Kang Maman – Transgender Wujud
Pada dasarnya terdapat 2 pandangan tentang seksualitas yang berseberangan.
Kelompok pertama, kelompok esensialism
mengatakan: Jenis kelamin, orientasi seksual dan identitas seksual, sebagai hal
yang bersifat terberi dan natural sehingga tidak dapat mengalami perubahan.
Kelompok ini cuma berpendapat ada 2 jenis kelamin—hanya ada 2—dan orientasi
seksualnya hanya heteroseksual sehingga identitas gender harus selaras dengan jenis kelamin. Meski dalam kitab fikih,
dikenal istilah selain perempuan laki-laki ada khuntsa [semi laki-laki atau semi perempuan], yang penggambarannya
diucapkan tadi oleh Bianca Liza.
Sebaliknya, ada kelompok yang kedua: Bahwa bukan hanya gender, namun juga seks dan jenis
kelamin, orientasi seksual, maupun identitas gender adalah hasil konstruksi sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial,
seksualitas bersifat cair, dan merupakan kontinum sehingga jenis kelamin tidak
hanya terdiri dari laki-laki maupun perempuan, tetapi juga interseks dan transgender.
Orientasi seksual juga bisa hetero, juga bisa homo, juga bisa bisa biseksual.
Itu pandangan kedua.
Nah, fenomena transgender di
Indonesia bukan hal baru. Tahun '73 ada Iwan
Rubiyanto, yang operasi kelamin menjadi Vivian Rubiyanti, dan kemudian ada
filmnya: Akulah Vivian. Kemudian, tahun '80-an, 1988, ada seorang laki-laki
dioperasi di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya: Dorce Ashadi, yang kita kenal
sekarang menjadi Bunda Dorce. Juga ada kasus Sukarnah, mantan atlet lempar
lembing, yang tanpa operasi, jenis kelaminnya berubah dari perempuan menjadi laki-laki sehingga namanya menjadi Iwan.
Jadi, kata
kuncinya tersirat dalam silogisme Cak Lontong tadi. Mereka memang ada, mereka juga
manusia, ada di sekitar kita, jangan hinakan mereka, lihat karyanya! (Maman
Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar