Kang
Maman – Wanita Karier vs Ibu Rumah Tangga
Saya jadi
teringat sebuah lagu, single John Lennon tahun 1981, “Woman”. Ada lirik: “Please
remember my life is in your hands”. Kehidupan laki-laki itu ada di tangan
perempuan.
Tapi
perdebatan ini di Indonesia seharusnya sudah selesai sejak 105 tahun yang lalu.
Ada seorang perempuan yang meninggal 6 November 1908 dan dimakamkan di
Sumedang.
Perempuan
itu Cut Nyak Dhien [ejaan lama: Tjoet Nya' Dhien]. Ketika Teuku Umar meninggal,
anak perempuannya, Cut Gambang, itu mau menangis. Sebagai ibu, dia cuma mengatakan
satu, “Perempuan Aceh pantang meneteskan air mata untuk seorang yang mati
syahid.” Itu sebagai ibu. Sebagai perempuan, di fora publik, di medan
pertempuran dia mengatakan, “Kami memang hancur, tapi tidak pernah ada kata
menyerah.”
Perjuangan
dia kemudian digambarkan oleh penulis laki-laki dari Belanda, yang
menggambarkan kekuatan perempuan Indonesia;
“Wanita Aceh
gagah dan berani merupakan perwujudan lahiriah .... Yang tak kenal menyerah
yang setinggi-tingginya, dan apabila mereka ikut bertempur, maka akan
dilakukannya dengan energi serta semangat berani mati yang kebanyakan lebih
dari kaum lelaki ....
“... Bahwa
tidak ada bangsa yang lebih pemberani dan fanatik seperti bangsa Aceh; dan kaum
wanita Aceh melebihi kaum wanita bangsa di mana pun ....”
Tidak ada
sebuah roman pun yang bisa menggambarkan kekuatan dan keberanian kaum perempuan
Indonesia.
***
Itu di fora
publik. Di dalam, seperti dikatakan oleh Cak Lontong sama Rosi, siapa bilang di
dalam rumah tangga perempuan tidak punya nilai—bahkan nilai ekonomis?
Ada satu
puisi yang menarik banget, Wiji Thukul bilang begini:
“ibu pernah
mengusirku minggat dari rumah
tetapi
menangis ketika aku susah
ibu tak bisa
memejamkan mata
ketika
adikku tak bisa tidur karena lapar
ibu akan
marah besar
bila kami merebut
jatah makan
yang bukan
hak kami
ibuku
memberi pelajaran keadilan
dengan kasih
sayang
ketabahan
ibuku
mengubah
rasa sayur murah
menjadi
sedap
ibu menangis
ketika aku mendapat susah
ibu menangis
ketika aku bahagia
ibu menangis
ketika adikku mencuri sepeda
ibu menangis
ketika adikku keluar penjara
ibu adalah
hati yang rela menerima
selalu
disakiti oleh anak-anaknya
Penuh maaf
dan ampun
kasih sayang
ibu
adalah kilau
sinar kegaiban Tuhan
yang
membangkitkan haru insan
dengan
kebaikan
ibu
mengenalkan aku kepada Tuhan”
***
Kuncinya:
Perempuan, di dalam atau di luar rumah, bukan objek limpahan keputusan laki-laki. Tapi perempuan, juga subjek pembuat keputusan. Terima kasih. (Maman Suherman)
Perempuan, di dalam atau di luar rumah, bukan objek limpahan keputusan laki-laki. Tapi perempuan, juga subjek pembuat keputusan. Terima kasih. (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar