Di suku Makassar kita temukan peribahasa, “Le'ba kusoronna biseangku, kucampa'na sombalakku, tamassaile punna teai labuang (Bila perahu telah kudorong, layar telah terkembang, takkan kuberpaling kalau bukan labuhan yang kutuju).” “Kualleangi tallanga na toalia,” yakni, harus ada ketetapan hati dalam sebuah tujuan yang mulia meski nyawa taruhannya. “Teai Mangkasara' punna bokona loko' (Bukan orang Makassar kalau luka di belakangnya).” Itu sebuah simbol keberanian agar tidak lari dari masalah apa pun.
Di suku Bugis—sama dengan suku Minang tadi—ada kata, “Taro ada taro gau (Simpan kata simpan
perbuatan).” Satunya kata dengan perbuatan.
Di kalangan Sunda dikenal, “Nyaur
kudu diukur, nyabda kudu diunggang (Berbicara harus jelas dan terukur,
dan harus punya makna, jangan asal bunyi).” “Ulah
ngaliarkeun taleus ateul (Jangan suka menyebar fitnah).” Dan, “Manusia kudu silih asih, silih asah jeung siling
asuh (Saling cinta, saling menasihati, dan saling mengayomi).” Dan, orang
Sunda sangat tahu betul makna kesatria, “Ulah
keok memeh dipacok (Jangan mengalah sebelum berjuang dengan keras).”
Di Aceh juga kita punya, “Gadoh
aneuk meupat jeurat, gadoh hukom ngon adat pat ta mita (Hilang anak
masih ada kuburannya yang bisa kita ziarahi, tapi jika hukum dan adat yang
hilang, ke mana lagi kita hendak mencari).”
Dan, saudara kita di Ambon, teman-teman saya selalu bilang begini, “Orang tua bilang bagini, labu jua ada hati, apalagi manusia
(Sekeras-kerasnya wajah kami, kami juga punya hati nurani).”
Peribahasa;
majas; bidal; atau ungkapan dan perumpamaan atau eufemisme, adalah
kalimat-kalimat ringkas yang berisi perbandingan, perumpamaan, dan nasihat yang
sangat mulia dan terpuji. Sudah lama bertebaran dan bertaburan di negeri ini,
membentuk untaian mutu manikam di zamrud khatulistiwa.
Jika kita
mau sejenak menyimak makna-makna tadi, betapa banyaknya kebajikan dan kebijakan
yang kita temukan untuk menjadi modal meniti hidup di bumi tercinta.
Jadi, di negeri ini, untaian mutu manikam kearifan sungguh teramat banyak, dan semuanya
terikat satu dalam cengkeraman kuat kaki Garuda: Bhinneka Tunggal Ika.
Kita besar
karena beragam, jadi, JANGAN PERNAH MAU DIPECAH-BELAH! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar