
disebut sekarat mendekati mati?
Penyebabnya: Karena musisi saat ini “hanya” mengandalkan diri dari honor konser, yang juga
sponsornya semakin dibatasi oleh beragam peraturan. Dari segi royalti, sungguh babak belur karena:
Pertama, ada perubahan cara mendengarkan musik yang semula dari format audio, membeli kaset dan CD—seperti kata Akbar tadi—ke format digital. Penelitian membuktikan, 55% penikmat musik sekarang mendengarkan musik dari TV, disusul smartphone yang berfungsi sebagai MP3 player, kemudian melalui real MP3 player, dan radio. Yang membeli CD dan kaset tinggal 4%. Itu pun 90%-nya produk bajakan.
Pertama, ada perubahan cara mendengarkan musik yang semula dari format audio, membeli kaset dan CD—seperti kata Akbar tadi—ke format digital. Penelitian membuktikan, 55% penikmat musik sekarang mendengarkan musik dari TV, disusul smartphone yang berfungsi sebagai MP3 player, kemudian melalui real MP3 player, dan radio. Yang membeli CD dan kaset tinggal 4%. Itu pun 90%-nya produk bajakan.
Bayangkan
kalau mega proyek Palapa O2 Ring terwujud, di mana download MP3 hanya butuh
hitungan detik untuk di-download
lewat HP [handphone]. Lalu, kita
tidak menghilangkan kebiasaan buruk melakukan illegal download dan illegal upload. Terwujudlah apa yang ditulis majalah Rolling Stone: “Kiamatnya Industri Musik!”
Pertanyaannya,
apakah kita harus pesimis? Sebenarnya tidak. Karena di negara yang menghargai
hak cipta, iTunes Music Store berhasil menjual 3 miliar download lagu dan 50 juta film setahun. Artinya, peluang itu masih
ada.
Jadi,
konklusinya: Kalau mau Indonesia terus bernyanyi,
bernyanyi dengan riang dan tak sumbang, pemerintah harus super serius memberantas
pembajakan dan melindungi hak cipta.
Dan untuk
penikmat musik, mengutip kata Pak Komar tadi, “Musik adalah bahasa universal,” bukan
bajakan adalah bahasa universal karena bajakan hanya “bahasa para bajingan”.
Masa kalian tega memberi konsumsi pada jiwa kalian dengan produk-produk bajakan? (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar