Kang Maman – Mimpi, Percaya atau Tidak?
Terserah kepada kita masing-masing, ingin memahami hakikat stimulus dan
sumber kemunculan sebuah mimpi dari sudut pandang mana. Entah itu dari sudut
mazhab psikodinamika – Sigmunt Freud,
sesuai bukunya The Interpretation of Dreams, ataukah Jung, atau dari ahli
tasawuf falsafi kelahiran Spanyol, Ibnu Arabi, yang berkaitan dengan mata
batin. Atau dari sisi pandang Utsman Najati, yang membagi mimpi dalam ru’ya (mimpi yang untuk menyingkap
misteri alam gaib atau futuristik), dan ahlam
(mimpi yang sulit ditakwil). Ru’ya yang baik menurutnya, semua kabar gembira itu berasal
dari Allah; yang menyusahkan datang dari setan; dan ada yang netral, yang
disebabkan oleh perhatian manusia terhadap satu hal.
Kita toh mengenal ru’ya atau
mimpi Nabi Ibrahim, yang kemudian dari sana kita rayakan Iduladha setiap
tahun. Mimpi Nabi Yusuf: 11 bintang, matahari, dan rembulan yang bersujud
kepadanya sebagai tanda kenabian. Atau, mimpi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa suatu saat kelak, ia akan bisa
kembali ke Mekah dan Masjidil Haram, yang kemudian terwujud sebelum perdamaian
Hudaibiyah.
Jadi, silakan ingin memaknai mimpi semata sebagai apa, asal tidak
tenggelam dalam pusaran mistis, apalagi kekufuran.
Terakhir,
meski rakyat Indonesia punya mimpi berjuta-juta,
masing-masing punya mimpi sendiri-sendiri, tapi jangan sekali-kali melupakan
mimpi kita bersama yang sangat indah, yang terwujud dalam preambul UUD kita:
Terwujudnya rakyat yang sejahtera, dan cerdas dalam kehidupan berbangsa.
“Bermimpilah setinggi langit,” kata Bung Karno, “agar jika pun engaku
jatuh, engkau hanya akan jatuh di antara bintang-bintang.” (Maman Suherman)
***
“Jangan kau tafsirkan mimpi untuk berjudi, tapi tafsirkan mimpi untuk
dijadikan visi. Dengan visi, kau bisa beraksi untuk merealisasikan mimpi.” – Jarwo Kwat #JarwoQuote
0 komentar:
Posting Komentar