Kang Maman – Basa-basi
Ada 9 pertanyaan basa-basi paling basi dan paling terkenal di Indonesia:
Pertama, seperti kata Cak Lontong, “Eh, sama siapa?” Kedua, “Kapan
lulus?” Ketiga, “Udah kerja?” Keempat, “Kapan nikah?” Kelima, “Kapan punya
anak?” “Eh, sekarang gemukan,” itu yang keenam. “Sudah makan belum?” yang
ketujuh. “Masih pacaran sama si anu?” dan “Sekolah di mana?”
Dan, 2 pertanyaan yang paling basi dalam dunia jurnalistik adalah kalau terjadi musibah—dari musibah paling ringan dan musibah paling besar seperti tsunami—adalah, “Bagaimana perasaanmu?” dan “Ada firasat nggak sebelumnya?” Itu pertanyaan jurnalistik yang paling basi di dunia.
Kemudian yang kedua, kita sejujurnya adalah bangsa pendengar, bukan rasional-logis dengan mekanisme sebenarnya, suka mendengar pujian dan basa-basi, dan kalimat shadow euphemistic. Tapi karena sudah sedemikian terbiasa dialami sehari-hari, terkadang satu ketulusan pun dicurigai dan dianggap cuma basa-basi. Hal ini manusiawi, tidak ada yang perlu dipersalahkan.
Dan, 2 pertanyaan yang paling basi dalam dunia jurnalistik adalah kalau terjadi musibah—dari musibah paling ringan dan musibah paling besar seperti tsunami—adalah, “Bagaimana perasaanmu?” dan “Ada firasat nggak sebelumnya?” Itu pertanyaan jurnalistik yang paling basi di dunia.
Kemudian yang kedua, kita sejujurnya adalah bangsa pendengar, bukan rasional-logis dengan mekanisme sebenarnya, suka mendengar pujian dan basa-basi, dan kalimat shadow euphemistic. Tapi karena sudah sedemikian terbiasa dialami sehari-hari, terkadang satu ketulusan pun dicurigai dan dianggap cuma basa-basi. Hal ini manusiawi, tidak ada yang perlu dipersalahkan.
Jadi, jika itu memang sebuah ketulusan, lakukan saja tanpa perlu takut
dibilang bas bis bus (basa-basi busuk).
Dan yang menerima, tulus atau tidak, bas bis bus atau bukan, lebih baik
berpikiran positif. Namun, di level yang lebih tinggi dalam berkomunikasi, daripada
basa-basi busuk, bertukar hening jauh lebih meresap kedalam hati. Seperti lagu When
You Say Nothing at All dari Ronan Keating. Di situ dia mengatakan, “Senyum di
bibirmu, jujur tatap matamu, lembut sentuhan tanganmu adalah kata-kata yang
teramat baik tanpa perlu kamu mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutmu.”
Chrisye dalam lagu “Hening” mengajarkan kita tentang itu:
Chrisye dalam lagu “Hening” mengajarkan kita tentang itu:
“Kala malam tiada berbintang
Tampak redup wajah rembulan
Hening sunyi sangat mencekam
Desir angin pun tanpa suara
Tampak redup wajah rembulan
Hening sunyi sangat mencekam
Desir angin pun tanpa suara
Ku termenung menatap alam
Kepasrahan semakin dalam
Jagat raya dan seisinya
Lukisan segala kuasa
Kehidupan di alam semesta
Mengagumkan dan luar biasa
Semakin kurasa keagungan ini
Karya cipta-Mu Tuhan
...”
Kepasrahan semakin dalam
Jagat raya dan seisinya
Lukisan segala kuasa
Kehidupan di alam semesta
Mengagumkan dan luar biasa
Semakin kurasa keagungan ini
Karya cipta-Mu Tuhan
...”
Jadi, mari berlatih menggunakan bahasa Tuhan, bahasa keheningan yang
diwujudkan alam. Memeluk tulus segala hal, tanpa menyibukkan pikiran dengan
penilaian apakah orang lain itu tulus atau kurang tulus. Yang penting, kitanya
sendiri yang berlaku tulus dan tidak hidup hanya bermodalkan akal bulus.
Dan untuk para pemimpin: Kalau apa yang disampaikan sekadar untuk cari
sensasi tanpa aksi, kelak kalian hanya akan dikenang sebagai pemimpin yang pandai
berbahasa, yang ujungnya cuma seorang pemberi janji basi! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar