Menonton sinema Indi yang sejarahnya telah mencapai 101 tahun adalah menyaksikan 1 paket karakter khas film India. Paduan lagu-lagunya riuh akan berbagai instrumen tradisional khas India, ditambah tarian yang dilakukan secara massal dan penuh energi dengan drama romantisme antara tokoh utama yang rata-rata happy ending.
Sekadar ilustrasi, ada satu film India, Indra
Sabha, judulnya, isinya 71 buah lagu yang dinyanyikan hanya
oleh 2 orang. Kalau kita amati dengan
sungguh-sungguh, kita juga bisa lihat bahwa film India punya karakter yang kuat
yang tidak asal jiplak dari Hollywood.
Di dunia Hollywood dikenal banyak melahirkan superhero,
sementara di India melahirkan super love; film-film cinta. Dengan karakter kuat
yang seperti itu, industri film India bisa berkembang dengan dahsyat. Di tahun
30 saja sudah memproduksi 200 film setahun, dan di tahun 2000-an, Bollywood
dari Bombai—atau Mumbai sekarang—sudah menghasilkan sampai 1000 film setahun. Itu belum dari 2 daerah lainnya yang dikenal sebagai Tollywood dan Kollywood
yang sering digabung sebagai Hollywood.
Pertanyaan mendasar, apakah film India itu
potret realita masyarakat?
Seorang penulis India, Javet Akhtar, mengatakan, film Hollywood memang merefleksikan apa yang terjadi dalam masyarakat, tapi itu refleksi keinginan, harapan, nilai, dan tradisi.
Seorang penulis India, Javet Akhtar, mengatakan, film Hollywood memang merefleksikan apa yang terjadi dalam masyarakat, tapi itu refleksi keinginan, harapan, nilai, dan tradisi.
Film India bukan refleksi realita, melainkan
refleksi impian masyarakat—baik dalam keseharian maupun dalam berkesenian. “Tak
boleh cuma menjadi bangsa penjiplak meski bangsa lain,” kata Cak Lontong
dengan satire, “punya hujan emas di negerinya.”
Tokoh itu Mahatma Gandhi, dia berujar, “Mereka
bangsa mana pun tidak dapat mengambil harga diri kita kalau kita tidak
memberikannya kepada mereka.”
Hollywood boleh hebat, Bollywood boleh dahsyat,
impian untuk terus membangun industri perfilman Indonesia harus terus
diwujudkan agar bioskop Indonesia tak cuma diisi oleh Hollywood dan Bollywood.
Di India boleh ada Shahrukh Khan, boleh ada
Salman Khan, di Indonesia TAK BOLEH PADAM HARAPAN! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar