Kang
Maman – Katanya Teman, tapi ...
Dari dialog Kang Denny dan Kang Ronal, saya langsung teringat cerita Harun ibn ‘Abdillah, seorang ulama hadis di kota Baghdad—ia bercerita, suatu hari, saat malam beranjak larut, pintu rumahnya diketuk dari luar;
Dari dialog Kang Denny dan Kang Ronal, saya langsung teringat cerita Harun ibn ‘Abdillah, seorang ulama hadis di kota Baghdad—ia bercerita, suatu hari, saat malam beranjak larut, pintu rumahnya diketuk dari luar;
“Siapa?”
tanyaku.
“Ahmad,”
jawab orang dari luar dengan berbisik.
“Ahmad yang
mana?” tanyaku lagi.
“Ahmad ibn
Hanbal,” jawabnya, masih berbisik.
“Subhanallah,
itulah guruku!” kataku.
Kubuka
pintu, kupersilakan masuk, dan kulihat beliau berjalan berjingkat, seolah tak
ingin terdengar langkahnnya. Saat kupersilakan duduk, ia menjaga agar kursinya
tak berderit sama sekali.
“Ada urusan
penting apa, Guru, sehingga dirimu mendatangiku tengah malam?”
“Maafkan
aku, Harun,” kata sang guru. “Aku tahu biasanya engkau masih terjaga meneliti
hadis selarut ini, maka aku pun memberanikan diri mendatangimu. Ada hal yang
mengusik hatiku sedari tadi,” katanya, masih berbisik.
“Apakah
itu?”
“Begini,”
kata sang guru. “Siang tadi aku lewat di samping majelismu. Saat engkau sedang
mengajar murid-muridmu, aku saksikan murid-muridmu terkena sinar matahari saat
mencatat hadis, sementara dirimu bernaung di bawah bayangan pepohonan. Lain kali,
janganlah seperti itu, Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana
murid-muridmu duduk.” Lalu, beliau pun berbisik lagi, mohon pamit, dan
melangkah kembali dengan berjingkat-jingkat dan menutup pintu amat hati-hati.
Inilah teladan
keikhlasan dan ketawadukan seorang sahabat. Begitu mulia akhlaknya dalam
menyampaikan nasihat. Bisa saja ia meluruskan langsung saat melintas di
majelisku siang tadi. Tapi, itu tidak dilakukannya demi menjaga wibawaku
di hadapan murid-muridku. Ia juga rela menungguku hingga larut malam agar tidak
ada orang lain yang mengetahuinya.
***
Itulah
sahabat. Itulah teman. Tidak pernah mempermalukan. “Dan teman,” kata Cipan
[Cici Panda], “bukan orang yang bisa selalu membuat masalah kita menghilang. Tetapi
tidak menghilang ketika kita menghadapi masalah.”
Karenanya, teman
itu harus di-eman-eman (disayang-sayang), dan jangan pernah berakhir
sampai kapan pun. (Maman Suherman)