Kang Maman – Tabu tapi Harus Tahu
Inti dari pendidikan seksualitas adalah anak diajarkan untuk mengenali
dengan tepat dan menghargai tubuhnya. Dengan begitu ia juga akan menghargai
tubuh orang lain. Juga diajarkan tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan
tentang organ-organ seksualnya. Dalam bahasa Intan tadi, “Yang ditutupi oleh
pakaian tidak boleh disentuh oleh orang lain ya, nak.”
Di sisi lain, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual harus berat,
apalagi pelaku perundungan seksual terhadap anak. Percabulan, misalnya,
terhadap anak di bawah umur 18 tahun, bukan delik aduan; jadi meski laporan
sudah dicabut, polisi bisa tetap melanjutkan perkaranya, dan pidananya—seperti
di dalam Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak—adalah minimal 5 tahun
penjara, maksimal 15 tahun penjara, dan denda maksimal 5 miliar.
Penerapan harus tegas agar bisa memberi efek penjeraan buat yang lain
karena ini menyangkut masa depan anak yang terampas, terhempas, dan dihabisi.
Selain itu kita juga sepakat ajarkan pula tentang agama. Dalam Islam, misalnya,
Qur’an surah An Nuur 30 – 31, misalnya, berbunyi:
Katakanlah kepada kaum laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Dan katakan juga kepada kaum wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya ....”
Ini jelas mengajarkan tentang pentingnya menjaga organ seksual; tidak
boleh digunakan sembarang.
Kuncinya:
Relasi seksual itu bukan sesuatu yang kotor, tetapi positif dan
konstruktif; tidak boleh dilakukan dengan kekerasan dan paksaan, harus aman,
nyaman, dan bertanggung jawab. Dan organ seksual harus dijaga, tidak boleh
dipakai sembarangan dan harus melalui perkawinan.
Dan buat bapak/ibu:
Ucapan tidak cukup, keteladanan jauh lebih utama. (Maman Suherman)