Kang
Maman – Manusia vs Robot
Sepasang
suami istri beruntung mendapatkan tiket untuk kembali ke rumah orang tuanya di
kampung. Ketika naik bus, ternyata telah ada seorang wanita duduk di tempat
duduk mereka. Sang istri pun bercerita;
Suami
memintaku duduk dulu di sampingnya, namun tidak meminta wanita ini berdiri.
Ketika kuperhatikan, ternyata kaki wanita itu cacat, barulah aku tahu kenapa
suamiku memberikan tempat duduknya.
Suamiku
terus berdiri. Dari awal, dia tidak memberi tanda bahwa itu adalah tempat
duduknya. Setelah turun dari bus, aku berkata kepada suamiku, “Memberikan
tempat duduk pada orang yang butuh memang baik, namun pertengahan perjalanan 'kan
boleh memintanya berdiri agar gantian kamu yang duduk?”
Suamiku pun
menjawab, “Orang lain sudah tidak nyaman seumur hidup, aku hanya kurang nyaman
selama dua setengah jam saja.”
***
Apa hubungan
cerita ini dengan diskusi malam ini?
Sudah banyak
pekerjaan manusia diambil alih oleh robot. Apa lagi yang tidak bisa diambil
alih? Seperti halnya manusia, robot bahkan sudah punya otak yang disebut
mikroprosesor.
Sedari awal
teman-teman di sini sadari, ternyata ada satu yang tak bisa dilakukannya—sebagaimana
yang dilakukan laki-laki dalam cerita tadi; yang terus berdiri dan memberi
tempat duduknya pada seseorang yang menyandang disabilitas. Karena meski
sudah punya otak, robot tetap tidak punya hati, simpati, empati, dan intuisi.
Ingat, organ
paling berharga dalam diri manusia—menurut ajaran agama: jika ia busuk, seluruh
tubuhnya pun busuk—adalah hati.
Tiap saat
kita dihadapkan untuk memilih antara memaksakan hak atau kewajiban. Namun saat
kita melepaskan hak dan lebih memilih memberi dengan hati nurani (sesuatu yang
tak dipunyai oleh robot), di situlah kebahagiaan sejati akan muncul.
Ingat kata
Ronal:
“Robot bisa
menggantikan 50 orang biasa, tapi tak bisa menggantikan satu manusia
luar biasa.” Dan manusia luar biasa adalah yang punya hati nurani. (Maman
Suherman)