Kang
Maman – Lagu Melayu, Dulu dan Kini
Menikmati
dendang Melayu, mengingatkan kita pada sosok sastrawan Riau yang disebut
namanya oleh Mas Jarwo tadi, Raja Ali Haji, yang menulis Gurindam 12
sebagai maskawin yang diberikan kepada Engku Puteri [Raja] Hamidah yang tinggal
di Pulau Penyengat, Riau.
Mengapa?
Karena ciri khas musik Melayu selain renta irama yang meliuk bercengkok, juga
karena syairnya bernilai susastra dan membawa pesan moral. Simak, misalnya, Pasal
ke-4 dari Gurindam 12, yang sajak pertamanya merupakan syarat, sajak
kedua menjadi jawab, dan persamaan bunyi di akhir:
hati itu
kerajaan di dalam tubuh
jikalau zalim
segala anggota tubuh pun rubuh
apabila
dengki sudah bertanah
datanglah
daripadanya beberapa anak panah
mengumpat
dan memuji hendaklah pikir
di
situlah banyak orang yang tergelincir
pekerjaan
marah jangan dibela
nanti
hilang akal di kepala
bakhil
jangan diberi singgah
itulah
perompak yang amat gagah
dan
barang siapa yang sudah besar
janganlah
kelakuannya membuat kasar
Itulah
indahnya kesenian Melayu. Resapi dan apresiasi, maka kamu akan temukan kearifan
budaya bangsamu; mutu manikam budaya yang sungguh bernilai moral nan berkilau.
Dan, Indonesia Lawak Klub tak bosan-bosannya selalu
mengingatkan: Teruslah menjadi satu, harmoni dalam keberagaman budaya yang teramat
kaya. Bukankah pelangi indah karena berwarna-warni? Dan Indonesia indah karena bineka? Keberagaman, sekali lagi,
bukan untuk diseragamkan. Dan tidak bineka, bukan Indonesia.
Terakhir,
ingat yang ditulis Raja Ali Haji dalam Pasal ke-10 Gurindam 12:
dengan
bapak jangan durhaka
supaya
Allah tidak murka
dengan
ibu hendaklah hormat
supaya
badan dapat selamat. (Maman Suherman)