Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut pasti korup. Karena, kekuasaan cenderung tak mampu mengawasi dirinya sendiri, cenderung memperluas, menyelewengkan dan berusaha membuat abadi kekuasaannya. Di sinilah dibutuhkan kelompok politik terorganisasi yang memberikan pandangan berbeda dengan pemerintah yang dikenal dengan sebutan ‘oposisi’.
Oposisi dibutuhkan untuk mengawasi kekuasaan, juga diperlukan karena
apa yang baik dan benar dalam politik harus diperjuangkan melalui kontes
politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan (bersifat) publik.
Menurut seorang sosiolog, Ignas Kleden, oposisi dibutuhkan sebagai
semacam advocatus diaboli atau devil’s advocate yang memainkan peranan
setan yang menyelamatkan kita, justru dengan mengganggu kita terus menerus.
Dalam peran tersebut, oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik lemah dari
satu kebijaksanaan, sehingga apabila
kebijaksanaan itu diterapkan, segala hal yang dapat merupakan efek sampingan yang
merugikan sudah lebih dahulu bisa ditekan sampai minimal.
Jadi, jangan
pernah melihat oposisi sebagai semata-mata setan, semata-mata devil, dan tidak
pernah diakui sebagai advocate [pembela].
Manfaat lainnya
adalah bahwa dengan kehadiran oposisi, masalah akuntabilitas atau
pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan oleh pemerintah.
Konklusinya,
oposisi dibutuhkan, tapi oposisi jangan asal beda dan asal hujat. Musuh yang
pintar akan lebih menolong daripada teman yang otaknya kosong; dan lawan yang
jujur, tulus dan ikhlas, lebih bermanfaat dari kawan yang culas. Dan di posisi
mana pun kelak, di posisi oposisi atau di posisi penguasa, kita harus ingat, di
dalam ‘INDONESIA’, ada 3 huruf yang berdampingan:
O-N-E. ONE (satu)!
Jadi, tujuan kita beroposisi atau berkuasa hanya satu dan hanya boleh satu selamanya: hanya untuk INDONESIA SATU! (Maman Suherman)
Jadi, tujuan kita beroposisi atau berkuasa hanya satu dan hanya boleh satu selamanya: hanya untuk INDONESIA SATU! (Maman Suherman)
0 komentar:
Posting Komentar