Kang Maman – Kejar Pokemon, Kau Kutangkap
Yang sangat berhati-hati bertanya, “Apa hukum Pokémon GO?”
Seorang teman menjawab, “Sebagaimana catur dan permainan lainnya;
selama ia menjadikan lalai pada kewajiban dan menimbulkan mafsadat (kerusakan
atau kerugian—seperti yang dicontohkan Mas Jarwo), haram hukumnya.”
Dan sebelumnya, mari kita tepuk tangan sekeras-kerasnya untuk semua
komedian kita hari ini. Betapa tidak, tersurat dan tersirat, meski seperti
bercanda, teman-teman memahami betul apa yang sudah terjadi saat ini. Ia
memperlihatkan bahwa Pokémon GO seperti yang sudah pernah diramal oleh futuris
ternama puluhan tahun yang lalu, Alvin Toffler, bahwa kelak (dan terwujud saat
ini), kita akan menjadi “masyarakat yang hilang”. Teknologi mengambil peranan
lebih besar dibanding keberadaan manusia. Manusia menjadi budak teknologi itu
sendiri.
Masyarakat cyber adalah “masyarakat yang hilang”. Ditandai
dengan ruang-ruang publik yang telah dialihkan fungsinya. Tempat bermain
anak-anak telah digantikan Computer Station, adalah salah satu wujudnya.
Media komunikasi tidak lagi tatap muka tapi dengan peralatan canggih,
memungkinkan orang tidak lagi harus hadir pada saat itu juga. Termasuk bertemu
sosok-sosok pengguncang timeline tanpa harus tanpa tatap muka, tanpa
perlu verifikasi, tanpa pernah tahu ia manusia nyata, anonim, atau monster.
Pertanyaannya, akankah kita dan kemanusiaan terlindas? Jawabannya: Ya, jika
smartphone semakin pintar, tetapi sebaliknya, manusia semakin bodoh dan
mudah ditaklukkan.
Jika kita merasa punya jutaan teman karena punya banyak followers
di medsos, merasa hebat kalau dapat like dan love, tetapi
ternyata kita tetap kesepian karena tidak satu pun yang benar-benar kita kenal,
tidak satu pun lawan bicara kita yang kita tatap matanya dan dia tatap mata
kita.
Dan di “masyarakat yang hilang”, menunduk bukan lagi ilmu padi, tapi
karena dijajah teknologi. Dan secara sadar, kita memilih mengejar monster yang
entah di mana, dan meninggalkan orang-orang tercinta yang ada di rumah sendiri.
Teman-teman tadi mengingatkan, jika kita dijajah oleh dunia digital—di
mana kita berbicara tidak lagi pakai mulut tetapi pakai tangan, dan mengobrol
dengan membaca bukan lagi tatap muka—maka cepat atau lambat, kita juga akan
kehilangan hati; tak lagi mengejar monster tetapi menjadi monster itu sendiri.
Percayalah, satu sahabat nyata yang bisa memberimu cinta sejati yang
nyata, lebih baik dari sejuta followers yang memberi like tapi
maya dan tidak nyata.
Dan ada satu titipan dari Cherly di awal dan Pak Komeng di akhir untuk
yang jomblo:
Pokemon: pokoknya move on.
Jual HP-mu, beli cincin, lamar kekasihmu.
Cinta itu nyata
Kalau kamu biarkan, dia akan go selamanya
Dan kamu akan terus mengejar monster yang entah berada di mana. (Maman
Suherman)