Kang Maman – Anak Mami
Tubuh manusia itu hanya bisa tahan sampai dengan 45 del atau 45 unit
rasa sakit. Tapi saat seorang ibu melahirkan, itu tubuhnya sampai merasakan 57
del (unit) rasa sakit. Itu seperti merasakan 22 tulangnya patah dalam waktu
bersamaan.
Jadi, bisa kita bayangkan rasa sakit karena cintanya ibu untuk
melahirkan kita. Sehingga pantaslah kalau ada anak yang menjadi ‘anak ibu’, atau
menjadi anak ‘bapak’ karena melihat bapaknya sampai terbungkuk, tulangnya sampai
patah untuk membesarkan.
Kendati demikian, semua sepakat bahwa pertentangan antara anak dan
orang tua bisa saja terjadi. Lalu bagaimana harus bersikap, tadi disebut oleh Ust.
Wijayanto (kalau nggak salah dasarnya
dari Qur’an surah Lukman): Sekalipun kita berbeda sangat mendasar, bahkan perbedaan
agama sekalipun, kita harus memperlakukan orang tua kita dengan cara yang makruf
(dengan cara yang baik). Itu poin pertama.
Poin kedua, yakinlah bahwa
pilihan orang tua kadang berbeda karena dia tidak mau anak yang dilahirkan
dengan penuh perjuangan itu ketika keluar rumah tergelincir, terluka, atau
sakit. Tetapi di sisi lain, orang tua juga harus sadar bahwa jangan sampai “memborgol”
kedua kaki anak ketika hendak keluar. Jadi, tetap harus ada jalan tengah di
situ.
Nah, terlepas dari itu, jika perbedaan tetap ada—tadi ditekankan lagi—jangan sampai cinta itu dilukai dengan
kata-kata kasar dan sumpah serapah karena kata-kata itu mengandung energi
doa. Jangan sampai doa menjadi hambatan dan melukai kita.
Terakhir, kita harus tetap
ingat, anak ke surga, salah satu kuncinya adalah doa orang tua. Dan sebaliknya,
doa anak adalah salah satu dari tiga pahala yang tidak putus untuk ibunya [dan
kedua orang tua] meski karena kematian. (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar