Kang Maman – Benci untuk Membenci
Diskursus perlunya regulasi tentang ujaran kebencian (hate speech), dan juga kejahatan
berbasis kebencian (hate crime), sudah
lama mencuat ke permukaan seiring menguatnya ancaman terhadap kebinekaan,
terhadap keberagaman di negeri ini.
Dan tadi secara tersirat maupun tersurat, sejumlah teman mengamini
perlunya penanganan ujaran kebencian, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kekerasan
berbasis etnis, suku, agama, maupun rasial—sebagaimana yang terjelaskan dalam Surat
Edaran Kapolri yang diributkan itu.
Kita toh tidak ingin ada pembantaian etnis atau genosida terhadap
kelompok atau siapa pun yang menjadi target dari ujaran kebencian itu. Jangan
sampai terjadi di negeri ini!
Tetapi di sisi lain, Surat Edaran ini juga jangan sampai memuat atau
memiliki nilai terselubung secara politis untuk mengekang, apalagi mereprensi
kebebasan berpendapat, yang juga dilindungi Undang-Undang kita, meski dengan
satu catatan: Bebas, jangan bablas.
Atau, kita sudah sampai pada kebijakan tertinggi seperti yang dikatakan
oleh Habibie, “Ketika seseorang menginamu, itu sebenarnya pujian bahwa selama
ini mereka menghabiskan banyak waktu untuk memikirkanmu, bahkan ketika kamu
tidak memikirkannya.”
Terakhir, dalam hal kebinekaan di negeri ini, teman-teman mengimbau:
Daripada tebar nista, lebih baik tebar cinta. Daripada membenci, lebih baik
mencintai. Daripada sebar fitnah dan gibah, lebih baik sebar kasih, atau kalian
akan menderita sendiri.
Jadi, rawat kebinekaan di negeri ini, keberagaman bukan untuk
diseragamkan, dan: tidak bineka, bukan Indonesia!
Terakhir, menarik dari Kang Denny tadi, untuk para pemimpin, ada satu
hal yang levelnya lebih tinggi dari Surat Edaran, yaitu:
“Hujani rakyat dengan contoh (dengan keteladanan). Tebar keteladanan
lebih baik daripada tebar jeratan aturan.” (Maman Suherman)
***
“Orang berakal akan menempatkan lidahnya di belakang
hatinya, sementara orang yang bodoh menempatkan hatinya di belakang lidahnya.” –
'Alī
bin Abī Thālib
0 komentar:
Posting Komentar