Kang Maman – Gengsi Tinggi, Kurban Enggak
Berkurban, mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada nabi Ibrahim, adalah kesempatan untuk meraih satu kebaikan dari setiap helai bulu hewan yang
dikurbankan. Dan, sekaligus sebagai ciri keislaman. Seperti sabda Rasul:
“Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang tapi tidak
berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat id kami.”
Berkurban
juga sebuah kesempatan untuk menjalankan salah satu ibadah yang paling disukai
Allah. Seperti sabda Rasul lagi:
“Tidak ada
amalan anak-cucu Adam pada hari raya kurban yang lebih disukai Allah melebihi
dari menyembelih hewan kurban.”
Selain itu,
berkurban membawa misi kepedulian kepada sesama, menggembirakan kaum duafa, dan
merupakan salah satu ibadah yang paling utama. Dalam Al-Kautsar dikatakan:
“Maka dirikanlah
salat karena Tuhanmu, dan
berkurbanlah.”
Dan dalam Al-An’am dikatakan:
“Katakanlah:
Sesungguhnya salatku, sembelihanku,
hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Dan,
berkurban bukan cuma semata soal kelapangan, kaya atau miskin, tapi seperti
kata Ust. Maulana, “Tergantung juga pada kemauan dan keikhlasan, dan kesiapan
menghilangkan sifat-sifat dan nafsu kebinatangan kita yang suka menanduk,
mencakar, atau mencengkeram sesama manusia dengan penuh kerakusan.”
Ingat kisah
Mak Yati, orang berusia 62 tahun asal Madura, pemulung dan pengais sampah yang
tidak pernah mau mengemis, dan penghasilannya cuma 25 ribu sehari, tinggal di
gubuk tripleks 3x4 meter di Tebet. Ia mengaku malu hanya menjadi penerima hewan
kurban. Dan tahun lalu, Mak Yati berhasil mengurbankan 2 ekor kambing, padahal
dia cuma fakir miskin.
Jadi, dalam
berkurban, tidak ada kata tidak bisa. Yang ada, niat atau tidak, mau atau
tidak, ikhlas atau tidak. Mak Yati, pemulung dan fakir miskin itu telah
membuktikannya. (Maman Suherman)