Kang Maman – Jempolmu Harimaumu
Efek dari segala sesuatu yang disampaikan di ruang publik—termasuk ruang publik virtual—akan bertahan lebih lama ketimbang jika disampaikan di ruang privat. Seperti kata Jurgen Habermas di teori Ruang Publik, “Karena ruang publik tidak punya batasan ruang dan waktu, yang berakibat kita terpapar informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan, termasuk terpapar dampak buruk dari ulah kita maupun ulah orang lain.” Bayangkan, seperti dikatakan Cak Lontong, “Indonesia nomor satu di dunia negara paling cerewet di Twitter; 15 tweet per detik.” Apa saja di tweet, termasuk dari urusan kerok bulu ketiaknya Kartika Putri, sampai memaki, menghina, menista siapa pun.
Efek dari segala sesuatu yang disampaikan di ruang publik—termasuk ruang publik virtual—akan bertahan lebih lama ketimbang jika disampaikan di ruang privat. Seperti kata Jurgen Habermas di teori Ruang Publik, “Karena ruang publik tidak punya batasan ruang dan waktu, yang berakibat kita terpapar informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan, termasuk terpapar dampak buruk dari ulah kita maupun ulah orang lain.” Bayangkan, seperti dikatakan Cak Lontong, “Indonesia nomor satu di dunia negara paling cerewet di Twitter; 15 tweet per detik.” Apa saja di tweet, termasuk dari urusan kerok bulu ketiaknya Kartika Putri, sampai memaki, menghina, menista siapa pun.
Sesuai fungsinya sebagai ruang publik, memang sebaiknya menggunakan jejaring
media sosial sebagai medium untuk hal yang sifatnya publik. Tapi kalau ingin
menjadikannya sebagai eksplorasi ruang privat, silakan, asal siap tanggung
risikonya.
Ruang publik seperti kolam. Silakan bikin riak seperti angin
mengembus di kolam yang membuat ikan senang, tapi jangan sampai membuatnya
keruh, lumpur naik ke permukaan membuat kolam menjadi hitam. Kata orang Sunda, “Tidak lagi caina herang laukna beunang (Tidak lagi kelihatan air terang
ikannya terlihat, tetapi yang terlihat justru kegelapan).”
Hati-hati,
jangan mudah menghina karena bisa dilaporkan melalui Undang-Undang ITE [Informasi dan Transaksi Elektronik]. Tapi Undang-Undang ITE juga butuh
kedewasaan semua pihak, termasuk pemahaman yang tepat oleh aparat.
Kata
kuncinya, kebebasan bukan bermakna boleh ugal-ugalan. Di mana pun, bebas ada
batasnya. Kalau tidak hati-hati, ciutanmu di sosial media akan membuat nyalimu
ciut, dan menjadikan nasib dan hidupmu kecut dan terpuruk di sudut gelap jeruji
besi!
(Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar