Banyak pengamat dan ilmuwan menulis tentang sepak bola, dan terungkap di tempat ini. Kenapa sepak bola bisa menggetarkan jagat dan membuat semua mata warga dunia menatap ke satu titik: bola yang diperebutkan?
Ada 3 hal ternyata, satu: Sepak bola membantu individu menjadi
lebih besar dari dirinya karena mereka merasa menjadi bagian dari komunitas.
Yang kedua: Sepak bola sudah menjadi kultur; cara hidup warga dunia, bahasa
universal yang bisa dimengerti semua orang walau mereka berasal dari budaya dan
agama serta ras yang berbeda. Sepak bola membuat warga dunia hanya punya satu
arah tatapan: Piala Dunia. Lebih dari itu, ini yang ketiga: Banyak warga
masyarakat modern meski tahu bola beberapa kali memicu nasionalisme ekstrem
dalam bentuk rasisme, tapi mereka juga menganggap sepak bola sebagai “agama
modern”.
Sepak bola betul-betul mengikat orang dalam komunitas dan menciptakan rasa kebersamaan. Ketika Timnas umur 19 [U-19] mengalahkan Korea, misalnya, kita berada dalam satu ikatan yang sama. Tangis bahagia, perasaan haru dan bangga, garuda di dada serasa terbang mengangkasa di Indonesia raya, menggetarkan nusantara, dan Indonesia Raya dinyanyikan tanpa ada satu pun yang mengomandonya. Kita menjadi satu.
Karenanya kita percaya: tak ada yang tak mungkin. “Bola bundar,” kata Desta. Cak Lontong bilang, “Kita bisa!” Kang Denny tadi mengatakan, “Hidup ini seperti bola dunia; kadang di atas dan besok bisa berputar.” Seperti itulah kita; sekarang kita cuma jadi penonton, suatu saat kita bisa menjadi yang ditonton. Ramang-ramang muda, GARUDA DI DADAKU! (Maman Suherman)
Sepak bola betul-betul mengikat orang dalam komunitas dan menciptakan rasa kebersamaan. Ketika Timnas umur 19 [U-19] mengalahkan Korea, misalnya, kita berada dalam satu ikatan yang sama. Tangis bahagia, perasaan haru dan bangga, garuda di dada serasa terbang mengangkasa di Indonesia raya, menggetarkan nusantara, dan Indonesia Raya dinyanyikan tanpa ada satu pun yang mengomandonya. Kita menjadi satu.
Karenanya kita percaya: tak ada yang tak mungkin. “Bola bundar,” kata Desta. Cak Lontong bilang, “Kita bisa!” Kang Denny tadi mengatakan, “Hidup ini seperti bola dunia; kadang di atas dan besok bisa berputar.” Seperti itulah kita; sekarang kita cuma jadi penonton, suatu saat kita bisa menjadi yang ditonton. Ramang-ramang muda, GARUDA DI DADAKU! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar